STUDI KASUS PASIEN
HERPES ZOSTER LUMBALIS SINISTRA LUMBALIS 4-5
Oleh
Romi Slamat Mukti wibowo
110.2007.244
Pembimbing
dr.H. Didi
Supriadi K, SpKK.
KEPANITERAAN KULIT DAN
KELAMIN
BAGIAN ILMU KESEHATAN
KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA 2013
STATUS PASIEN PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
DEPARTEMEN PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD
CIERENG
I.
IDENTITAS
PASIEN
Nama :
An. R
Jenis Kelamin :
Perempuan
Usia : 53 tahun
Alamat :
Desa Kaling Sana Rt 03/03 subang
Pendidikan :
SLTP / Sederajat
Pekerjaan :
Ibu Rumah tangga
Suku Bangsa :
Sunda
Status :
Menikah
Agama :
Islam
Tanggal pemeriksaan : 12 April 2013
II.
ANAMNESIS ( Diambil dari Autoanamnesis tanggal 12 April 2013 )
Keluhan Utama :
Timbul plenting – plenting berisi cairan yang terasa nyeri
dan panas di punggung kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang poliklinik RSUD Ciereng dengan
keluhan Timbul plenting – plenting berisi cairan yang terasa nyeri dan panas di
punggung kiri sejak 3 hari yang lalu SMRS. Keluhan tersebut disertai panas dan
nyeri di daerah luka, lemas, demam dan Pusing kepala. Timbul plenting-plenting
tersebut dirasa awalnya sebesar biji jagung berwarna kemerahan yang berisi
cairan di punggung belakang namun lama kelamaan membesar dan menjalar sampai ke
perut kiri selama 2 hari. Pasien juga mengeluhkan panas dan nyeri di daerah
punggung kiri atau daerah luka dan demam yang tiba-tiba, selain itu pasien juga
mengeluhkan badan yang terasa lemas dan pusing kepala. Pasien mengaku sudah
kepuskesmas untuk mengobati sakitnya dan diberi obat salep dan tablet ( pasien
lupa namanya ) tetapi tidak kunjung sembuh dan makin melebar. Pasien mengaku
pernah menderita cacar air pada umur 25 tahun dan Rutin meminum jamu Cap Becak
sehari sekali. Pasien menyangkal sebelumnya pernah terkena cairan kimia atau
tersiram air panas dan juga mempunyai alergi makanan atau obat-obatan
sebelumnya
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat
menderita penyakit cacar air sebelumnya
diakui pasien pada umur 25 tahun.
Riwayat alergi mengkomsumsi
obat-obatan tertentu sebelumnya di sangkal
Riwayat terkena dengan bahan alergi/cairan
kimia sebelumnya di sangkal
Riwayat alergi makanan pada diri pasien
disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga tidak ada yang
menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat alergi makanan atau obat pada
keluarga disangkal
III.
PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
Keadaaan umum :
baik
Kesadaran :
compos mentis
Keadaan gizi :
baik
Vital Sign :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi :
84 x/menit
Pernafasan :
22 x/menit
Suhu :
afebris
Kepala :
normochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata :
konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung :
simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga :
bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut :
mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang.
Thorax : Jantung :
BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).
Paru :
vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : supel, nyeri tekan ( + ) disekitar lesi, pembesaran
hepar dan
lien tidak teraba.
KGB :
tidak teraba pembesaran KGB.
Ekstremitas : dalam batas normal
2. STATUS DERMATOLOGIKUS
Distribusi : Regioner
At Regio
: Punggung belakang kiri Lumbalis 4-5 menjalar ke umbilicus
abdomen
Sifat lesi :
Multiple, herpetiformis, Lentikuler-numular, basah, batas
tegas
Efloresensi
: Tampak dasar eritema
yang disertai vesikel-vesikel berkelompok yang tersusun secara herpetiformis
dan tampak pustul-pustul, dan sebuah erosi dengan dasar eritematosa
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Tidak dilakukan
V.
RESUME
Pasien
datang poliklinik RSUD Ciereng dengan keluhan Timbul plenting – plenting berisi cairan yang terasa nyeri
dan panas di punggung kiri sejak 3 hari yang lalu SMRS. Keluhan tersebut disertai
panas dan nyeri di daerah luka, lemas, demam dan
Pusing kepala. Timbul
plenting-plenting tersebut dirasa awalnya sebesar biji jagung berwarna
kemerahan yang berisi cairan di punggung belakang namun lama kelamaan membesar
dan menjalar sampai ke perut kiri
selama 2 hari. Pasien juga mengeluhkan panas dan nyeri di daerah punggung kiri
atau daerah luka dan demam yang tiba-tiba, pasien juga mengeluhkan badan yang
terasa lemas dan pusing kepala.
Pasien mengaku sudah kepuskesmas untuk mengobati sakitnya dan diberi obat salep dan tablet ( pasien
lupa namanya ) tetapi tidak
kunjung sembuh dan makin melebar.
Pasien mengaku pernah menderita cacar air pada umur 25 tahun dan Rutin meminum
jamu Cap Becak sehari sekali. Pasien menyangkal sebelumnya pernah terkena
cairan kimia atau tersiram air panas dan juga mempunyai alergi makanan atau
obat-obatan sebelumnya. Status
dermatologikus pasien distribusi reigoner di regio Punggung belakang kiri Lumbalis 4-5 menjalar ke umbilicus abdomen. Sifat
lesi yaitu Multiple, herpetiformis, Lentikuler-numular, basah, dan batas tegas. Efloresensi dari lesi itu
sendiri adalah Tampak dasar eritema yang disertai vesikel-vesikel berkelompok
yang tersusun secara herpetiformis dan tampak pustul-pustul, dan sebuah erosi
dengan dasar eritematosa
VI.
DIAGNOSIS BANDING
1.
Herpes zoster lumbalis sinistra ( Lumbalis
4-5 )
2.
Dermatitis kontak
iritan
3.
Dermatitis
venenata
4.
Luka bakar
VII.
DIAGNOSA KERJA
Herpes zoster lumbalis sinistra ( Lumbalis
4-5 )
VIII.
PENATALAKSANAAN
Umum
1.
Istirahat
cukup
2.
Mengedukasi pasien agar tidak ada pantangan
dalam makanan
3.
Menghindari
pecahnya vesikel dengan tidak menggaruk pada daerah lesi.
4.
Menjelaskan kepada pasien kemunkinan komplikasi
Neuralgian paska herpes
Khusus
Topikal :
1.
Bedak salisilat 2% untuk menghindari vesikel
pecah
2.
Sistemik :
a.
Asiklovir
5 X 800 mg / hari. DNA polymerase inhibitor untuk mencegah replikasi
b.
Asam mefenamat 3 X 500 / Hari. Analgesik untuk
membantu mengurangi rasa nyeri.
c.
Lapibal 500 mg 3 X / hari. ( mekobalamin atau
B12 untuk mengobati saraf perifer yg terkena )
IX.
PROGNOSIS
Que ad Vitam : ad
bonam
Que ad Functionam : ad bonam
Que
ad Sanationam : dubia ad bonam
Lampiran Gambar
TINJAUAN PUSTAKA
HERPES ZOSTER
Herpes Zoster adalah penyakit
setempat yang terjadi terutama pada orang tua yang khas ditandai oleh adanya
nyeri radikuler yang unilateral serta adanya erupsi vesikuler yang terbatas
pada dermatom yang di inervasi oleh serabut saraf spinal maupun ganglion
serabut saraf sensoris dari nervus kranialis.1
Herpes Zoster rupanya menggambarkan
reaktivasi dari refleksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten
mengikuti infeksi varicella yang telah ada sebelumnya. Hubungan varicella dan
Herpes Zoster pertama kali ditemukan oleh Von Gokay pada tahun 1888. Ia
menemukan penderita anak-anak yang dapat terkena varicella setelah mengalami
kontak dengan individu yang mengalami infeksi Herpes Zoster.1
Implikasi neurologik dari distribusi
lesi segmental herpes zoster diperkenalkan oleh Richard Bright tahun 1931 dan
adanya peradangan ganglion sensoris dan saraf spinal pertama kali diuraikan
oleh Von Bareusprung pada tahun 1862. Herpes Zoster dapat mengenai kedua jenis
kelamin dan semua ras dengan frekuensi yang sama.1
DEFINISI
Herpes Zoster adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa,
infeksi ini merupakan reaktifasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Artinya setiap orang yang pernah mengalami infeksi varicella zoster atau yang
lebih dikenal dengan penyakit cacar air, mempunyai kemungkinan untuk mengalami
herpes zoster.2,3
ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh virus
varicella zoster. Virus varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk
ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 subunit protein-virion
yang lengkap dengan diameternya 150-200 nm, dan hanya virion yang terselubung
yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihacurkan dengan
bahan organik, diterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi.
Masa inkubasinya 14-21 hari.1
PATOFISIOLOGI
Pada episode infeksi primer, virus
dari luar masuk ke tubuh hospes atau penerima virus. Selanjutnya terjadilah
penggabungan virus dengan DNA hospes, mengadakan multiplikasi atau replikasi
sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan menjalar melalui serabut
saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat
laten. Infeksi hasil reaktifasi virus varicella yang menetap di ganglion
sensorik setelah infeksi chicken fox pada masa anak-anak. Sekitar 20% orang
yang menderita cacar akan menderita shingles (herpes zoster) selama hidupnya
dan biasanya hanya terjadi sekali. Ketika reaktifasi virus berjalan dari
ganglion ke kulit area dermatom.2,4
FAKTOR RESIKO1
1. Usia
lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini, akibat daya
tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi
pula resiko terserang nyeri.
2. Orang
yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan
leukemia. Adanya lesi pada ODHA merupakan menifestasi pertama dari
immunocompromised.
3. Orang
dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang
dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang
FAKTOR PENCETUS KAMBUHNYA HERPES1
1. Trauma
atau luka
2. Demam
3. Gangguan
pencernaan
4. Sinar
Ultraviolet
5. Stress
6. Kelelahan
7. Alkohol
8. Obat-obatan
9. Haid
TANDA DAN GEJALA5
1. Gejala
prodormal
a. Keluhan
biasanya diawali dengan gejala prodormal yang berlangsung selama 1-4 hari.
b. Gejala
yang mempengaruhi tubuh: demam, sakit kepala, fatigue, malaise, nausea, rash,
kemerahan, sensitif, sore skin (penekanan kulit), nyeri (rasa terbakar atau
tertusuk) gatal dan kesemutan.
c. Nyeri
bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus atau hilang timbul.
Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
2. Gejala
yang mempengaruhi mata
Berupa kemerahan, sensitif terhadap
cahaya, pembengkakan kelopak mata, kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan
sensasi penglihatan dan lain lain.
3. Timbul
erupsi kulit
a. Erupsi
kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafi oleh satu ganglion sensorik.
b. Erupsi
dapat terjadi diseluruh bagian tubuh, yang tersering didaerah ganglion
thorakalis.
c. Lesi
dimulai dengan makula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul-papul dan dalam
waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pustul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7 – 10 hari. Krusta
dapat bertahan selama 2-3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri
segmental juga menghilang.
d. Lesi
baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang-kadang sampai hari ke 7.
e. Erupsi
kulit yang berat dapat meninggalkan makula hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar).
4. Pada
lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitif
terhadap nyeri yang dialami
5. Kadang-kadang
terjadi limfadenopati regional.
KOMPLIKASI1,4
1. Neuralgia
Pasca Herpes zoster (PHN) merupakan nyeri yang tajam dan spasmodik (singkat dan
tidak terus menerus) sepanjang nervus yang terlibat. Nyeri menetap di dermatom
yang terkena setelah erupsi. Herpes zoster menghilang, batasan waktunya adalah
nyeri yang masih timbul satu bulan setelah timbulnya erupsi kulit. Kebanyakan
nyeri akan berkurang dan menghilang spontan setelah 1-6 bulan.
2. Gangren
superfisialis, menunjukkan herpes zoster yang berat, mengakibatkan hambatan
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
3. Komplikasi
mata antara lain: keratitis akut, skleritis, uveitis, glaukoma sekunder,
ptosis, korioretinitis, neuritis optika, dan paresis otot penggerak bola mata.
4. Herpes
zoster diseminata/generalisata.
5. Komplikasi
sistemik, antara lain: endokarditis, meningosefalitis, paralisis saraf motorik,
progresif multifokal, leukoenchelopathy dan angitis serebral granulomatosa
disertai hemiplegi (dua terakhir ini merupakan komplikasi herpes zoter
optalmik).
PEMERIKSAAN PENUNJANG1
1. Tes
diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herpes
simpleks:
a. Tzanck
smear: mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes
zoster dan herpes simpleks.
b. Kultur
dari cairan vesikel dan tes antibodi: untuk membedakan diagnosis herpes virus.
2. Immunofluorescent
mengidentifikasi varicella di sel kulit.
3. Pemeriksaan
histopatologik.
4. Pemeriksaan
mikroskop elektron.
5. Kultur
virus.
6. Identifikasi
antigen/asam nukleat VVZ.
7. Deteksi
antibodi terhadap infeksi virus.
PENATALAKSANAAN1,2,6
1. Pengobatan
topikal
a. Pada
stadium vesikular diberi bedak salisil 2% atau bedak kocok kalamin untuk
mencegah vesikel pecah.
b. Bila
vesikel pecah dan basah diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik
atau kompres dingin dengan larutan Burrow 3x sehari selama 20 menit.
c. Apabila
lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik
(basitrasin/polisporin) utuk mencegah infeksi sekunder selama 3x sehari.
2. Pengobatan
Sistemik
a. Drug
of choice adalah acyclovir merupakan DNA
Polymerase Inhibitor yang dapat mengintervensi infeksi virus dan
replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan
keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topikal, atau
parenteral. Pemberian per oral mempunyai kelemahan, yaitu bioavaibilitas yang rendah
dan dosis diberikan lima kali sehari.7 Pemberian lebih efektif pada
hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang
kecil terhadap post terapeutik neuralgia. Pemberian secara intravena hanya pada
penderita dengan immunocompromised yang
berat atau tidak dapat diobati secara per oral. Dosis yang digunakan untuk
pemberian oral adalah 5x800 mg sehari dan biasanya diberikan selama 7 hari.
Bisa digunakan valasiklovir 3x1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma
yang tinggi.
b. Antiviral
lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara-A, Vira-A) dapat diberikan lewat
infus intravena atau salep mata.
3. Kortikosteroid
dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun
penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan
respon imun.
4. Analgesik
non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin
diberikan untuk menyembuhkan pruritus.
5. Penderita
dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung
hidung yang menunjukkan hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus,
harus ditangani dengan konsultasi optalmologis. Dapat diobati dengan salep mata
steroid topikal dan midriatik, antivirus dapat diberikan.
6. Neuralgia
Paska Herpes zoster
Bila
nyeri masih terasa meskipun telah diberikan asyclovir pada fase akut, sebagai gold standart maka dapat diberikan
golongan trisiklik, yaitu amitriptilin. Dosis yang dipakai sebagai anti nyeri
adalah lebih rendah daripada dosis sebagai antidepresan. Penggunaan
amitriptilin dosis rendah (10-50 mg) pada malam hari dapat mengurangi onset PHN
pada pasien herpes zoster. Menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin di
presinaps membran sel sehingga terjadi peningkatan konsentrasi serotonin dan
atau norepinefrin di susunan saraf pusat. Menghambat reuptake serotonin dan
norepinefrin di presinaps membran sel sehingga terjadi peningkatan konsentrasi
serotonin dan atau norepinefrin di susunan saraf pusat.8
PROGNOSIS4
1. Umumnya
baik, tergantung berat ringannya faktor predisposisi.
2. Pada
orang muda dan anak umumnya baik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Wuriyantoro. Herpes
Zoster. www.medicastore.com Diakses
pada 14 Februari 2011.
2.
Djuanda A, Hamzah M,
Aisyah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke lima. Fakultas Kedokteran
Indonesia. Jakarta. 2007.
3.
Herpes Zoster. www.mer-c.org.com diakses
pada 14 Februari 2011.
4.
Herpes Zoster. www.conectique.com diakses
pada 14 Februari 2011.
5.
Shingles. www.medlineplus.com diakses
pada 14 Februari 2011.
6.
AHFS. American Hospital
Formulary Service: Drug Infomation ed.88. 1987
7.
Kabulrachman. HERPES.
RSUP Dr.KARIADI. Grasia Offset. Semarang. 2007
8.
Amitriptilin. www.medicatherapy.com.
Diakses pada 14 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar