TINJAUAN PUSTAKA
- Fisiologi Cairan Serebrospinal (CSS)
Pada umur kehamilan 35 hari terlihat
pleksus khoroidalis sebagai invaginasi mesenkimal dari atap ventrikel IV,
lateralis dan ventrikel III. Pada saat kehamilan 50 hari sudah mulai terjadi
sirkulasi CSS secara normal, bersamaan dengan tiga peristiwa penting, yakni:
perforasi atap ventrikel IV oleh proses aktif diferensiasi, berkembangnya
fungsi sekresi pleksus khoroidalis dan terbentuknya ruang subarakhnoid.
Sebagian besar (80-90%) CSS dihasilkan oleh pleksus khoroidalis pada ventrikel
lateralis sedangkan sisanya (10-20%) di ventrikel III, ventrikel IV, juga
melalui difusi pembuluh-pembuluh ependim dan piamater. Proses pembentukan CSS
melalui dua tahap, yaitu:
Tahap ke I; pembentukan ultrafiltrat plasma oleh
tekanan hidrostatika, melalui celah endotel kapiler khoroid di dalam stroma
jaringan ikat di bawah epitel vili.
Tahap ke II; perubahan ultrafiltrat plasma ke
dalam bentuk sekresi oleh proses metabolisme aktif di dalam epitel khoroid.
Mekanisme dari proses ini belum diketahui secara
pasti, tetapi diduga merupakan aktivasi pompa Na-K-ATPase dengan bantuan enzim
karbonik anhidrase. Kecepatan pembentukan CSS 0,3-0,4 cc/menit atau antara
0,2-0,5% volume total per menit dan ada yang menyebut antara 14-38 cc/jam.
Sekresi total CSS dalam 24 jam adalah sekitar 500-600 cc, sedangkan jumlah
total CSS adalah 150 cc, berarti dalam 1 hari terjadi pertukaran atau
pembaharuan dari CSS sebanyak 4-5 kali/hari. Pada neonatus jumlah total CSS
berkisar 20-50 cc dan akan meningkat sesuai usia sampai mencapai 150 cc pada
orang dewasa.
Pada
hakekatnya susunan CSS sama seperti cairan interselular otak, ventrikel dan
ruang subarakhnoid. CSS setelah diproduksi oleh pleksus khoroideus pada
ventrikel lateralis akan mengalir ke ventrikel III melalui foramen Monro.
Selanjutnya melalui akuaduktus serebri (Sylvius) menuju ventrikel IV. Dari
ventrikel IV sebagian besar CSS dialirkan melalui foramen Luschka dan Magendie
menuju ruang subarakhnoid, setinggi medula oblongata dan hanya sebagian kecil CSS
yang menuju kanalis sentralis. Dalam ruang subarakhnoid CSS selanjutnya
menyebar ke segala arah untuk mengisi ruang subarakhnoid, serebral maupun
spinal. Kecepatan aliran CSS ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
·
Tekanan
CSS
·
Tekanan
dalam sinus durameter dalam sistem vena kortical
·
Tekanan
pada vili arakhnoid
Absorpsi CSS dilakukan oleh vili-vili arakhnoid
yang jumlahnya sangat banyak pada permukaan hemisferium serebri, basis serebri
dan sekeliling radiks nervi spinalis.
Vili arakhnoid yang besar dikenal sebagai
granulasi arakhnoid pacchioni yang merupakan jonjot piaarakhnoid yang luas
bersama lapisan dura yang menipis dan menonjol ke dalam ruang-ruang sinus
sagitalis superior. Vili arakhnoid terdiri dari anyaman-anyaman yang berupa
saluran. Anyaman ini bekerja sebagai katup yang memungkinkan adanya aliran CSS
yaitu dari ruang subarakhnoid menuju ke dalam aliran darah vena pada sinus
sagitalis superior. Apabila tekanan CSS melebihi tekanan vena maka katup akan
membuka dan mengalirkan CSS ke sinus. Akan tetapi apabila tekanan vena yang
meningkat maka vili arakhnoid akan mengalami kompresi dan katup akan menutup.
Perlu diketahui bahwa kemampuan vili-vili arakhnoid mengabsorpsi CSS adalah 2-4
kali lebih besar dari produksi CSS normal.
- Patogenesis
Pada prinsipnya hidrosefalus terjadi sebagai
akibat dari ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS. Adapun
keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan tersebut
adalah:
1. Disgenesis serebri.
46% hidrosefalus pada anak akibat malformasi otak
dan yang terbanyak adalah malformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi
serebral akibat kegagalan dalam proses pembentukan otak dapat menyebabkan
penimbunan CSS sebagai kompensasi dari tidak terdapatnya jaringan otak. Salah
satu contoh jelas adalah hidroanensefali yang terjadi akibat kegagalan
pertumbuhan hemisferium serebri.
2. Produksi CSS yang berlebihan.
Ini merupakan penyebab hidrosefalus yang jarang
terjadi. Penyebab tersering adalah papiloma pleksus khoroideus, hidrosefalus jenis
ini dapat disembuhkan.
3. Obstruksi aliran CSS.
Sebagian besar kasus hidrosefalus termasuk dalam
kategori ini. Obstruksi dapat terjadi di dalam atau di luar system ventrikel.
Obstruksi dapat disebabkan beberapa kelainan seperti: perdarahan subarakhnoid
post trauma atau meningitis, di mana pada kedua proses tersebut terjadi
inflamasi dan eksudasi yang mengakibatkan sumbatan pada akuaduktus Sylvius atau
foramina pada ventrikel IV. Sisterna basalis juga dapat tersumbat oleh proses
arakhnoiditis yang mengakibatan hambatan dari aliran CSS. Tumor fossa posterior
juga dapat menekan dari arah belakang yang mengakibatkan terjadinya hambatan
aliran CSS. Pada elongasi arteri basilaris dapat menimbulkan obstruksi secara
intermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan dengan pulsasi arteri yang
bersangkutan.
4. Absorpsi CSS berkurang.
Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan
gangguan absorpsi CSS, selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang
dapat menimbulkan kejadian tersebut adalah:
·
Postmeningitis.
·
Post
perdarahan subarakhnoid.
·
Kadar
protein CSS yang sangat tinggi.
5. Akibat atrofi serebri.
Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi
serebri, maka akan timbul penimbunan CSS yang merupakan kompensasi ruang
terhadap proses atrofi tersebut. Terdapat beberapa tempat yang merupakan
predileksi terjadinya hambatan aliran CSS, yaitu :
1.
Foramina
interventrikularis Monro, Apabila sumbatan terjadi unilateral maka akan
menimbulkan pelebaran ventrikel lateralis ipsilateral.
2.
Akuaduktus
serebri (Sylvius), Sumbatan pada tempat ini akan menimbulkan pelebaran kedua
ventrikel lateralis dan ventrikel III.
3. Ventrikel IV, Sumbatan pada ventrikel IV
akan menyebabkan pelebaran kedua ventrikel
lateralis, dan ventrikel III dan akuaduktus serebri.
4. Foramen mediana Magendie dan Foramina
lateralis Luschka, Sumbatan pada tempat-tempat ini akan menyebabkan pelebaran
pada kedua ventrikel latelaris, ventrikel III,akuaduktus serebri dan ventrikel IV. Keadaan ini dikenalsebagai
sindrom Dandy-Walker.
5. Ruang subarakhnoid disekitar medula-oblongata,pons,
dan mesensefalon,
Penyumbatan pada tempat ini akan menyebabkan pelebaran dari seluruh sistem
ventrikel. Akan tetapi apabila obstruksinya pada tingkat mensensefalon maka
pelebaran ventrikel otak tidak selebar seperti jika obstruksi terjadi ditempat
lainnya. Hal ini terjadi karena penimbunan CSS di sekitar batang otak akan
menekan ventrikel otak dari luar. Kelainan yang terjadi sebagai akibat dari
timbunan CSS baik karena obstruksi maupun gangguan absorpsi tergantung pada
saat terjadinya.
Apabila terjadi sebelum sutura-sutura menutup
(sutura menutup sempurna pada akhir tahun kedua), maka akan terjadi pelebaran
ventrikel secara massif dan akhirnya hemisfer serebri menipis berupa lingkaran
tipis yang disebut “cerebral mantle“. Hidrosefalus tipe ini dikenal sebagai
hidrosefalus infantil.
Selanjutnya apabila terjadinya penimbunan CSS
setelah sutura menutup sempurna maka akan berlaku hipotesis Monro-Kellie, di
mana ruang kranium yang dibatasi oleh tulang-tulang tengkorak bersama duramaternya
yang relatif tidak elastis akan membentuk suatu bangunan yang kaku.
Apabila terjadi peningkatan volume salah satu
isinya (jaringan otak, darah dan CSS) akan meningkatkan tekanan intrakranial.
Apabila terjadi peningkatan yang relatif kecil dari volume CSS tidak akan
segera diikuti dengan peningkatan tekanan intrakranial, sebab hal ini dapat
dikompensasi melalui beberapa cara, yaitu:
·
Pengurangan
volume darah intrakranial terutama dalam vena- vena dan sinus-sinus durameter.
·
Peregangan
dari durameter.
·
Elastisitas
dari otak.
Hanya apabila kapasitas mekanisme kompensasi
tersebut terlewati, maka tekanan intrakranial akan meningkat.
Hidrosefalus yang terjadi setelah sutura menutup
dengan sempurna dikenal sebagai hidrosefalus juvenile/adult. Suatu bentuk
hidrosefalus dengan tekanan CSS normal yang bersama-sama dengan 3 gejala
(trias) seperti: demensia, gangguan gaya jalan dan inkontinesia urin dikenal
sebagai hidrosefalus normo tensi (Normal Pressure Hydrocephalus). Hidrosefalus
normo tensi ini tidak jelas sebabnya, tetapi ada pendapat mengatakan bahwa
keadaan ini bisa terjadi akibat adanya obstruksi parsial dari vili
arakhnoidalis. Hidrosefalus normo tensi ini sering menyertai perdarahan
subarakhnoid, meningitis, trauma dan reaksi radiasi, di mana proses-proses di
atas tidak lagi progresif. Sehingga antara proses pembentukan dan absorpsi CSS
yang mula-mula tidak seimbang, lama kelamaan menjadi seimbang kembali.
- Klasifikasi
Hidrosefalus dapat diklasifikasikan berdasarkan
atas beberapa hal, yaitu:
I.
Anatomis:
A.
Hidrosefalus
tipe obstruksi/non komunikans.
B.
Hidrosefalus
tipe komunikans.
- Etiologinya
A. Tipe obstruktif ( non comunikans )
1.
Kongenital:
1.1. Stenosis akuaduktus serebri.
1.2. Sindroma Dandy-Walker (atresia
foramen Megendie dan Luschka).
1.3. Malformasi Arnold-Chiari.
1.4. Aneurisma vena Galeni.
2. Didapat:
2.1. Stenosis akuaduktus serebri (setelah
infeksi atau perdarahan).
2.2. Herniasi tentorial akibat tumor
supratentorial.
2.3. Hematoma intraventrikular.
2.4. Tumor:
·
Ventrikel
·
regio
vinialis
·
fosa
posterior
2.5. Abses/granuloma.
2.6. Kista arakhnoid.
B. Tipe komunikans:
1. Penebalan leptomeningens dan atau granulasi arakhnoid
akibat :
1.1. Infeksi
·
mikobakterium
TBC
·
kuman
piogenik
·
jamur;
cryptoccocus neoformans, coccidioides immitis.
1.2. Perdarahaan subarakhnoid
·
spontan
seperti pada aneurisma dan malformasi arteriol
·
venus
·
trauma
·
post
operatif
1.3. Meningitis karsinomatosa
·
Peningkatan
viskositas CSS, seperti
Kadar protein yang tinggi seperti pada perdarahan
subarakhnoid, tumor kauda ekuina, tumor intra-kranial neurofibroma akustik,
hemangioblastoma serebelum dan medula spinalis, neurosifilis, sindrom
Guillain-Barré. Produksi CSS yang berlebihan: Papiloma pleksus
khoroideus.Konsep hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans
(obstruktif) diperkenalkan pertama kali oleh Dandy. Hidrosefalus komunikans
masih terdapat hubungan antara sistem ventrikel dengan ruang subarakhnoid,
obstruksi dari aliran CSS terjadi di luar sistem ventrikel. Sedangkan pada
hidrosefalus non komunikans tidak didapat adanya hubungan tersebut. Pada
hidrosefalus non komunikans (obstruktif) terjadi obstruksi dari aliran CSS di
dalam sistem ventrikel.
Gambaran Klinis
1. Tipe Kongenital/Infantil (0-2 tahun)
Gejala yang menonjol pada tipe ini adalah :
Bertambah besarnya ukuran lingkar kepala anak
dibanding ukuran normal. Di mana ukuran lingkar kepala terus bertambah besar,
sutura-sutura melebar demikian juga fontanela mayor dan minor melebar dan
menonjol atau tegang. Beberapa penderita hidrosefalus kongenital dengan ukuran
kepala yang besar saat dilahirkan, sehingga sering mempersulit proses
persalinan, bahkan beberapa kasus memerlukan operasi seksio sesaria.Tetapi
sebagian besar anak-anak dengan hidrosefalus tipe ini, dilahirkan dengan ukuran
kepala yang normal. Baru pada saat perkembangan secara cepat terjadi perubahan
proporsi ukuran kepalanya. Akibat penonjolan lobus frontalis, berbentuk kepala
cenderung menjadi brakhisefalik, kecuali pada sindrom Dandy-Walker di mana
kepala cendrung berbentuk dolikhosefalik, karena desakan dari lobus oksipitalis
akibat pembesaran fossa posterior.
Sering dijumpai adanya “Setting Sun
Appearance/Sign”, yaitu adanya retraksi dari kelopak mata dan sklera menonjol
keluar karena adanya penekanan ke depan bawah dari isi ruang orbita, serta
gangguan gerak bola mata ke atas, sehingga bola mata nampak seperti matahari
terbenam. Kulit kepala tampak tipis dan dijumpai adanya pelebaran vena-vena
subkutan.
Pada perkusi kepala anak akan terdengar suara
“cracked pot”, berupa seperti suara kaca retak.
Selain itu juga dijumpai gejala-gejala lain
seperti gangguan tingkat kesadaran, muntah-muntah, retardasi mental, kegagalan
untuk tumbuh secara optimal. Pada pasien-pasien tipe ini biasanya tidak
dijumpai adanya papil edema, tapi pada tahap akhir diskus optikus tampak pucat
dan penglihatan menjadi kabur. Seca] pelan sikap tubuh anak menjadi fleksi pada
lengan dan fleksi atau ekstensi pada tungkal. Gerakan anak menjadi lemah, dan
kadang-kadang lengan jadi gemetar.
2. Tipe Juvenile/Adult (2-10 tahun)
Keluhan utama dari pasien dengan hidrosefalus tipe
ini sebagai akibat dari kenaikan tekanan intracranial yang terdiri dari nyeri
kepala, muntah-muntah, papil edema. Tekanan intrakranial meninggi oleh karena
ubun-ubun dan sutura sudah menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal
dan bioksipital. Aktivitas fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan
gangguan mental yang sering dijumpai seperti: respons terhadap lingkungan
lambat, kurang perhatian, tidak mampu merencanakan aktivitasnya. Gangguan pada
waktu melangkah, mula-mula didapat adanya penurunan kecepatan serta jarak, dan
pada akhirnya berupa pemendekan langkah dan kaku seperti pada pasien dengan
Parkinson arau ataksia serebeli. Lebih lanjut pasien tidak dapat berjalan tanpa
bantuan. Akibat adanya papil edema, ketajaman penglihatan akan menurun dan
lebih lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N. II
sekunder.
- Diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien
maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik
hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan tertentu berdasarkan tipenya:
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
Hidrosefalus tipe kongenital/infantil, yaitu :
ukuran kepala , adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial kronik berupa impressio digitate dan erosi prosessus klionidalis
posterior. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup
maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih
terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa
beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi
dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus lebar halo dari tepi sinar akan
terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai,
jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada
chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada
anak yang besar lingkaran kepala dapat, normal hal ini disebabkan oleh karena
hidrosefalus terjadi setelah penutupan sutura secara fungsional. Tetapi jika
hidrosefalus telah ada sebelum penutupan sutura kranialis maka penutupan sutura
tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni
atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior
langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka
akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang
besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang
dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini
sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah
memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih
terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar.
Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata
tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel
secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering
menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat
terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang
besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh
karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans
gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel
termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
6. Terapi
Prinsip pengobatan pasien dengan hidrosefalus
tergantung atas dua hal:
·
Ada
atau tidaknya fasilitas bedah saraf di rumah sakit tempat pasien dirawat.
·
Gawat
atau tidaknya pasien.
1. Terapi
medikamentosa
Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat,
terutama pada pusat-pusat kesehatan di mana sarana bedah saraf tidak ada.
Obat-obatan yang sering dipakai untuk terapi ini adalah:
Asetazolamid
cara pemberian dan dosis: Per oral, 2-3 x 125
mg/hari dosis ini dapat ditingkatkan maksimal 1.200 mg/hari.
Furosemid
cara pemberian dan dosis: Per oral, 1,2 mg/kg BB
1x/ hari atau injeksi IV 0,6 mg/kg
BB/hari. Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi.
2. Lumbal
pungsi berulang (serial lumbar puncture).
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal
menghentikan progresivitas hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Goldstein
dkk menghubungkan antara manfaat tekanan CSS yang menurun dengan absorpsi CSS
yang lebih mudah. Sedangkan Welch dan Friedmen menyatakan kecepatan absorpsi
CSS akan meningkat selama tekanan CSS naik secara perlahan-lahan, sampai pada
tekanan tertentu kecepatan absorpsi CSS akan menurun. Jadi dengan pungsi lumbal
berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan
absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah.
Indikasi
·
Umumnya
dikerjakan pada hidrosefalus komunikans terutama pada hidrosefalus yang terjadi
setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular-intraventrikular dan
meningitis TBC.
·
Lumbal
pungsi berulang juga diindikasikan pada hidrosefalus komunikans di mana shunt
tidak bisa dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi herniasi (impending
herniation).
Teknik :
·
LP
dikerjakan dengan memakai jarum ukuran 22, pada interspace L2-3 atau L3-4 dan
CSS dibiarkan mengalir di bawah pengaruh gaya gravitasi.
·
LP
dihentikan jika aliran CSS terhenti. Tetapi ada juga yang memakai cara setiap
LP CSS dikeluarkan 3-5 ml.
·
Mula-mula
LP dilakukan setiap hari, jika CSS yang keluar kurang dari 5 ml, LP diperjarang
(2-3 hari).
·
Dilakukan
evaluasi dengan pemeriksaan CT scan kepala setiap minggu.
·
LP
dihentikan jika ukuran ventrikel menetap pada pemeriksaan CT scan 3 minggu
berturut-turut.
Tindakan ini dianggap gagal
jika:
·
dilatasi
ventrikel menetap
·
cortical
mantel makin menipis
·
pada
lokasi lumbal pungsi terjadi jaringan sikatrik
·
dilatasi
ventrikel yang progresif
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada lumbal pungsi
berulang adalah:
·
herniasi
transtentorial atau tonsiler
·
infeksi
·
hipoproteinemia
dan gangguan ekektrolit.
3. Terapi
operasi
Pada pusat-pusat kesehatan yang memiliki
sarana bedah saraf, tetapi operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita
hidrosefalus. Pada penderita yang gawat dan sambil menunggu operasi penderita
biasanya diberikan:
·
Mannitol
(cairan hipertonik), dengan cara pemberian dan dosis:
·
per
infus, 0,5-2 g/kg BB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
Tidak
terdapat fasilitas bedah saraf.
Pasien
tidak gawat
Diberi terapi medikamentosa, bila tidak berhasil,
pasien dirujuk ke rumah sakit terdekat yang mempunyai fasilitas bedah saraf.
Pasien dalam keadaan gawat
Pasien segera dirujuk ke rumah sakit
terdekat yang mempunyai fasilitas bedah saraf setelah diberikan mannitol.
Terapi operatif pada pasien hidrosefalus :
1. “Third Ventrikulostomi”/Ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui
daerah khiasma optikum, dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang
sehingga CSS dari ventrikel III dapat mengalir keluar.
2. Operasi pintas / Shunting
Ada 2 macam:
Eksternal : CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia
luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang
untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
Internal :
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam
anggota tubuh lain
·
Ventrikulo-Sisternal,
CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
·
Ventrikulo-Atrial,
CSS dialirkan ke atrium kanan.
·
Ventrikulo-Sinus,
CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior.
·
Ventrikulo-Bronkhial,
CSS dialirkan ke Bronkhus.
·
Ventrikulo-Mediastinal,
CSS dialirkan ke mediastinum.
·
Ventrikulo-Peritoneal,
CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b. Lumbo Peritoneal Shunt
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke
rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara
perkutan.
Teknik Shunting
Sebuah kateter ventrikular dimasukkan
melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi
foramen Monro. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk
dilakukan analisis. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik
yang terletak proksimal dengan tipe bola atau diagfragma (Hakim, Pudenz, Pitz,
Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz).
Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H20.
Ventriculo-Atrial Shunt.
·
Ujung
distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung melalui v. jugularis
interna (dengan thorax x-ray à ujung distal setinggi 6/7).
Ventriculo-Peritoneal Shunt.
·
Slang
silastik ditanam dalam lapisan subkutan.
·
Ujung
distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak, dengan kumparan silang yang
banyak, memungkinkan tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh
memanjang.
Komplikasi “Shunting“
1. Infeksi
Berupa peritonitis, meningitis atau peradangan
sepanjang saluran subkutan. Pada pasien-pasien dengan VA Shunt. Bakteri aleni
dapat mengawali terjadinya “Shunt Nephritis” yang biasanya disebabkan
Staphylococcus epidermis ataupun aureus, dengan risiko terutama pada bayi.
Profilaksis antibiotik dapat mengurangi risiko infeksi.
2. Hematoma Subdural
Ventrikel yang kolaps akan menarik permukaan
korteks serebri dari duramater. Pasien post operatif diletakkan dalam posisi
terlentang mengurangi risiko sedini mungkin.
3. Obstruksi
Dapat ditimbulkan oleh:
·
Ujung
proksimal tertutup pleksus khoroideus.
·
Adanya
serpihan-serpihan (debris).
·
Gumpalan
darah.
·
Ujung
distal tertutup omentum.
Pada anak-anak yang sedang tumbuh dengan VA Shunt,
ujung distal kateter dapat tertarik keluar dari ruang atrium kanan, dan
mengakibatkan terbentuknya trombus dan timbul oklusi.
4. Keadaan CSS yang rendah
Beberapa pasien “Post shunting” mengeluh sakit
kepala dan vomiting pada posisi duduk dan berdiri, hal ini ternyata disebabkan
karena tekanan CSS yang rendah, keadaan ini dapat diperbaiki dengan jalan:
·
Intake
cairan yang banyak.
·
Katup
diganti dengan yang terbuka pada tekanan yang tinggi.
5. Asites oleh karena CSS
Asites CSS ataupun pseudokista pertama kali
dilaporkan oleh Ames, kejadian ini diperkirakan 1% dari penderita dengan VP
shunt. Adapun patogenesisnya masih bersifat kontroversial. Diduga sebagai
penyebab kelainan ini adalah pembedahan abdominal sebelumnya, peritonitis,
protein yang tinggi dalam CSS. Asites CSS biasanya terjadi pada anak dengan
tekanan intrakranial di mana gejala yang timbul dapat berupa distensi perut,
nyeri perut, mual dan muntah-muntah.
6. Kraniosinostosis
Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari pembuatan
shunt pada hidrosefalus yang berat, sehingga terjadi penututupan dini dari
sutura kranialis.
- Diagnosis Diferensial
Hidrosefalus perlu dibedakan dengan beberapa
keadaan yang menunjukkan pembesaran tidak normal dari kepala ataupun dengan
keadaan lainnya pada bayi seperti:
Megalencephaly: mirip seperti hidrosefalus tetapi
pada megalencephaly tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial dan
terdapat kelainan mental yang berat.
Efusi subdural khoronis: pada kelainan ini
terjadi pembesaran kepala, tetapi pada hidrosefalus perluasan skull lebih
sering terjadi pada daerah parietal dari pada frontal. Pada efusi subdural
khoronis transiluminasi positif di daerah frontoparietal tetapi negatif pada
hidrosefalus.
Pelebaran ventrikel sebagai akibat atrofi
serebral: kelainan sering pada penyakit degenerasi dan metabolik. Pada kelainan
ini lingkaran kepala normal.
Tumor otak: hidrosefalus dapat sebagai
akibat sekunder dari tumor otak terutama yang berlokasi di garis tengah otak.
Tumor di ventrikel III dan serebelelum dapat mengakibatkan pembesaran kepala
tanpa disertai gejalagejala neurologis fokal. Perlu dipertimbangkan adanya
tumor jika pembesaran kepala terjadi sangat cepat.
- Prognosis
Pada hidrosefalus infantil dengan operasi shunt
menunjukkan perbaikan yang bermakna. Jika tidak diobati 50-60% bayi akan tetap
dengan hidrosefalus atau mengalami penyakit yang berulang-ulang. Kira-kira 40%
dari bayi yang hidup dengan intelektual mendekati normal. Dengan pengobatan dan
pembedahan yang baik setidak-tidaknya 70% penderita dapat hidup hingga
melampaui masa anak-anak, dimana 40% diantaranya dengan intelegensi normal dan
60% sisanya mengalami gangguan intelegensi dan motorik.
BAB IV
KESIMPULAN
Hidrosefalus terjadi oleh karena terdapat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS. Ketidakseimbangan tersebut
dapat disebabkan oleh disgenesis serebri, produksi CSS yang berlebihan,
absorpsi CSS berkurang dan atrofi dari serebri.
Jika ditinjau dari segi etiologi, insidens
dari hidrosefalus sangat bervariasi, tetapi secara keseluruhan insidens
hidrosefalus diperkirakan 1:1.000.
Secara klinis dikenal 2 tipe hidrosefalus
yaitu tipe kongenital/infantil dan tipe juvenile/adult.
Prosedur diagnostik hidrosefalus di
samping didasarkan atas gejala klinis juga berdasarkan pemeriksaan-pemeriksaan
khusus.
Pada prinsipnya terapi hidrosefalus
terdiri dari terapi medikamentosa dan terapi operasi. Pemilihan dari cara
terapi tersebut sangat tergantung dengan ada tidaknya fasilitas bedah saraf dan
gawat tidaknya pasien.
Pada penderita hidrosefalus infantil jika
dilakukan operasi shunt menunjukkan perbaikan yang bermakna dan jika tidak
diobati 50-60 % penderita akan tetap dengan hidrosefalus.
Dengan pengobatan dan pembedahan yang baik
diperkirakan 70% dapat hidup hingga melampaui masa anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Duus
P. Diagnosis Topik Neurologi. Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi ke-11.
ECG. Jakarta: 1994.
2.
Lindsay
KW, Bone I. Neurology and Neurosurgery Illustrated. Edisi ke-4. Churchill
Livingstone. China: 2004.
3.
Stead
LG, Stead SM, Kaufman MS. First Aid for The Surgery Clerkship: A Student to
Student Guide. Mc Graw Hill Company. New York: 2003.
4.
BUKU
AJAR ILMU BEDAH edisi 2, R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. EGC, Jakarta 2004. (hal
809-810).
5.
ILMU
BEDAH SARAF, Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon, Ka.SMF Bedah Saraf RS. Dr. M.
Djamil, FK-UNAND Padang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar