ANEMIA DEFISIENSI BESI
PENDAHULUAN
Anemia
adalah keadaan berkurangnya jumlah total eritrosit dalam sirkulasi darah atau
penurunan kualitas maupun kuantitas hemoglobin.
Secara umum, anemia disebabkan oleh
:
1. gangguan dalam produksi eritrosit
2. kehilangan darah (akut atau kronik)
3. peningkatan destruksi eritrosit
Anemia
diklasifikasikan menurut etiologi dan morfologinya. Berdasarkan morfologinya
anemia dibagi atas :
1. anemia makrositik-normokromik
2. anemia mikrositik-hipokromik
3. anemia normositik-normokromik
Berdasarkan morfologinya, anemia
defisiensi besi termasuk ke dalam anemia mikrositik-hipokromik. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang
terjadi karena kekurangan zat besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah.
EPIDEMIOLOGI
Anemia
defisiensi besi adalah jenis anemia yang paling umum terdapat di dunia. Hampir seperlima dari populasi di dunia
menderita anemia defisiensi besi. Di Amerika Serikat, wanita lebih banyak menderita anemia
defisiensi besi dibanding pria, dimana tingkat insidensinya tertinggi pada usia
reproduktif dan menurun setelah menopause. Di negara berkembang, penyebab
anemia defisiensi besi terbanyak adalah kehamilan dan perdarahan kronik.
Kehilangan darah 2-4 ml/ hari cukup untuk dapat menyebabkan defisiensi besi.
Pada wanita, penyebab terbanyak anemia defisiensi besi adalah menoragi.
ETIOLOGI
Penyebab
dari anemia defisiensi besi secara umum disebabkan karena adanya keseimbangan
negatif Fe yang dapat dibagi atas :
1. Berkurangnya asupan Fe
-
Diet
tidak adekuat (malnutrisi)
-
Gangguan
absorpsi : operasi lambung, aklorhidria, penyakit celiac
2. Kehilangan Fe
-
Perdarahan
traktus gastrointestinal
-
Perdarahan
traktus urogenitalis
-
Hemoglobinuria
-
Hemosiderosis
pulmonari idiopatik
-
Teleangiektasia
hemoragik herediter
-
Gangguan
hemostasis
-
Gagal
ginjal kronik dan hemodialisa
3. Meningkatnya kebutuhan Fe
-
Anak-anak
-
Kehamilan
-
Laktasi
PATOFISIOLOGI
Zat Besi
Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh
kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan. Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan
kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai
ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan
ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang
terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan
Fe yang nonesensial.
Fe esensial ini terdapat pada :
1.
Hemoglobin 66 %
2.
Mioglobin 3 %
3.
Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron
misalnya sitokrom oksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak
0,5%
4.
Pada transferin 0,1 %.
Besi
nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin
sebanyak 25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.
Makanan
sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan
kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan.
Sedangkan nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau,
buah-buahan dan sereal. Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat rendah.
Heme-iron menyumbang hanya 1-2 mg zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber utama zat besi.
Metabolisme Zat Besi
Zat
besi dalam makanan biasanya dalam bentuk ferri ( Fe3+ ). Kemudian
akan direduksi oleh HCl lambung dan vitamin C dalam makanan menjadi ferro (Fe2+ ), dan masuk ke usus
halus. Zat besi berupa ferro diabsorbsi terutama didalam duedunum makin ke
distal absorbsinya makin berkurang.
Besi
diserap oleh epitel usus dengan bantuan protein transpor yang dikenal dengan
DMT 1 ( Divalen Metal Transporter ). DMT 1 juga memfasilitasi absorbsi logam
lain seperti Mg, Co, Zn dan Cd. Besi akan dibawa dari luminal ke bagian mukosa
epitel usus.
Proses
absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Heme-iron akan lebih mudah diserap
dibandingkan nonheme-iron
2. Ferro lebih mudah diserap daripada
ferri
3. Asam lambung akan membantu
penyerapan besi
4. absorbsi besi dihambat kompleks phytate
dan fosfat
5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih
tinggi dari orang dewasa karena proses pertumbuhan
6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein
7. Asam askorbat dan asam organik tertentu
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian
besar diatur dengan cara mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh
dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi sudah
terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan
menjadi sangat menurun. Sebaliknya
bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka kecepatan absorbsinya
akan sangat dipercepat.
Serum besi normal dalam plasma
sekitar 11-30 μmol/L, terdapat ritme diurnal
sehingga meninggi pada pagi hari. Besi yang dilepaskan dari sel mukosa akan
masuk ke dalam sistem darah porta dalam bentuk ferro. Setelah diabsorbsi Fe
dalam darah akan diikat oleh transferin ( β-globulin ) yang disintesis oleh hepar. Tiap molekul transferin akan
mengikat dua atom besi. Pengeluaran besi dari sel mukosa akan dipermudah oleh
derajat kejenuhan transferin dengan besi yang masih rendah. Besi yang terikat
oleh transferin segera diambil oleh sumsum tulang untuk proses eritropoesis.
Hanya retikulosit dan normoblast yang mampu menggunakan ferri yang terikat pada
transferin.
Transferin
kemudian akan berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada di dalam membran sel
eritroblas yang terdapat di dalam sumsum tulang. Selanjutnya dalam keadaan
masih terikat besi, transferin akan dicerna oleh eritroblas dengan cara
endositosis.
Besi di dalam tubuh penting untuk
pembentukan hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu protein konjugasi dengan berat
molekul 64.500 dalton. Molekul hemoglobin terdiri dari 4 subunit heme dan satu
protein yang dinamakan globin. Satu heme mampu mengangkut empat molekul oksigen
( delapan atom oksigen). Pembentukan heme terjadi secara bertahap dimulai dari
pembentukan kerangka porfirin yang berasal dari ikatan suksinil-koA dengan
glisin membentuk molekul pirol. Empat pirol bergabung membentuk protoporfirin IX, yang kemudian akan
berikatan dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya setiap molekul
heme akan bergabung dengan rantai polipeptida yang panjang yang disebut globin,
yang disintesis ribosom membentuk hemoglobin.
Kelebihan besi di dalam darah disimpan
dalam seluruh sel tubuh, terutama di hepatosit hati dan sedikit di sel-sel
retikuloendotelial sumsum tulang. Dalam sitoplasma sel, sebagian besar besi
bergabung dengan suatu protein, yakni apoferitin, untuk membentuk feritin. Besi
yang disimpan sebagai feritin disebut besi cadangan.
Feritin
tersimpan terutama didalam sel-sel retikuloendotelial seperti hati, limpa dan
sumsum tulang. Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam
proses eritropoesis. Selain disimpan dalam bentuk feritin, ada sedikit besi
yang disimpan dalam bentuk yang sama sekali tidak larut disebut hemosiderin.
Hal ini terjadi bila jumlah total besi dalam tubuh melebihi yang ditampung oleh
tempat penyimpanan apoferitin. Hemosiderin membentuk kelompok besar dalam sel.
Akibatnya dapat diwarnai dan dilihat secara mikroskopis sebagai partikel besar
dalam irisan jaringan dengan teknik histologis.
Jumlah besi yang dieksresikan setiap hari
adalah minimal, karena itu absorbsi besi harus diatur sedemikian rupa untuk
meghindari penumpukan besi yang berlebihan dalam tubuh. Jumlah ekskresi besi
dalam sehari adalah sebesar 0,5-1 mg/hari. Ekskresi berlangsung melalui epitel
kulit dan saluran cerna yang terkelupas. Selain itu eksresi juga melalui
keringat, urin, feses, serta rambut yang dipotong. Bila sampai terjadi
perdarahan jumlah besi yang hilang lebih banyak lagi.
Defisiensi
zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen besi
melampaui kecepatan asimilasinya. Defisiensi Fe merupakan hasil akhir
keseimbangan negatif Fe yang berlangsung lama
Terdapat tiga stadium defisiensi Fe,
yaitu:
1. Defisiensi Fe pre laten / deplesi Fe
Berkurangnya
cadangan Fe tanpa disertai berkurangnya kadar serum Fe.
2. Defisiensi Fe laten
Cadangan
Fe habis, tetapi kadar Hb masih di atas batas terendah kadar normal.
3. Anemia defisiensi Fe
Kadar Hb
di bawah batas terendah kadar normal.
Stadium perkembangan
defisiensi Fe dapat diukur dengan 4 pengukuran yang berbeda:
·
Serum feritin, untuk mengukur cadangan Fe
·
Saturasi transferin, mengukur suplai Fe ke jaringan.
·
Pengukuran hemoglobin dan hematokrit, pengukuran ini
mengindikasikan anemia.
·
Rasio dari mineral Zn protoporphyrin (erythrocyte
protoporphyrin) dengan Fe. Pengukuran ini merupakan indikator yang sensitive
untuk mengetahui suplai zat besi dalam pembentukan sel darah merah. Ketika
suplai besi tidak mencukupi untuk berikatan dengan porphyrin, maka ikatan besi
akan disubstitusi dengan zinc. Meskipun ikatan porphyrin-zinc dapat
berkombinasi dengan globin dan masuk ke sirkulasi, molekul ini tidak dapat
mengikat oksigen.
Gambaran laboratorium stadium perkembangan
defisiensi besi
|
Pre Laten
|
Laten
|
Anemia Defisiensi Fe
|
|
Dini
|
Lanjut
|
|||
Fe sumsum tulang
|
↓
|
-
|
-
|
-
|
Serum feritin
|
↓
|
< 12
|
< 12
|
< 12
|
Saturasi transferin
|
N
|
< 16%
|
< 16%
|
< 16%
|
FEP
|
N
|
↑
|
↑↑
|
↑↑
|
Hb
|
N
|
N
|
8-14
|
< 8
|
MCV
|
N
|
N
|
N atau
|
↓
|
FEP : Free
Erytrocyte Protoporphyrin
MANIFESTASI KLINIS
Gejala
klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh
penderita dan keluarga, yang ringan diagnosa ditegakan hanya dari laboratorium.
Gejala yang umum adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan kadar 6-10
g/dl terjadi kompensasi kompensasi yang efektif sehingga gejalanya hanya
ringan. Bila kadar Hb>5 g/dl gejala iritabel dan dan anoreksia akan tampak
lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut akan terjadi takikardi, dilatasi
jantung dan murmur sistolik, keluhan umum
anemia, lemah badan, mata berkunang-kunang, timbul secara perlahan-lahan dan
menahun, berdebar, riwayat perdarahan dan keluhan gagal jantung.
Gejala
lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi
seperti:
- Anemia
- Gangguan fungsi/struktur jaringan epitel: kulit kering, rambut kering
tipis, mudah dicabut, papil atrofi, glositis, stomatitis angular, fisura,
disfagia (sideropenik disfagia, sindroma Paterson-Kelly, sindroma
Plummer-Vinson), kuku tipis, kusam, koilonychia/spoon nail, Web, striktur
pada mukosa antar hipofaring dan esofagus, atropi lambung, aklorhidria
- Gangguan neuromuskular: gangguan fungsi otot, gangguan tingkah laku,
gangguan kemampuan, mempertahankan suhu tubuh di udara dingin, neuralgia,
gangguan vasomotor, peningkatan tekanan intrakranial, papiledema,
pseudotumor serebri
- Gangguan imunitas seluler dan peningkatan kepekaan terhadap infeksi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Seseorang dikatakan
mengalami anemia defisiensi zat besi bila hasil pemeriksam laboratoriumnya
menunjukan data sebagai berikut:
1. Apus darah tepi:
Eritrosit : hipokrom mikrositer
Leukosit : jumlahnya normal, granulositopenia ringan
dan terdapat mielosit
Trombosit : biasanya meningkat sampai dua kali trombosit
normal
2. Apus sumsum tulang :
hyperplasia
eritropoiesis dengan kelompok-kelompok normoblas basofil. Bentuk pronormoblas,
normoblas kecil-kecil dengan sitoplasma ireguler, sideroblas negatif.
3. Nilai absolute menurun
4. Retikulosit menurun
5. Fe serum rendah
6. TIBC (Total Iron Binding
Capasity) meningkat
7. Feritin menurun
Morfologi Hipokrom Mikrositer
DIAGNOSIS
Dari manifestasi klinik
dan pemeriksaan laboratorium di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menegakkan
diagnosis anemia defisiensi besi dapat berdasarkan pada:
- Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber
perdarahan.
- Laboratorium : anemia hipokrom mikrositer, Fe serum rendah, TIBC
tinggi, nilai absolut menurun, saturasi transferin menurun serta pada sediaan apus darah tepi
terdapat pencil cell dan juga target cell.
- Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang ( sideroblast negatif ).
- Adanya respon yang baik terhadap pemberian Fe.
TERAPI
Pada
dasarnya terapi anemia ini ditujukan untuk menentukan penyebab dari defisiensi
Fe, kemudian mengeliminasi penyebab defisiensi Fe tersebut baru setelah itu
terapi Fe.
1. Terapi Oral
Senyawa zat besi yang sederhana
dan diberikan peroral tablet sulfat ferosus, fero fumarat atau fero glukonat,
dengan dosis harian 200 mg Fe / hari. Penyerapan akan lebih baik jika lambung
kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek
samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat
menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi
bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi absorbsi
obat sekitar 40-50%.
2. Terapi parental
Pemberian besi secara IM
menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar
Hb tidak lebih baik dibanding peroral.
Indikasi
parenteral:
-
Tidak dapat mentoleransi Fe oral
-
Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat
dikompensasi dengan Fe oral.
-
Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan
pemberian Fe oral (colitis ulserativa).
-
Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.
-
Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa
Preparat yang
sering diberikan adalah dekstrsan besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml.
Dosis dihitung berdasarkan
Dosis besi
(mg)= 15 - Hb penderita x BB(kg) x 3
(mg) , maksimum 100 mg/hari
3. Respon Terapi
Respon hematologis yang paling
dini adalah peningkatan retikulosit yang mencapai maksimal (5-10%) pada hari ke
5-10 setelah terapi. Pada hari ke 18 pengobatan, peningkatan hemoglobin
diharapkan mencapai setengah antara kadar hemoglobin awal dan hemoglobin normal.
Setelah 3 minggu pengobatan, peningkatan kadar hemoglobin harus mencapai 59%.
4. Lama Terapi
Terapi Fe diteruskan sampai 4-6
bulan setelah hemoglobin normal untuk mengisi cadangan Fe.
PROGNOSIS
Prognosis
baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
ANEMIA APLASTIK
DEFINISI
Anemia aplastik adalah anemia dengan
karakteristik adanya pansitopenia disertai hipoplasia/aplasia sumsum tulang
tanpa adanya penyakit primer yang mensupresi atau menginfiltrasi jaringan
hematopoietik.
Selain
istilah anemia aplastik, masih ada istilah-istilah lain seperti anemia
hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif,
aleukia hemoragika, panmieloftisis, dan anemia paralitik toksik.
Anemia
aplastik dapat diwariskan atau didapat. Perbedaan antara keduanya bukan pada
usia pasien, melainkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium. Oleh
karena itu, pasien dewasa mungkin membawa kelainan herediter yang muncul di
usia dewasa.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi
anemia aplastik didapat berkisar antara 2 – 6 kasus per 1 juta penduduk per
tahun. Penyakit ini lebih banyak ditemukan di belahan Timur dunia daripada
belahan Barat.
Anemia
aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 – 25 tahun, puncak insidensi yang
lebih jarang muncul setelah usia 60 tahun. Insidensi sesuai jenis kelamin
bervariasi secara geografis. Perjalanan penyakit pada pria lebih berat daripada
wanita. Perbedaan umur dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh risiko
pekerjaan, sedangkan perbedaan geografis mungkin disebabkan oleh pengaruh
lingkungan.
KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi,
anemia aplastik didapat dapat dibagi menjadi anemia aplastik tidak berat,
berat, atau sangat berat. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan
sebagian besar tidak membutuhkan terapi.
- Anemia
aplastik tidak berat
Sumsum tulang hiposelular namun sitopenia
tidak memenuhi kriteria berat
- Anemia
aplastik berat
- Selularitas sumsum tulang <25%
- Sitopenia sedikitnya 2 dari 3 seri sel
darah:
hitung neutrofil <500/mL
hitung trombosit < 20.000/mL
hitung retikulosit absolut < 60.000/mL
- Anemia
aplastik sangat berat
Anemia aplastik berat dengan hitung
neutrofil < 200/mL
Sumber: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Anemia
Aplastik. Jilid II. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2006
Kriteria Anemia Aplastik Berat (International
Aplastic Anemia Study Group)
- Darah tepi : - Netrofil <500/mm3
-
Trombosit <20.000/mm3
- Retikulosit < 1% (setelah koreksi)
- Sumsum tulang: - hiposelularitas berat (selularitas <25%
- hiposelularitas
sedang (selularitas <50%) dengan sel hematopoietik <30%
- Anemi
aplastik berat : 2 atau 3 kriteria
darah tepi dan 1
kriteria sumsum tulang diatas
ETIOLOGI
1. Didapat
a. Zat kimia dan fisika
Ø Zat yang selalu menyebabkan aplasia pada
dosis tertentu: radiasi, bensen, arsen, sulfur, nitrogen mustard,
antimetabolit, antimitotik (kolkisin, daunorubisin, adriamisin)
Ø Zat yang kadang-kadang menyebabkan
hipoplasia: kloramfenikol, kuinakrin, metilfenilhidantoin, trimetadion,
fenilbutazon, senyawa emas.
b. Infeksi virus: hepatitis, epstein-barr, HIV,
dengue
c. Infeksi mikobakterium: tuberkulosis milier
d. Idiopatik
2. Familial
Sindroma Fanconi
PATOFISIOLOGI
Kegagalan
produksi eritrosit, lekosit, dan trombosit merupakan kelainan dasar pada anemia
aplastik yang dapat disebabkan oleh:
1. Defek
kualitatif populasi stem cell
2. Defek
microenvironment sumsum tulang
3. Gangguan produksi/efektivitas
hematopoietik growth factors atau supresi imun
MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
- Riwayat
penyakit
-
Adanya
riwayat terpapar zat kimia, obat-obatan, radiasi atau infeksi yang mungkin
menyebabkan aplasia.
-
Gejala
anemia seperti pusing, lemah badan, pandangan berkunang-kunag, berdebar, pucat,
sesak nafas
-
Gejala
infeksi seperti demam, sakit kepala dan batuk, yang terjadi akibat leukopeni
-
Gejala
perdarahan yang terjadi akibat trombositopeni, adanya gejala mudah memar atau
perdarahan yang dapat terjadi di semua organ
-
Asimtomatik
- Tanda dan
gejala klinik
-
Tanda-tanda
anemia: pucat pada konjungtiva, mukosa
mulut, telapak tangan, jaringan di bawah kuku
-
Tanda-tanda
infeksi: demam
-
Tanda-tanda
perdarahan: pada kulit, gusi, mata, hidung, saluran cerna, vagina
-
Tidak
ada pembesaran organ/infiltrasi. Kadang ditemukan hepatomegali, tetapi sangat
jarang. Adanya splenomegali
dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.
- Diagnosis
a. Laboratorium
Ø Darah tepi :
-
anemia
normokrom normositer, kadang ditemukan makrositosis, ansiositosis, dan
poikilositosis. Adanya
eritrosit muda atau leukosit muda
menandakan bukan anemia aplastik
-
pansitopenia
perifer, pada awal penyakit tidak selalu ditemukan. Limfositosis relatif
terdapat pada >75% kasus. Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah
Ø Laju endap darah: selalu meningkat,
sebagian besar > 100 mm/jam pertama
Ø Waktu perdarahan: memanjang, retraksi
bekuan buruk, faal hemostasis lainnya normal
Ø Sumsum tulang: aplasia atau hipoplasia
dengan infiltrasi sel lemak
Ø Ham’s test: perlu dilakukan karena PNH
dapat memperlihatkan pansitopenia perifer dengan sumsum tulang yang hipoplastik
Ø Lain-lain: defisiensi imun, pemeriksaan
kromosom
b. Radiologis
Ø Nuclear Magnetic Resonance Imaging
Ø Radionuclide Bone Marrow Imaging
Untuk mengetahui luasnya
kelainan yang mengenai sumsum tulang.
DIAGNOSIS BANDING
- Penyakit
yang menginfiltrasi sumsum tulang:
Aleukemik leukemia, mieloma multipel,
metastase karsinoma, limfoma, mielofibrosis
- Penyakit
yang mengenai limpa:
Splenomegali kongestif, limfoma
- Defisiensi
B12 atau folat
- Lupus
Eritematosus Sistemik
- Paroksisimal
Nokturnal Hemoglobinuria
PENATALAKSANAAN
a. Menghindari
kontak dengan toksin/obat penyebab
b. Menghindari
kontak dengan penderita infeksi
c. Transfusi:
- PRC
- Trombosit: profilaksis pada
penderita dengan trombosit <10.000-20.000/mm3, bila didapatkan
adanya infeksi, perdarahan, demam.
- Granulosit: tidak bermanfaat
sebagai profilaksis. Dapat dipertimbangkan pemberian 1 x 1010
netrofil selama 4-7 hari pada infeksi bakterial yang tidak berespon dengan
pemberian antibiotik
d. Penanganan
infeksi
e. Transplantasi
sumsum tulang
Merupakan terapi terpilih untuk penderita
usia muda (<40 tahun) dengan anemia aplastik berat.
f. Imunosupresif
- ATG (anti
thymocyte globulin)
Dosis: 10-20
mg/kgBB/hari, diberikan selama 4-6 hari. Untuk mencegah serum sickness, diberi
Prednison 40 mg/m2/hari selama 2 minggu, kemudian tappering.
- Cyclosporin A
Dosis:
3-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, penyesuaian dosis dilakukan setiap minggu untuk
mempertahankan kadar dalam darah 400-800 mg/ml.
Pengobatan
diberikan minimal selama 3 bulan, bila ada respon, diteruskan sampai respon
maksimal, kemudian dosis diturunkan dalam beberapa bulan.
- Kombinasi ATG dan Cyclosporin A
g. Stimulasi
hematopoiesis dan regenerasi sumsum tulang
- Recombinant human granulocyte – macrophage
colony stimulating factor
- Androgen: testosteron/ metil
testosteron, 1-2 mg/kgBB/hari per oral, selama 3- 6 bulan
- Kortikosteroid: prednison 1-2
mg/kgBB/hari per oral, diberikan maksimum 3 bulan
PROGNOSIS
Prognosis
pada penderita anemia aplastik tergantung pada tingkat hipoplasia sumsum
tulang, makin berat hipoplasia makin buruk prognosis.
Perjalanan penyakit bervariasi, 25%
penderita bertahan hidup selama 4 bulan, 25% selama 4-12 bulan, 35% selama
>1 tahun, 10-20% penderita mengalami perbaikan spontan (pardial/komplit).
Dengan transplantasi sumsum tulang, kelangsungan hidup 6 tahun mencapai 72%,
sedangkan dengan terapi imunosupresif mencapai 45%.
ANEMIA HEMOLITIK
DEFINISI
Anemia hemolisis adalah anemia yang
disebabkan adanya peningkatan destruksi eritrosit yang melebihi kemampuan
kompensasi eritropoiesis sumsum tulang.
ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Pada prinsipnya anemia hemolisis
dapat terjadi kerana :
1) Defek
molekular: hemoglobinopati atau
enzimopati
2) Abnormalitas
struktur dan fungsi membran-membran
3) Faktor
lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi
Berdasarkan
etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi :
Anemia hemolisis herediter
Hemolisis sel eritrosit yang termasuk kelompok ini adalah :
-
Defek enzim/enzimopati
- Defek jalur Embden Meyerhof
-
Defisiensi piruvat kinase
-
Defisiensi glukosa fosfat isomerase
-
Defisiensi fosfogliserat kinase
-
Hemoglobinopati
-
Talasemia
- Anemia sickle cell
-
Hemoglobinopati lain
-
Defek membran (membranopati): sferositosis
herediter
Anemia hemolisis didapat
Hemolisis
sel eritrosit yang termasuk kelompok ini
adalah :
- Anemia
hemolisis imun, misalnya :idiopatik, keganasan, obat-obatan, kelainan
autoimun, infeksi dan tranfusi.
-
Mikroangiopati, misalnya: Trombotik Trombositopenia Purpura Diseminata
(KID)/Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC), preeklampsia, eklampsia,
hipertensi maligna, katup prostetik
- Infeksi,
misalnya: infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi Clostridium
Anemia hemolisis imun
Hemolisis
terjadi kerana keterlibatan antibodi yang biasanya IgG atau IgM yang spesifik
untuk antigen eritrosit pasien(selalu disebut autoantibodi)
Anemia hemolisis non imun
Hemolisis
terjadi tanpa keterlibatan immunoglobulin tetapi kerana faktor defek molekular,
abnormalitas struktur membran, faktor lingkungan yang bukan autoantibodi
seperti hipersplenisme, kerusakan mekanik eritrosit kerana mikroangiopati atau
infeksi yang mengakibatkan kerusakan eritrosit tanpa mengikutsertakan mekanisme
imunologi seperti malaria, babesiosis, dan klotridium.
PATOFISIOLOGI
Pada stimulasi maksimal, sumsum
tulang dapat mengalami hiperplasia sampai 6-8 kali. Apabila terjadi peningkatan
destruksi eritrosit yang melebihi kemampuan maksimal kompensasi eritropoiesis
sumsum tulang, barulah terjadi anemia.
Hemolisis dapat terjadi
intravaskular dan ekstravaskular. Hal
ini tergantung pada patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis
intravaskular, destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah.
Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen dan aktivasi sel permukaan atau
infeksi yang langsung mendegradasi dan mendestruksi membran sel eritrosit.
Hemolisis intravaskular jarang terjadi.
Hemolisis
yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskular. Pada hemolisis
ekstravaskular destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem retikuloendotelial
kerana sel eritrosit yang telah mengalami perubahan membran tidak dapat
melintasi sistem retikuloendotelial sehingga digagositosis dan dihancukan oleh
makrofag.
Hemolisis
dapat disebabkan oleh :
-
Defek protein membran sel (ketidakstabilan
sitoskleton eritrosit) yang terjadi pada Paroksismal nocturnal hemoglobinuria.
-
Abnormalitas membrane
surface area eritrosit pada anemi bulan sabit.
-
Perlekatan kompleks antigen antibodi pada
permukaan eritrosit yang dihancurkan di sistem retikuloendothelial atau melalui
aktivasi komplemen pada anemia hemolitik autoimun.
-
Abnormalitas glikolisis eritrosit yang
mengakibatkan gangguan fungsi membran eritrosit pada defisiensi piruvate
kinase.
-
Abnormalitas pada jalur HMP (Hexose monophosphate) eritrosit yang
mengakibatkan kerentanan eritrosit terhadap oksidan berkurang pada defisiensi
G6PD.
-
Deformitas membran yang mengakibatkan
peningkatan fragilitas eritrosit seperti pada struktural hemoglobinopati.
-
Defek sintesis rantai hemoglobin yang
mengakibatkan presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, kerusakan membrane sel
eritrosit pada penderita talasemia.
-
Invasi organisme pada eritrosit pada malaria.
-
Toksin terhadap membran lipid eritrosit pada
penyakit klostridium.
-
Efek
langsung panas terhadap eritrosit yang mengakibatkan denaturasi protein
sitoskeletal, deformabilitas seluler dan penurunan elastisitas eritrosit.
RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat penyakit anemia hemolitik
dapat asimptomatik maupun akut dan berat. Keluhan yang sering didapatkan pada
keadaan akut dan berat pada umumnya berupa:
-
Mendadak
mual-mual, panas bdan, muntah, menggigil, nyeri perut, pinggang dan
ekstrimitas, lemah badan, sesak nafas dan pucat.
-
gangguan kardiovaskuler
-
Buang air kecil yang berwarna merah atau gelap.
Pada
penderita dengan penyakit kronis, keluhan yang sering ditemukan adalah keluhan
lemah badan yang berlangsung dalam periode beberapa minggu sampai bulan.
MANIFESTASI KLINIS
Pada
pemeriksaan fisis penderita anemia hemolitik sering ditemukan :
1.
Bentuk asimptomatik tanpa gejala
2.
Bentuk sedang berat dengan tanda dan gejala klinik
disertai dengan kulit yang pucat dan adanya ikterus ringan (subikterik).
3.
Splenomegali
4.
Petekhie, purpura yang dapat ditemukan pada sindroma
Evan's
5.
Hemolisis kongenital di mana dapat ditemukan Tower skull (tengkorak bentuk menara),chipmunk face(facies rodent),pertumbuhan
badan yang terganggu, ulkus tungkai, kardiomegali, bising sistolik dan edema.
6.
Serta gejala komplikasi seperti kolelitiasis /
kolesistitis, hepatitis pasca transfusi, dan hemokromatosis.
Selain hal-hal umum yang dapat
ditemukan pada anemia hemolisis di atas, perlu dicari saat anamnesis dan
pemeriksaan fisik hal-hal yang bersifat khusus untuk anemia hemolisis tertentu.
Misalnya, ditemukannya ulkus tungkai pada anemia sickle cell.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Retokulositosis
merupakan indikator terjadinya hemolisis. Retikulositosis mencerminkan adanya
hiperplasia eritropoiesis di sumsum tulang teteapi biopsi sumsum tulang tidak
selalu diperlukan. Retikulositosis dapat diamati segera, 3-5 hari setelah
penurunan hemoglobin. Diagnosa banding retikulositosis adalah pendarahan aktif,
mielofisis dan perbaikan supresi eritropoesis.
Anemia pada hemolisis biasanya
normositik, meskipun retikulositosis meningkatkan ukuran mean corpuscular volume. Pada sediaan apus darah tepi akan
ditemukan anisositosis, polikromasi dengan normoblast, lekosit bergeser ke
kiri. Morfologi eritrosit dapat menunjukkan adanya hemolisis dan penyebabnya.
Misalnya sferosit pada sferositosis herediter, anemia hemolitik autoimun; sel
target pada thalasemia, hemoglobinopati, penyakit hati; schistosit pada
mikroangiopati, prostesis intravaskular dan lain-lain.
Baik hemolisis intravaskular maupun
ekstravaskular meningkatkan katabolisme heme dan pembentukan bilirubin tidak
terkonjugasi. Hemoglobin bebas hasil hemolisis terikat dengan haptoglobin.
Hemoglobin-haptoglobin ini segera dibersihkan oleh hati hingga kadar
haptoglobin menjadi rendah sampai tidak terdeteksi. Pada hemolisis
intravaskular kadar hemoglobin bebas dapat melebihi kadar haptoglobin sehingga
hemoglobin bebas difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorbsi oleh tubulus
proksimal dan mengalami metabolisme. Hasil metabolisme di ginjal ini menghasilkan ikatan antara besi heme dengan
simpanan protein (feritin dan hemosiderin). Selanjutnya hemosiderin dikeluarkan
ke urin dan terdeteksi sebagai hemosiderinuria. Pada hemolisis intravaskular
yang masif, ambang kapasitas absorbsi hemoglobin oleh tubulus proksimal
terlewati, sehingga hemoglobin dikeluarkan ke urin dalam bentuk hemoglobinuria.
Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan untuk mengetahui etiologi adalah:
- Coomb's test untuk hemolitik autoimun
- Ham's test untuk PNH
- G6PD untuk defisiensi G6PD
- Piruvat
kinase untuk defisiensi piruvat kinase
- Hb elektroforesa untuk talasemia
- Test fragilitas osmotik untuk sferositosis herediter
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding yang sering
dikaitkan dengan anemia hemolitik adalah :
-
Anemia pernisiosa
-
Anemia defisiensi Fe stadium awal
-
Anemia pasca pendarahan masif
-
Eritrolekemi
-
Anemia aplastik (pada krisis aplastik dari anemia
hemolitik)
-
Myelofibrosis
TERAPI
Terapi buat penderita hemolitik
anemia bergantung kepada etiologinya yang tersendiri.
a) Anemia Hemolitik autoimun:
- Glukokortikoid
Prednison 40mg/m2 luas permukaan tubuh (LPT)/
hari respon biasanya terlihat setelah 7 hari, retikulosit meningkat, Hb
meningkat 2-3gr%/minggu. Bila Hb sudah mencapai 10gr%, dosis steroid dapat
diturunkan dalam 4-6 minggu sampai 20 mg/m2 LPT/hari ; kemudian
diturnkan selama 3-4 bulan. Beberapa kasus memerlukan prednison dosis
pemeliharaan 5-10mg selang sehari.
- Splenektomi
Dilakukan buat kasus yang tidak berespon dengan pemberian
glukokortikoid.
- Imunosupresif
Pada kasus gagal steroid dan tidak memungkinkan
splenektomi. Azatioprin :80mg/m2/hari atau Siklofosfamid 60-75mg/m2/hari. Obat
imunosupresif diberikan selama 6 bulan, kemudian tappering off, biasanya
dikombinasikan dengan Prednison 40mg/ m2LPT/ hari. Dosis prednison diturunkan
bertahap dalam waktu 3 bulan.
- Immunoglobulin
intravena
Dosis 0.4gr/kgBB/hari sampai 1gr/kgBB/hari selama 5 hari.
- Danazol
Dosis 600-800mg/hari, bila ada respon, dosis diturunkan menjadi
200-400mg/ hari. Diberikan dengan prednison.
b) Obati penyakit dasar :
SLE,infeksi,malaria, keganasan.
c) Memberhentikan obat-obat yang diduga
menjadi penyebab.
d) Kelainan Kongenital
Talasemia :
-
Transfusi berkala, pertahankan Hb 10gr%
-
Desferal (deferoxamine) untuk mencegah penumpukan besi.
- Diberikan bila serum feritin mencapai
1000ug / dL biasanya setelah labu ke 12-15
- Dosis inisial : 20mg/kgBB, diberikan 8-12jam
infus sub kutan di dinding anterior abdomen, selama 5 hari/ minggu.
- Diberikan bersama dengan 100-200mg vit C
peroral untuk meningkatkan ekskresi Fe.
- Pada
keadaan penumpukanFe berat , terutama disertai komplikasi jantung dan endokrin ,
deferoxamine diberikan 50 mg/kg BB secara infus kontinu intravena.
Sferositosis
Herediter:
- Splenektomi , umur optimal 6-7
tahun , kontraindikasi : limfopeni, hipogamaglobulinemi.
e) Bila perlu transfusi darah : washed red
cell ( pada hemolitik autoimmune), packed red cell
f) Pada hemolisis kronik, diberikan Asam
folat 0.15-0.3mg/ hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
g) HUS
(Hemolytic Uremic Syndrome):
Adanya triad: hemolitik
mikroangiopati, trombositopeni, gagal ginjal akut.
- terapi suportif, perhatikan balans cairan,
transfusi (pertahankan Hb 9gr%) jangan beri suspensi trombosit.
- dialisis
h) TTP
(Thrombocytopenic Purpura)
Adanya tanda : gangguan neurologik, anemia
hemolitik, trombositopenia, gangguan fungsi ginjal, demam.
- terapi : kortikosteroid, prednisone 200mg/hari
atau metil prednisolon 0.75mg/kg IV tiap 12 jam, bila tidak ada respon,
dilakukan plasmapheresis dengan FFP 3 - 4L/hari.
PROGNOSIS
Tergantung penyakit dasar, dapat mengalami
krisis aplastik, krisis hemolitik dan krisis megaloblastik, yang ditandai
penurunan kadar hemoglobin secara cepat dan dramatis.
1. Krisis aplastik:
Merupakan
krisis yang paling sering terjadi, disebabkan kegagalan sementara produksi
eritrosit. Pada sebagian besar kasus hal ini disebabkan infeksi B19 human
parvovirus (HPV). Terjadi penurunan kadar hemoglobin disertai penurunan
retikulosit (biasnya<1%)
2. Krisis hemolitik:
Terjadi
penurunan kadar hemoglobin kerana peningkatan destruksi eritrosit yang
kemungkinan disebabkan peningkatan aktivitas limpa. Pada keadaan ini terdapat
peningkatan retikulosit, ikterik bertambah dan lien membesar.
3. Krisis megaloblastik:
Terjadi
sebagai komplikasi defisiensi folat, onset biasanya lebih lambat dari krisis
apalstik dan krisis hemolisis dan tidak berhubungan dengan infeksi.
- Anemia hemolitik autoimun idiopatik (warm
antibodi): Perjalanan penyakit bervariasi, mengalami remisi dan relaps,
mortilitas mencapai 46%. Kelangsungan hidup 10 tahun sebesar 73%.
- Cold-aglutinin disease: Pada yang idiopatik
prognosis relatif baik, dapat bertahan hidup sampai beberapa tahun. Pada post
infeksi biasanya self limited, penyembuhan terjadi dalam beberapa minggu.
- Paroxysmal cold hemoglobinuria : Pada post
infeksi biasanya mengalami penyembuhan spontan dalam beberapa hari sampai
beberapa minggu. Pada kasus idiopatik, penderita dapat bertahan idup selama
bertahun-tahun disertai hemolisis paroksismal.
- Hemolisis imun kerana obat biasanya ringan,
prognosis baik, kadang-kadang dapat terjadi hemolisis berat dengan gagal
ginjal.
- Talasemia : Transfusi adekuat dan terapi
chelation desferoxamine memperbaiki prognosis penderita B-talasemia mayor.
ANEMIA MEGALOBLASTIK
DEFINISI
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan
oleh abnormalitas hematopoiesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan
sitoplasme sel mieloid dan eritroid, sebagai akibat gangguan sintesis DNA.
ETIOLOGI
1.
Defisiensi Asam Folat:
a.
Asupan kurang :
ù Gangguan
nutrisi : alkoholisme, bayi prematur, orang tua, hemodialisis, anoreksia
nervosa
ù Malabsorpsi
: alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi parsial,
reseksi usus halus, penyakit Chron’s, skleroderma, obat antikonvulsan
(fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazin, kolestiramine, limfoma
intestinal, hipotiroidisme
b.
Peningkatan kebutuhan : kehamilan, anemia hemolitik,
keganasan, hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropiesis yang tidak
efektif (anemia pernisiosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik,
mielofibrosis)
c.
Gangguan metabolisme folat : alkoholisme, antagonis
folat (metotreksat, pirimetamin, trimetoprim), defisiensi enzim
d.
Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis
non alkoholik, hepatoma
2.
Defisiensi vitamin B12:
a.
Asupan kurang : vegetarian
b.
Malabsorpsi :
ù Dewasa :
anemia pernisiosa, gastrektomi parsial / total, gastritis atrofikan, tropical sprue, blind loop syndrome
(operasi striktur, divertikel, reseksi ileum), penyakit Chron’s, parasit (Diphyllobothrium latum), limfoma usus
halus, skleroderma, obat-obat (asam paraaminosalisilat, kolsisin, neomisin,
etanol, KCl)
ù Anak-anak
: anemia pernisiosa, gangguan sekresi faktor intrinsik lambung, gangguan fungsi
faktor intrinsik lambung, Imerslund-Grasbeck
syndrome (gangguan reseptor kobalamin di ileum)
c.
Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim,
abnormalitas protein pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan
nitrit oksida yang berlangsung lama
EPIDEMIOLOGI
Di
USA, karena etiologi dari anemia megaloblastik beragam, maka menentukan
perkiraan frekuensi anemia megaloblastik menjadi sulit. Frekuensi anemia
pernisiosa dikatakan tinggi di Swedia ,
Denmark , dan United Kingdom
(100 – 130 kasus per 100.000 populasi). Frekuensi anemia megaloblastik lebih
tinggi pada negara-negara yang mengalami malnutrisi dan suplementasi vitamin
untuk orang-orang tua dan wanita hamil tidak tersedia.
Literatur
lama menyebutkan bahwa anemia pernisiosa terutama mengenai orang kulit putih
dan keturunan Skandinavia dan Eropa Utara. Anemia pernisiosa biasanya mengenai
individu yang berumur lebih dari 40 tahun.
PATOFISIOLOGI
Anemia
megaloblastik adalah gangguan yang disebabkan oleh sintesis DNA yang terganggu.
Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relatif mempunyai sifat
perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoietik dan epitel
gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat, tetapi perkembangan
sitioplasmik normal, sehingga sel-sel megaloblastik cenderung menjadi besar
dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Sel-sel awal / pendahulu
eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan di dalam sumsum tulang.
Selularitas sumsum tulang sering meningkat, tetapi produksi sel darah merah
berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut sebagai eritropoiesis yang tidak
efektif (ineffective erythropoiesis).
Kebanyakan
anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi asam folat (pteroylmonoglutamic acid) dan vitamin
B12. Keduanya berperan dalam metabolisme intraselular.
Asam folat
Penyakit
pada usus halus dapat mengganggu absorpsi asam folat dari makanan dan
resirkulasi folat lewat siklus enterohepatik. Pada alkoholisme akut atau
kronik, asupan harian folat dalam makanan akan terhambat, dan siklus
enterohepatik akan terganggu oleh efek toksik dari alkohol pada sel parenkim
hati. Ini yang menjadi penyebab utama defisiensi folat yang menimbulkan
eritropoiesis megaloblastik.
Obat-obat
yang menghambat dihidrofolat reduktase
(mis: metotreksat, trimetoprim) atau yang mengganggu absorpsi dan penyimpanan
folat dalam tubuh (antikonvulsan tertentu, kontrasepsioral), mampu
mengakibatkan penurunan kadar folat plasma, sehingga timbulk anemia
megaloblastik. Hal ini dikarenakan
adanya gangguan maturasi yang disebabkan oleh defek inti sel.
Folat dalam plasma ditemukan dalam bentuk dari N5-metiltetrahidrofolat,
suatu monoglutamat, yang ditranspor ke dalam sel-sel oleh zat pengangkut
khusus, yaitu dalam bentuk tetrahidro dari vitamin. Setelah di dalam sel, gugus
N5-metil dilepas ke dalam reaksi kobalamin yang diperlukan, dan folat diubah
menjadi bentuk poliglutamat. Konjugasi pada poliglutamat mungkin bermanfaat
untuk penyimpanan folat di dalam sel.
Fungsi
utama senyawa folat adalah memindahkan “1-karbon moieties” seperti gugus-gugus
metil dan formil ke berbagai senyawa organik. Sumber dari “1-karbon moieties”
biasanya adalah serin, yang bereaksi dengan tetrahidrofolat menghasilkan glisin
dan N5-10-metilentetrahidrofolat. Sumber pilihan lain adalah asam
formiminoglutamat, suatu lanjutan dalam metabolisme histidin, yang menyampaikan
gugus formiminotetrahidrofolat dan asam glutamat. Senyawa-senyawa penerima yang
sesuai, membentuk lanjutan metabolik dengan mengubah pembentukan blok-blok yang
digunakan untuk sintesis makromolekul. Bentuk aktif folat adalah
tetrahidrofolat (THF).
Yang sangat penting dalam pembentukan blok-blok tersebut adalah:
·
Purin
·
Deoksitimidilat monofosfat (tDMP)
·
Metionin, dibentuk oleh peralihan dari gugus
metil dari N5-metiltetrahidrofolat ke homosistein
Vitamin B12
Kobalamin
adalah vitamin yang memiliki susunan komponen organometalik yang kompleks,
dimana atom cobalt terletak dalam
inti cincin, struktur yang mirip porfirin darimana heme terbentuk. Tidak
seperti heme, kobalamin tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus dipenuhi
dari makanan. Sumber utama hanya
dari daging dan susu. Kebutuhan sehari minimal untuk kobalamin ±2,5mg.
Selama pencernaan dalam lambung, kobalamin
dalam makanan dikeluarkan dalam bentuk-bentuk kompleks, yang stabil dengan
pengikat gaster R. Saat memasuki duodenum, ikatan kompleks kobalamin-R dicerna,
dan menghasilkan kobalamin, yang kemudian terikat pada faktor intrinsik (FI),
suatu glikoprotein dengan berat 50-kDa yang dihasilkan oleh sel-sel parietal
dari lambung. Sekresi dari faktor intrinsik umumnya sejalan dengan asam
lambung.
Ikatan kompleks kobalamin-FI dapat melawan
proteolitik dan terus menuju ileum distal, dimana reseptor spesifik terdapat
pada fili mukosa dan menyerap kompleks tersebut. Reseptor pengikat kompleks
kobalamin-FI akan dibawa masuk ke sel mukosa ileum, dimana FI kemudian
dimusnahkan dan kobalamin dipindahkan ke protein pengangkut lain, yaitu
transkobalamin (TC) II. Kompleks
kobalamin-TC II lalu masuk ke dalam sirkulasi, menuju hati, sumsum tulang, dan
sel-sel lain.
Normalnya ± 2 mg kobalamin disimpan dalam
hati, dan 2 mg lagi disimpan dalam jaringan seluruh tubuh. Kurang lebih
dibutuhkan 3-6 tahun bagi individu normal untuk menjadi kekurangan kobalamin
bila absorpsi dihentikan secara tiba-tiba.
Metilkobalamin adalah bentuk yang
diperlukan untuk metionin sintase, yang bertindak sebagai katalisator dalam
perubahan homosistein menjadi metionin. Bila reaksi tersebut terganggu,
metabolisme folat akan menjadi kacau dan timbul kerusakan DNA.
Pada defisiensi kobalamin, maka
N5-metiltetrahidrofolat yang tak terkonjugasi, yang baru diambil dari aliran
darah, tidak dapat diubah menjadi bentuk lain dari tetrahidrofolat oleh
transfer metil. Ini yang disebut hipotesis folat
trap. Karena N5-metiltetrahidrofolat adalah substrat yang tak baik untuk
enzim konjugasi, ia akan tetap dalam bentuk tak terkonjugasi dan dengan
perlahan keluar dari sel, sehingga defisiensi folat di jaringan terjadi, dan
menimbulkan hematopoiesis megaloblastik. Hipotesis ini menerangkan mengapa
dengan pemberian folat yang besar dapat menghasilkan remisi hematologik parsial
pada pasien dengan defisiensi kobalamin.
PENEGAKAN
DIAGNOSIS
Anamnesis
Biasanya pasien datang berobat
dengan keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare, dan bukan oleh
keluhan anemianya. Penyakit biasanya berjalan secara perlahan. Keluhan
lain biasanya rambut cepat memutih, lemah badan, penurunan berat badan. Pada
defisiensi vitamin B12, diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan dari
onset gejala, biasanya didapatkan triad
: lemah badan, sore tongue, parestesi
sampai gangguan berjalan.
Pemeriksaan Fisik
Umumnya terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
a. Pada defisiensi B12, terdapat tiga
manifestasi utama:
1.
Anemia megaloblastik
2.
Glositis
3.
Neuropati
Gangguan neurologis terutama mengenai substantia alba kolumna dorsalis
dan lateral medulla spinalis, korteks serebri, dan degenerasi saraf perifer
sehingga disebut subacute combine
degeneration / combined system disease.
Klasifikasi
|
Gejala
|
Pemeriksaan Fisik
|
Lesi
|
Ringan
|
Parestesi
|
Normal
atau terdapat gangguan rasa raba dan suhu
|
Saraf perifer, kolumna dorsalis
|
Sedang
|
Kelemahan, unsteady gait, clumsiness
|
Gangguan rasa vibrasi dan posisi
|
Kolumna dorsalis
|
Berat
|
Kelemahan berat, spastisitas
|
Hiperrefleksia, klonus, refleks Babinski
|
Kolumna dorsalis dan lateralis
|
Pada defisiensi vitamin B12 dapat ditemukan gangguan mental, depresi,
gangguan memori, gangguan kesadaran, delusi, halusinasi, paranoid, skizopren.
Gejala beurologis lainnya adalah: oftalmoplegia, atoni kandung kemih,
impotensi, hipotensi ortostatik (neuropati otonom), dan neuritis retrobulbar.
b. Pada defisiensi asam folat, manifestasi
utama:
1.
Anemia megaloblastik
2.
Glositis
Pada anemia megaloblastik kadang-kadang ditemukan subikterus, petekie,
perdarahan retina, hepatomegali, dan splenomegali.
Pemeriksaan Laboratorium
♣
Anemia makrositer dengan peningkatan MCV
♣
Neutropenia dengan neutrofil berukuran besar dan
mengalami hipersegmentasi dengan granula kasar (giant stab-cell)
♣ Trombositopenia ringan ( rata-rata 100-150
x 103 /mm3 )
♣
Sumsum
tulang hiperseluler dengan gambaran megaloblastik
♣
Pada defisiensi B12 :
-
serum
cobalamin rendah (100 pg/ml)
-
serum folat normal / tinggi
-
antibodi faktor intrinsik
-
Schilling test : radiolabeled
B12 absorption test akan menunjukkan absorpsi cobalamin yang rendah yang
menjadi normal dengan pemberian faktor intrinsik lambung
-
Cairan lambung : sekresi berkurang, rata-rata 15 ml/jam
(kira-kira 10% normal), aklorhidira, pH>6
-
Masa hidup eritrosit berkurang, rata-rata 20 - 75 hari
-
LDH meningkat karena peningkatan destruksi eritrosit
akibat eritropoiesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang
-
MCV
: pada anemia berkisar antara 100-110 fl, pada anemia berat berkisar antara
110-130 fl
♣
Pada defisiensi asam folat :
-
penurunan
kadar folat serum (3 – 5 ng/ml)
-
biopsi jejunum
DIAGNOSIS BANDING
-
Leukemia Akut
-
Anemia hemolitik (pada krisis hemolitik)
-
Anemia aplastik
-
Eritremik mielosis / eritroleukemia
-
Penyakit hati yang berat
-
Hipotiroidisme
-
Nefritis kronis
PENATALAKSANAAN
1. Suportif
-
transfusi bila ada hipoksia
-
suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa
2. Defisiensi B12
Terdapat 2 bentuk vitamin B12 :
-
Sianokobalamin
Dosis
: 100 mg
IM / hari selama 6-7 hari. bila ada perbaikan klinis dan ada respon retikulosit
dalam 1 minggu, dosis diturunkan 100 mg IM selang sehari
sebanyak 7 dosis, kemudian tiap 3 - 4 hari selama 2 – 3 minggu (dosis total 1,8
– 2 mg B12 dalam 5 – 6 minggu). Pada saat ini kelainan hematologis harus
mencapai normal. Setelah kelainan hematologis normal, pada anemia pernisiosa
diberikan sianokobalamin 100 mg IM / bulan seumur hidup
-
Hidroksokobalamin
Diretensi
dalam tubuh lebih baik daripada sianokobalamin. 28 hari setelah injeksi,
hidroksokobalamin diretensi 3 kali lebih banyak daripada sianokobalamin.
Preparat : 100 mg /ml atau 1000 mg/ml
Dosis : 1000 mg IM setiap 5 minggu
atau
1000 mg setiap hari IM selama 1 – 2 minggu, lalu
tiap 3 bulan
Respon terapi terhadap vitamin B12 dan
folat
Gejala klinis membaik sebelum didapatkan
perubahan hematologis. Respon awal adalah peningkatan retikulosit pada hari 2 –
3 dan maksimum pada hari ke 5 – 8. Dapat ditemukan normoblast pada SADT.
Peningkatan hematokrit terjadi setelah 5 – 7 hari terapi. Pada anemia tanpa
komplikasi, hematokrit terjadi normal dalam 4- 8 minggu. Hipersegmentasi
leukosit berkurang secara bertahap dan menghilang dalam 14 hari. Trombosit normal
dalam waktu 1 minggu. Pada sumsum tulang, eritropoiesis membaik dalam 24 jam
terapi. Setelah 6 – 10 jam terapi, megaloblast berkurang dan dalam 24 – 48 jam
maturasi eritrosit menjadi normoblastik.
3.
Defisiensi asam folat
Untuk mengisi cadangan folat dalam tubuh, diperlukan dosis 1 mg / hari
selama 2-3 minggu, kemudian dosis pemeliharaan 0,25 – 0,5 mg / hari.
Kontraindikasi pemberian asam folat adalah adanya defisiensi vitamin B12 yang
tidak diterapi, karena akan memperburuk gejala neurologis.
4.
Terapi penyakit dasar
5.
Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik
PROGNOSIS
Baik,
kecuali bila ada komplikasi kardiovaskuler atau infeksi yang berat. Sebelum
adanya terapi yang efektif, anemia pernisiosa biasanya fatal dengan mortalitas
53% dalam bulan pertama. Setelah terapi, relaps dapat terjadi bervariasi antara
21 – 213 bulan. Remisi didapatkan pada 86% penderita, beberapa penderita
bertahan hidup selama 14 – 20 tahun. Komplikasi jangka panjang anemia
pernisiosa adalah karsinoma lambung. Peningkatan resiko terjadinya karsinoma
kolorektal juga didapatkan pada penderita anemia pernisiosa.
Progresi kelainan neurologis dapat
dihambat dengan terapi vitamin B12. Semakin singkat gejala neurologis
berlangsung, semakin besar kemungkinan untuk mengalami perbaikan. Gejala
neurologis yang berlangsung kurang dari 3 bulan biasanya revesibel. Perbaikan
gejala neurologis berlangsung lambat, dan perlu wakktu 6 bulan atau lebih untuk
mendapatkan respon maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Supandiman
I., Sumantri, R., Fadjari, TN., Firanza, PI., Oehadian, A., 2003. Pedoman Diagnosis dan Terapi HEMATOLOGI
ONKOLOGI MEDIK. Bandung : Q-Communication
Sudoyo ,
AW., et al. 2006. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI
McCance, KL., Huether, SE., 2006. PATHOPHYSIOLOGY The
Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 5th edition. USA : Elsevier
Mosby
Schick, P., 2007. Megaloblastic Anemia. Thomas
Jefferson University
Medical College .
Available at www.emedicine.com
O’Connor,
S., Kaplan, S., Final Diagnosis – Anemia.
Available at path.upmc.edu
Virologi Down Under. 2005. Megaloblastic Anemia. Available at www.uq.edu.au/vdu/HDUAnaemiaMegaloblastic.htm