TONSILITIS
Tonsil
adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina dan tonsil lingual. Tonsil palatina yang biasa disebut tonsil saja
terletak didalam fossa tonsil. Tonsil dibatasi oleh pilar anterior yang berisi m.
Palatoglossus, pilar posterior yang berisi m. Palatopharingeus dan bagian
lateral dibatasi oleh m. Constrictor pharingeus superior.
I.
Anatomi Tonsil
Tonsil berbentuk oval, tipis
terletak pada bagian samping belakang orofaring dalam fossa tonsilaris atau
sinus tonsilaris. Bagian atas
fossa tonsilaris kosong dinamakan fossa supratonsiler yang merupakan jaringan
ikat longgar. Berat tonsil pada laki-laki berkurang dengan bertambahnya umur,
sedangkan pada wanita berat bertambah pada masa pubertas dan kemudian menyusut
kembali.
Permukaan
lateral tonsil meletak pada fascia faring yang sering juga disebut capsula
tonsil. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah
yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel squamous yang
juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit,
epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Kripta pada tonsil palatina
lebih besar, bercabang dan berlekuk-lekuk dibandingkan dengan sistem limfoid
lainnya, sehingga tonsil palatina lebih sering terkena penyakit. Selama
peradangan akut, kripta dapat terisi dengan koagulum yang menyebabkan gambaran
folikuler yang khas pada permukaan tonsil.
II.
Peredaran Darah Tonsil
Tonsil
mendapatkan peredaran darah dari arteri tonsilaris yang merupakan cabang dari
arteri maksilaris eksterna dan arteri palatina asenden. Arteri tonsilaris
berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor faringeus superior. Arteri
palatina asenden masuk tonsil melewati pinggir atas atas m. konstriktor
faringeus. Tonsil juga mendapatkan peredaran darah dari arteri lingualis
dorsalis dan arteri palatina desenden.
III.
Persarafan Tonsil
Persarafan
tonsil berasal dari saraf trigeminus dan saraf glossopharingeus.
Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas
tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sphenopaltina yaitu n.
palatina. Bagian bawah tonsil dipersarafi n. glossopharingeus.
TONSILITIS
1. Tonsilitis Akut
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan
dari jaringan tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit,
sel-sel epitel mati, dan bakteri pathogen dalam kripta. Tonsilitis bakterial supurativa akut paling
sering disebabkan oleh stretokokus beta hemolitikus grup A. Meskipun
pneumokokus, stafilokokus dan Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat
dilibatkan. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus atau streptokokus
viridans, ditemukan pada biakan, biasanya pada kasus-kasus berat.
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini
merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara
klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang
jelas disebut tonsillitis folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi
satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak
detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu (Pseudomembran)
yang menutupi tonsil.
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah
nyeri tenggorokan, nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi,
rasa lelu, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada
telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih melalui n Glosofaringeus.
Seringkali disertai adenopati servikalis disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak,
hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh
membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.
Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya
tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral
efektif untuk mengurangi nyeri. Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan
sensitivitas yang tepat. Penisilin masih merupakan obat pilihan, kecuali jika
terdapat resistensi atau penderita sensitive terhadap penisilin. Pada kasus
tersebut eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme
sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh
hari. Jika hasil biakan didapatkan
streptokokus beta hemolitikusterapi yang adekuat dipertahankan selama sepuluh
hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supurativa seperti nefritis
dan jantung rematik.
2.
Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari
semua penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya
tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis
makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan
pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat. Radang pada tonsil dapat
disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta hemolitikus, Pneumococcus,
Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes. Gambaran klinis bervariasi dan
diagnosa sebagian besar tergantung pada infeksi.
3.1 Patogenesa
Pada umumnya tonsilitis kronis memiliki dua gambaran, yaitu terjadi
pembesaran tonsil dan pembentukan jaringan parut. Terlihat gambaran pembesaran
kripta pada beberapa kasus tonsilitis kronis. Infiltrasi bakteri pada lapisan
epitel jaringan tonsil dalam waktu lama akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya sel limfosit dan basofil sehingga timbul detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis,
detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Bercak
detritus ini, dapat melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran)
yang menutupi tonsil. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris.
Dari hasil biakan tonsil, pada tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan
virulensi rendah dan jarang ditemukan Streptococcus beta hemolitikus.
3.2 Gejala dan
Tanda
Gejala dan tanda yang sering
ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan
terasa kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut , demam dengan suhu tubuh
yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa
nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri
alih (referred pain) melalui n. Glossopharingeus (n.IX). Pada
pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk
folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula
membengak dan nyeri tekan.
3.3 Terapi
Antibotika spektrum luas,
antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Pada keadaan dimana
tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa sangat terganggu, maka terapi
pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
Indikasi Absolut Tonsilektomi :
1.Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penuruna berat
badan penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan atau limfoma
5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang
jaringan sekitarnya.
3.4 Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat
menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa Rhinitis kronis, Sinusitis
atau Otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara
hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis,
nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan
furunkulosis.
3. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada
bayi dan anak. Penyebab tonsillitis difteri adalah Coryne bacterium diphteriae,
kuman yang termasuk gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas yaitu
hidung faring dan laring.
Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10
tahun dan frekuensi tertinggi pada usia2-5 tahun walaupun pada orang dewasa
masih mungkin menderita penyakit ini.
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal,
dan gejala akibat eksotoksin.
Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat,
serta keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu.
Membrane ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,laring, trakea,
dan bronkus yang dat menyumbat saluran nafas. Membrane semu ini melekat erat
pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan
penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe leher akan
membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck)
atau disebut juga BurgemeesterS hals.
Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh
yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis samapi decompensasio cordis,
mengenai saraf cranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot
pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.
Diagnosa tonsillitis difteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik dan
pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membrane semu dan didapatkan kuman
coryne bacterium diphteriae.
IV. TONSILEKTOMI
Tonsilektomi dilakukan jika terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta curiga adanya keganasan.
Indikasi tonsilektomi;
1.
sumbatan
· hyperplasia tonsil dengan sumbatan jalan
nafas
·
sleep apnea
·
gangguan menalan
·
gangguan bicara
2.
infeksi
·
infeksi telinga tengah berulang
·
rhinitis dan sinusitis yang kronis
·
peritonsiler abses
·
abses
kelenjar limfe leher berulang.
·
Tonsillitis kronis dengan nsafas bau
·
Tonsil
sebagai fokal infeksi dari organ lain
·
Tonsillitis
kronis dengan gejala nyeri tenggorok berulang.
3. kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ashae, R. 2005. http://www.kidsource.com/ASHA/otitis.html. What is Tonsilitis?
2. Gates, G.A.
2005. http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/otitism.asp. Journal of Tonsilitis.
3. Ramsey,
D.D. 2003. http://www.illionisuniv.com/infection/Midear.html.
Tonsilitis
4. Djaafar, Z.
2001. Kelainan Telingan Tengah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: 49-62
5. Wikipedia. 2005. http://en.wikipedia.org/wiki/Ear. Wikipedia
Ecyclopedia
6. Robertson,
J.S. 2004. http://www.emedicine.com/emerg/topic351.htm.
Journal of Tonsilitis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar