I. Pendahuluan
Diare merupakan
penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak dan dapat disebabkan oleh berbagai
macam penyebab dengan variasi penyakit dari yang ringan hingga berat. Diare
yang terjadi pada anak-anak biasanya disebabkan oleh karena infeksi, meskipun
demikian diet makanan yang tidak sesuai, terjadinya malabsorpsi makanan, dan
berbagai macam gangguan pada saluran cerna juga dapat menyebabkan keadaan
tersebut. Penyakit diare ini biasanya merupakan penyakit yang sembuh dengan
sendirinya (“self-limited”), tetapi
manajemen dan tatalaksana yang tidak baik dari infeksi akut tersebut dapat
menyebabkan komplikasi yang tidak diinginkan..
Komplikasi yang
seringkali terjadi akibat diare adalah kehilangan cairan dari tubuh atau yang
disebut dengan dehidrasi (Frye, 2005). Cairan akan masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pencernaan dan kemudian akan diabsorpsi di dalam tubuh. Jika kemampuan
untuk minum untuk mengkompensasi kehilangan cairan akibat diare terganggu maka
dehidrasi akan terjadi. Kematian yang terjadi akibat diare pada anak-anak
terutama disebabkan karena kehilangan cairan dari tubuh dalam jumlah yang besar
(Karras, 2005).
II. Definisi
Diare adalah suatu
keadaan pergerakan tinja yang cepat, konsistensi cair/berair, lembek dan dapat
ditambah dengan keadaan saluran cerna yang penuh dengan gas (Karras, 2005). Sedangkan
yang dimaksud dengan diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi
atau anak yang sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per
hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah
(Sunoto, 1991). Pada bayi yang masih mendapat ASI tidak jarang frekuensi
defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari, keadaan ini tidak dapat disebut diare,
melainkan masih bersifat fisiologis atau normal. Kadang-kadang seorang anak
defekasi kurang daripada 3 kali sehari, tetapi konsistensinya sudah encer,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.
Menurut Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD – RSHS (2005) yang dimaksud
dengan diare akut adalah buang air besar dengan konsistensi lebih encer/cair
dari biasanya, tiga kali atau lebih dalam satu hari, dapat/tidak disertai
dengan lendir/darah yang timbul secara mendadak dan berlangsung kurang dari 2
minggu (14 hari). Jika diare berlangsung 2 minggu atau lebih disebut dengan
diare kronik.
III. Epidemiologi
Diare merupakan
penyakit yang umum terjadi pada hampir semua kelompok usia dan merupakan
penyakit kedua tersering setelah influenza (common
cold). Episode diare setiap tahun di Indonesia sekitar 60 juta dengan angka
kematian sebanyak 200.000-250.000 orang. Menurut survei kesehatan rumah tangga
yang dilakukan di Indonesia pada tahun 1986, angka kematian karena diare
merupakan 12% diantara seluruh angka kematian kasar dan merupakan angka tertinggi
diantara semua penyebab kematian. Sekitar 15% penyebab kematian bayi dan 26%
kematian anak balita disebabkan oleh diare (Sunoto, 1991).
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh WHO maka anak-anak dibawah usia 3 tahun mengalami 2-8
episode diare setiap tahunnya. Anak yang lebih besar mengalami kejadian diare 1
kali setiap tahunnya.
Cara penularan diare
pada umumnya adalah secara oro-fecal
melalui 1) makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, 2)
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar
tinja penderita, atau tidak langsung melalui lalat. Di dalam bahasa Inggris
maka terdapat 4 F di dalam cara penularan diare ini yaitu food (makanan), feces (tinja), finger (jari tangan), and
fly (lalat) (Sunoto, 1991).
Faktor risiko
terjadinya diare diantaranya adalah 1) tidak cukup tersedianya air bersih, 2)
tercemarnya air oleh tinja, 3) tidak ada/kurangnya sarana MCK, 4) higiene
perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk, 5) cara penyimpanan dan penyediaan
makan yang tidak higienis, dan 6) cara penyapihan bayi yang tidak baik (terlalu
cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi
makanan padat). Selain itu terdapat pula beberapa faktor risiko pada pejamu
(host) yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu terhadap enteropatogen
diantaranya adalah malnutrisi dan bayi berat badan lahir rendah (BBLR),
imunodefisiensi atau imunodepresi, rendahnya kadar asam lambung, dan peningkatan
motilitas usus.
IV. Etiologi
Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini (Mansjoer, 2000 ; &
Sunoto, 1991) :
1)
Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.
a)
Golongan virus : Rotavirus,
Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus, Calicivirus, Coronavirus, Minirotavirus.
b)
Golongan bakteri : Shigella
spp., Salmonella spp., Escherecia coli, Vibrio cholera, Vibrio
parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni,
Clostridium difficile, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus, Yersinia
enterocolitica.
c)
Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli ; cacing
perut : Ascariasis, Trichuris truchiura,
Strongiloides stercoralis ; jamur : Candida
spp.
2)
Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak
terutama trigliserida rantai panjang, atau protein seperti beta-laktoglobulin.
3)
Makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena
keracunan makanan terjadi akibat dua hal yaitu makanan mengandung zat kimia
beracun atau makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, antara
lain Clostridium perfringens,
Staphylococcus.
4)
Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cow’s milk protein sensitive enteropathy
(CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya.
5)
Imunodefisiensi. Diare akibat imunodefisiensi ini
sering terjadi pada penderita AIDS.
6)
Psikologis : rasa takut dan cemas.
Dari berbagai macam
penyebab diare akut tersebut diatas, maka yang paling sering menjadi penyebab
diare akut apa anak-anak adalah infeksi virus. Rotavirus dan adenovirus
merupakan penyebab tersering diare akut pada anak dibawah usia 2 tahun.
Astrovirus dan calicivirus biasanya menginfeksi anak-anak yang berusia dibawah
tahun (Karras, 2005).
Berikut ini akan
dibahas beberapa enteropatogen/penyebab diare akut spesifik yang dianggap merupakan
penyebab diare yang utama :
Rotavirus.
Rotavirus pertama kali
ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia pada biopsi duodenum penderita diare
dengan menggunakan mikroskop elektron. Ternyata kemudian Rotavirus ditemukan di
seluruh dunia sebagai penyebab diare akut yang paling sering, terutama pada
bayi dan anak usia 6-24 bulan. Di Indonesia, berdasarkan penelitian di beberapa
Rumah Sakit di Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-60% diare akut
disebabkan oleh Rotavirus.
Akibat infeksi
Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus, infeksi
sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan
mitokondria, dan bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai
akibat dari semua ini adalah terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit
pada usus halus dan juga akan terjadi gangguan pencernaan (digesti) dari
makanan terutama karbohidrat karena defisiensi enzim disakaridase akibat
kerusakan epitel mukosa usus tadi.
Escherichia
coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang
dan juga merupakan penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak.
Pada saat ini telah dikenal 5 golongan E.coli
yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enterotoxic Escherichia coli), EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia coli), EAEC (Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli).
ETEC merupakan penyebab
utama diare dehidrasi di negara berkembang. Transmisinya melalui makanan
(makanan sapihan/makanan pendamping), dan minuman yang telah terkontaminasi.
Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi, yang
menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2)
enterotoksin. Gen untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam
plasmid, yang dapat ditransmisikan ke bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh ETEC,
yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat
labile toxin = LT) dan toksin yang tahan panas (heat stable toxin = ST). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan
merangsang aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya toksin kolera sehingga
akan meningkatkan akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui enzim guanil
siklase yang akan meningkatkan akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun cGMP akan
menyebabkan perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi diare. Bakteri
ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC tidak
menyebabkan kerusakan rambut getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus halus
(invasif). Diare biasanya berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat
juga lebih lama (menetap, persisten).
EPEC dapat menyebabkan
diare berair disertai muntah dan panas pada bayi dan anak dibawah usia 2 tahun.
Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada mukosa usus, akan
tetapi tidak mampu menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada mukosa
usus karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk
toksin yang melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan
sering menimbulkan prolong diarrhea
terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.
EIEC biasanya apatogen,
tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KLB) diare karena keracunan
makanan (food borne). Secara
biokimiawi dan serologis bakteri ini menyerupai Shigella spp., dapat menembus
mukosa usus halus, berkembang biak di dalam kolonosit (sel epitel kolon) dan
menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita, sering ditemukan eritrosit
dan leukosit.
EAEC merupakan golongan
E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada mukosa usus halus dan menyebabkan
perubahan morfologis. Diduga bakteri ini mengeluarkan sitotoksin, dapat
menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea).
EHEC merupakan E.coli
serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat menyebabkan kolitis hemoragik.
Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang matang.
Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit
panas, diare cair disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat
menyebabkan edem dan perdarahan usus besar.
Shigella
spp.
Infeksi Shigella pada
manusia dapat asimptomatik sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam,
kejang-kejang, toksis, tenesmus ani, dan tinja yang berlendir dan darah.
Golongan Shigella yang sering menyerang manusia di daerah tropis adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori,
sedangkan Shigella sonnei lebih
sering terjadi di daerah sub tropis.
Patogenesis terjadinya
diare oleh Shigella spp. adalah karena kemampuannya mengadakan invasi ke epitel
sel mukosa usus. Shigella juga mengeluarkan leksotoksin yang bersifat merusak
sel (sitotoksin). Daerah yang sering diserang adalah bagian terminal dari ileum
dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan
kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi
yang menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke
dalam lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinja.
Salmonella
spp.
Di dunia terdapat lebih
dari 2000 spesies, namun hanya 6-10 jenis saja yang menyebabkan diare. Di dalam
klinik, golongan Salmonella yang menyebabkan diare dikenal dengan nama Nontyphoidal Salmonellosis, yang paling
sering menimbulkan diare pada anak adalah S. Paratyphi A, B dan C. Binatang
merupaka reservoir utama, oleh karena itu infeksi Salmonella spp. ini biasanya
disebabkan oleh makanan yang berasal dari binatang, seperti daging, telur,
susu, dan makanan-makanan daging dalam kaleng. Diare yang disebabkan Salmonella
spp, biasanya disertai dengan rasa mual, kram perut, dan panas.
Patogenesis Salmonella
spp. ini seperti halnya dengan Shigella dapat melakukan invasi ke dalam mukosa
usus halus sehingga juga dapat dijumpai adanya lendir dan darah pada tinja.
Akan tetapi Salmonellosis ini tidak menyebabkan ulkus seperti pada Shigella.
Vibrio
cholera.
Vibrio cholera pertama kali ditemukan oleh Robert Koch tahun 1883 pada
penderita kolera. Terdapat dua biotipe Vibrio cholera yaitu El Tor dan classic,
serta dua serotipe yaitu Ogawa dan Inaba. El Tor terkenal menyebabkan pandemi yang
dimulai dari Sulawesi dan kemudian menyebab ke Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika
Utara.
Vibrio cholera
mempunyai sifat yaitu tidak menyebabkan kerusakan mukosa usus dan mengeluarkan
toksin yang menyebabkan diare. Vibrio cholera masuk ke dalam lumen usus melalui
lambung dan peranan asam lambung akan menentukan seseorang apakah rentan
terhadap diare atau tidak. Pada orang yang kadar asam lambungnya normal maka
untuk dapat menimbulkan diare dibutuhkan jumlah kuman yang masuk sebesar 106,
akan tetapi jika asam lambungnya kurang (pH menjadi lebih tinggi) maka jumlah
104 sudah dapat menimbulkan diare. Setelah kuman tersebut masuk ke
dalam usus maka ia akan mengeluarkan toksin. Toksin yang dihasilkan oleh kuman
kolera ini yaitu enterotoksin dan terdapat 2 jenis yaitu komponen A dan
komponen B. Komponen B ini akan menempel pada reseptor yang ada di dinding sel
mukosa usus yang disebut Gmi. Kemudian komponen A yang terlihat bersama dengan
komponen B akan melakukan penetrasi ke dalam sel dan memisahkan diri dari komponen
B. Selanjutnya di dalam sel komponen ini akan merangsang sensitifitas enzim
adenil siklase dengan hasil selanjutnya akan meningkatkan akumulasi cAMP yang
akan merangsang sekresi cairan isotonis dan klorida sehingga timbulah diare
berair (Watery diarrhea).
Campylobacter
jejuni.
C. jejuni merupakan
penyebab 5-10% diare di dunia. Di Indonesia prevalensinya sekitar 5,3%. Selain
diare yang disertai lendir dan darah, juga terdapat gejala sakit perut
disekitar pusar, yang kemudian menjalar ke kanan bawah dan rasa nyerinya
menetap di tempat tersebut (seperti pada apendisitis akut). C. jejuni
mengeluarkan 2 macam toksin yaitu sitotoksin dan toksin LT.
Tempat infeksi yang
paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan colon. Terdapat
kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar limfe
mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus
ditemukan memendek dan melebar tetapi tidak konsisten. Ileum mengalami nekrosis
hemoragik karena invasi bakteri ke dinding usus sehingga pada tinja dapat
ditemukan adanya darah dan sel-sel radang.
Yersinia
enterokolitika
Yersinia enterokolitika merupakan bakteri baru
sebagai penyebab diare dan telah banyak dilaporkan di berbagai negara di Eropa
dan Amerika Utara. Patogenesis terutama oleh strain serotipe 03.08809 dengan
melakukan invasi ke dalam mukosa usus, membentuk plasmid perantara dan
enterotoksin yang tahan panas (ST) dan dapat mengaktifkan enzim guanilat
siklase sehingga terjadi akumulasi cGMP pada sel sehingga akan terjadi diare.
Pada pemeriksaan histologis terdapat abses-abses kecil di daerah plaque Peyeri
dan nodula limphatisi. Pada beberapa penderita menyebabkan limfadenitis
mesenterikum dan ileutis.
Entamoeba
histolytica
Entamoeba histolytica tersebar di seluruh dunia.
Insidensinya rendah dan sering terjadi overdiagnosis sehingga pengobatannya
juga sering berlebihan (misalnya penggunaan enterovioform). Insidensi pembawa
kista pada anak (carrier) sekitar 5%
saja tetapi sebagian besar (90%) asimptomatik dan hanya sebagian kecil (10%)
saja yang menjadi sakit. Diare biasanya berlendir disertai darah, terkenal
dengan nama disentri amoeba. Gejalanya yang mencolok adalah tenesmusnya.
Penularan biasanya melalui makanan atau air (minuman) yang tercemar oleh
parasit Entamoeba histolytica,
terkenal menyebabkan ulkus yang menggaung, dan dapat menyebabkan abses hati.
Cryptosporodium
Cryptosporodium pada saat ini sedang
populer dan dianggap sebagai penyebab diare terbanyak yang disebabkan oleh
parasit. Dahulu dikenal hanya patogen pada binatang saja. Cryptosporodium merupakan golongan coccidium, sering menyebabkan
diare pada manusia yang menderita imunodefisiensi, misalnya pada penderita
AIDS. Di negara berkembang Cryptosporodium
merupakan 4-11% penyebab diare pada anak. Penularan melalui oro-fekal dan
biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi kerusakan mukosa usus
oleh perlekatan parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga terjadi gangguan
absorpsi makanan.
V. Patogenesis
Virus. Virus terbanyak
penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga dapat disebabkan oleh
adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirus, dan
sebagainya. Virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan dan/atau
minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus masuk ke
dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus
halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oleh sel dari bagian
kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel
epitel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat
lebih lanjut akan terjadi diare osmotik. Vili usus kemudian akan memendek
sehingga kemampuannya untuk menyerap dan mencerna makananpun akan berkurang.
Pada saat inilah biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel retikulum akan
melebar, dan kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria,
untuk mengatasi infeksi sampai terjadi penyembuhan (Sunoto, 1991).
Bakteri. Bakteri masuk ke
dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak di dalam traktus digestivus
tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang epitel
usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase (bila toksin
bersifat tidak tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil
siklase (bila toksin bersifat tahan panas atau disebut stable toxin = ST).
Sebagai akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan
cAMP atau cGMP, yang mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium,
dan air dari dalam sel ke lumen usus (sekresi cairan yang isotonis) serta
menghambat absorpsi natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke dalam sel.
Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang
berlebihan di dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari
lumen usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon
seorang anak dapat menyerap sebanyak hingga 4400 ml cairan sehari, karena itu
produksi atau sekresi cairan sebanyak 400 ml sehari belum menyebabkan diare.
Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan melebihi
kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan
dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh
karena itu diare pada kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut
sebagai diare profus (Sunoto, 1991).
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan menyebabkan
diare yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain yang
menghasilkan cGMP. Golongan kuman yang mengandung LT dan merangsang pembentukan
cAMP, diantaranya adalah V. Cholera,
ETEC, Shigella spp., dan Aeromonas
spp. Sedangkan yang mengandung ST dan merangsang pembentukan cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan Staphylococcus sp.
VI. Fisiologi
Normal Usus
Penyerapan cairan di usus
halus
Dalam keadaan normal,
usus halus mampu menyerap cairan sebanyak 7-8 liter sehari, sedangkan usus
besar 1-2 liter sehari. Penyerapan air oleh usus halus ditentukan oleh
perbedaan antara tekanan osmotik di lumen usus dan didalam sel, terutama yang
dipengaruhi oleh konsentrasi natrium. Penyerapan natrium ke dalam enterosit
dapat melalui tiga cara yaitu 1) berpasangan dengan ion klorida, atau bahan
non-elektrolit seperti glukosa, asam amino, peptida, dll, 2) pertukaran dengan
ion hidrogen, 3) pasif melalui ruang intraseluler (tight junction), yang dengan cara ini hanya sebagian kecil saja
yang dapat diserap.
Setelah masuk ke dalam
enterosit , natrium ini akan dikeluarkan melalui enzim Na-K-ATPase (terdapat di
membran basolateral) ke dalam ruang intraseluler dan selanjutnya diteruskan ke
dalam pembuluh darah. Di dalam ileum dan kolon, cairan klorida diserap melalui
pertukaran dengan cairan bikarbonat.
Proses sekresi
merupakan kebalikan dari proses absorpsi. Penyerapan pasangan NaCl akan
meningkatkan anion klorida di dalam sel kripta dan pada waktu yang bersamaan
natrium akan dikeluarkan dari sel kripta dengan bantuan enzim Na-K-ATPase.
Sekresi klorida di dalam sel kripta dapat pula ditingkatkan dengan adanya intracellular messenger (berupa cyclic nucleotide, misalnya cAMP, cGMP,
yang dapat menyebabkan peninggian permeabilitas sel kripta) sehingga klorida
dengan mudah keluar ke lumen usus.
Dalam keadaan normal
usus besar dapat meningkatkan kemampuan penyerapannya sampai 4400 ml sehari,
bila terjadi sekresi cairan yang berlebihan dari usus halus (ileosekal). Bila
sekresi cairan melebihi 4400 ml maka usus besar tidak mampu menyerap seluruhnya
lagi, selebihnya akan dikeluarkan bersama tinja dan terjadilah diare. Diare
dapat juga terjadi karena terbatasnya kemampuan penyerapan usus besar pada
keadaan sakit, misalnya kolitis, atau terdapat penambahan ekskresi cairan pada
penyakit usus besar, misalnya karena virus, disentri basiler, ulkus, tumor,
dsb. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa setiap perubahan mekanisme normal
absorpsi dan sekresi di dalam usus halus maupun usus besar (kolon), dapat
menyebabkan diare, kehilangan cairan, elektrolit, dan akhirnya dehidrasi.
VII. Mekanisme Diare
Menurut mekanisme
terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu:
1)
Diare sekretorik
2)
Diare invasif/dysentriform
diarrhae
3)
Diare osmotik
Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah
diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase. Enzim ini selanjutnya
akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan menyebabkan
sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara pasif oleh air, natrium,
kalium dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan
muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Pada anak, diare
sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter.
Toksin yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil siklase,
selanjutnya enzim tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik
pada anak paling sering disebabkan oleh kolera.
Gejala dari diare
sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh vibrio
biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan
panas badan, dan 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Diare Invasif
Diare invasif adalah
diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam mukosa usus sehingga menimbulkan
kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh Rotavirus,
bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit
(amoeba). Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan
tinja berlendir dan sering disebut sebgai dysentriform
diarrhea.
Di dalam usus pada
shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung, kuman masuk ke dalam usus
halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan enterotoksin. Toksin ini akan
merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga
terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltik usus
sampai di usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama tinja atau
melakukan invasi ke dalam mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan mukosa berupa
mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbukan sel-sel radang PMN dan
menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.
Gejala dysentriform
diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya b.a.b sering tapi
sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri abdomen,
dan kadang-kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali
menjadi kronis dan meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum, disebut
amoeboma.
Mekanisme diare oleh
rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana diare oleh rotavirus tidak
berdarah. Setelah rotavirus masuk ke dalam traktus digestivus bersama
makanan/minuman tentunya harus mengatasi barier asam lambung, kemudian
berkembang biak dan masuk ke dalam bagian apikal vili usus halus. Kemudian
sel-sel bagian apikal tersebut akan diganti dengan sel dari bagian kripta yang
belum matang/imatur berbentuk kuboid atau gepeng. Karena imatur, sel-sel ini
tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan sehingga terjadi gangguan
absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus memendek dan kemampuan absorpsi
akan bertambah terganggu lagi dan diare akan bertambah hebat. Selain itu
sel-sel yang imatur tersebut tidak dapat menghasilkan enzim disakaridase. Bila
daerah usus halus yang terkena cukup luas, maka akan terjadi defisiensi enzim
disakaridase tersebut sehingga akan terjadilah diare osmotik.
Gejala diare yang
disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling sering pada anak usia dibawah 2
tahun dengan tinja cair, 2) seringkali disertai dengan peningkatan panas badan
dan batuk pilek, 3) muntah.
Diare Osmotik
Diare osmotik adalah
diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada lumen usus sehingga
akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi diare
berupa watery diarrhea. Paling sering
terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya
diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif dengan ion
Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida
oleh enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi
defisiensi enzim ini maka disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga
menimbulkan osmotic load dan terjadi
diare.
Disakarida atau
karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan di flora
usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen. Adanya gas ini
terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal distention), pH tinja
asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat
bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi
berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang mengandung
karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan diare osmotik.
Gejala dari diare
osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi biasanya tidak
seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum
seperti panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4)
distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling
sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi
enzim laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus.
Dilaporkan kurang lebih sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi
intoleransi laktosa.
VIII. Penyulit Diare Akut
Sebagai akibat dari
diare akut tersebut diatas maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
1)
Dehidrasi
2)
Gangguan keseimbangan elektrolit
3)
Gangguan asam basa
4)
Gangguan sirkulasi darah
5)
Hipoglikemia
6)
Gangguan gizi.
Dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit dan asam basa.
Sebagai akibat diare
adalah tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit yang dikenal dengan
dehidrasi. Dehidrasi terjadi karena 1) hilangnya cairan melalui tinja atau
muntah (concomitant water losses)
selama diare/muntah berlangsung. Diperkirakan jumlahnya sekitar 25-30
ml/kgBB/24 jam, 2) kehilangan cairan melalui pernafasan, keringat, dan urin (insensible water losses), 3) besarnya
jumlah kehilangan cairan (previous water
losses).
Kehilangan cairan yang
normal (normal water losses) adalah
banyaknya kehilangan cairan/elektrolit melalui pernafasan, keringat, urin,
tergantung dari umur. Makin muda anak makin banyak kehilangan cairan dan makin
bertambah umur makin berkurang Selain itu NWL juga dipengaruhi oleh suhu tubuh,
makin tinggi suhu tubuh maka akan bertambah kehilangan cairannya. Setiap
kenaikan suhu 1°C diatas normal (37°C) akan menambah hilangnya cairan sebanyak
10 ml.
Tabel 1. Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian
|
A
|
B
|
C
|
1.
Lihat :
Keadaan umum
Mata
Air Mata
Mulut dan Lidah
Rasa Haus
|
Baik
sadar
Normal
Ada
Basah
Minum
biasa, tidak haus
|
*Gelisah
rewel
Cekung
Tidak
ada
Kering
*Haus
ingin minum banyak
|
*Lesu/lunglai/tdk
sadar
Sangat
cekung, kering
Tidak
ada
Sangat
kering
*Malas
minum/tdk bisa minum
|
2.
Periksa Turgor Kulit
|
Kembali
cepat
|
*Kembali
lambat
|
*Kembali
sangat lambat
|
3.
Hasil Pemeriksaan
|
Tanpa
dehidrasi
|
Dehidrasi
Ringan/ Sedang
Bila
ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain
|
Dehidrasi
Berat
Bila
ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain
|
4.
Terapi
|
Rencana
Terapi A
|
Rencana
Terapi B
|
Rencana
Terapi C
|
Gejala dan tanda dari
dehidrasi tersebut diatas adalah rasa haus, menurunnya turgor kulit, mukosa
mulut kering, mata cekung, air mata tidak ada, ubun-ubun besar yang cekung pada
bayi, oliguria yang dapat berlanjut menjadi anuria, hipotensi, takikardia, dan
menurunnya kesadaran.
Gangguan keseimbangan
elektrolit
Tonisitas dari plasma
sebagian besar ditentukan oleh natrium. Dehidrasi dapat dibagi menjadi 3
menurut tonisitas plasma yaitu :
1)
Dehidrasi isotonik/isonatremik bila kadar Na plasma
130-150 mEq/L. Dalam praktek di klinik dehidrasi inilah yang terbanyak.
2)
Dehidrasi hipotonik, bila Na plasma < 130 mEq/L.
3)
Dehidrasi hipertonik, bila Na plasma > 150 mEq/L.
Selain perubahan kadar
Na plasma juga kalium dapat mengalami perubahan karena kalium banyak keluar
pada tinja. Pada diare biasa sebesar 26 mEq/L dan pada kolera 96 mEq/L sehingga
dapat terjadi hipokalemia, namun penurunan kalium pada plasma ini biasanya akan
diganti dengan kalium yang terdapat pada cairan intraseluler, dengan tentunya
kadar kalium intraseluler akan menurun. Secara singkatnya maka gangguan
elektrolit yang sering terjadi pada keadaan diare adalah hiponatremia (Na <
130mEq/L), hipernatremia (Na >150mEq/L), dan hipokalemia (K < 3 mEq/L).
Gangguan asam basa
Akibat kehilangan
cairan yang banyak pada diare tersebut diatas maka akan terjadi
hemokonsentrasi/hipoksia. Akibat hipoksia maka jaringan akan terjadi metabolisme
secara anaerobik yang akan menghasilkan produk asam laktat yang selanjutnya
akan menyebabkan keadaan asidosis respiratorik/metabolik. Tanda-tanda asidosis
tersebut dapat terlihat berupa pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul).
Akibat lain dari keadaan
diare adalah keluarnya bikarbonat melalui tinja, akibatnya pH darah akan
menurun bila badan tidak mengadakan koreksi dengan jalan mengeluarkan CO2
melalui paru-paru. Sebagai akibat diare yang hebat dan tubuh tidak sanggup
mengadakan kompensasi lagi, maka terjadilah asidosis metabolik, dan mungkin
akan diperberat lagi bila terjadi ketosis, oliguria atau anuria dan penimbunan
asam laktat karena terjadinya hipoksia pada jaringan tubuh.
Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat
kehilangan cairan tubuh lebih dari 10% berat badan (dehidrasi berat) akan
terjadi gangguan sirkulasi dan dapat terjadi syok. Hal ini disebabkan cairan
ekstraseluler banyak berkurang (hipovolemik) sehingga perfusi darah ke jaringan
berkurang, dengan akibat hipoksia yang akan menambah beratnya asidosis
metabolik, gagal ginjal pre renal, penurunan kesadaran, dan dapat menimbulkan
kematian bila tidak segera ditangani dengan baik.
Hipoglikemia
Hipoglikemia biasanya
dapat terjadi pada anak yang menderita diare dan lebih sering lagi bila
sebelumnya menderita gangguan gizi (KEP). Sebab yang pasti belum diketahui tapi kemungkinanya adalah 1)
gangguan proses glikogenolisis, 2) gangguan penyimpanan glikogen pada hati, 3)
gangguan absorpsi dan digesti karbohidrat terutama pada KEP di mana terjadi
atropi jonjor usus. Akibat dari hipoglikemia ini cairan ekstraseluler akan
menjadi hipotonik dengan kompensasi air akan masuk ke dalam cairan intraseluler
sehingga terjadi edema sel-sel otak yang dapat memberikan gejala penurunan
kesadaran, kejang-kejang.
Gangguan gizi
Gangguan gizi biasanya
terjadi akibat diare dimana pemberian makanan selama sakit dihentikan. Selain
itu akibat infeksi usus terjadi gangguan absorpsi terutama laktosa karena
terjadinya defisiensi enzim laktase, akibatnya pemberian susu dengan laktosa
tinggi akan menambah beratnya diare. Pada anak yang sebelumnya sudah menderita
KEP akan memperberat keadaan KEP nya, yang dalam fase selanjutnya akan
memperberat pula diarenya.
IX. Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan
fisik pada penderita diare maka dapat ditemukan beberapa hal, antara lain
adalah sebagai berikut ini :
1)
Dehidrasi. Dehidrasi merupakan hal yang utama sebagai
penyebab kesakitan dan kematian, sehingga perlu dilakukan penilaian pada setiap
pasien akan tanda, gejala, dan tingkat keparahan dehidrasinya. Letargi,
penurunan kesadaran, ubun-ubun besar yang mencekung, membran mukosa yang
mengering, mata cekung, turgor kulit yang menurun, dan terlambatnya capillary refill perlu dijadikan suatu
hal yang patut dicurigai kearah dehidrasi.
2)
Gagal untuk tumbuh dan malnutrisi. Penurunan massa
otot dan lemak atau terjadinya edema periferal dapat dijadiakan petunjuk bahwa
terjadi malabsorpsi dari karbohidrat, lemak dan/atau protein. Organisme
tersering yang dapat menyebabkan malabsorpsi lemak dan diare yang intermiten
adalah Giardia sp.
3)
Nyeri perut. Nyeri perut yang nonspesifik dan nonfokal
disertai dengan kram perut merupakan hal yang biasa terjadi pada beberapa
organisme. Nyeri biasanya tidak bertambah bila dilakukan palpasi pada perut.
Apabila terjadi nyeri perut yang fokal maka nyeri akan bertambah dengan
palpasi, bila terjadi rebound tenderness, maka kita harus curiga terjadinya
komplikasi atau curiga terhadap suatu diagnosis yang noninfeksius.
4)
Borborygmi. Merupakan tanda peningkatan aktivitas peristaltik
usus yang menyebabkan auskultasi dan/atau palpasi yang meningkat dari aktivitas
saluran pencernaan.
5)
Eritema perianal. Defekasi yang sering dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit perianal, terutama pada anak-anak yang kecil.
Malabsorpsi karbohidrat yang sekunder seringkali merupakan hasil dari feses
yang asam. Malabsoprsi asam empedu sekunder dapat menyebabkan dermatitis
disekitar perianal yang sangat hebat yang seringkali ditandari sebagai suatu
luka bakar.
X. Pemeriksaan
Laboratorium
·
Feses : PH, leukosit (>5/LPB menunjukkan disentri),
kultur, ELISA (untuk etiologi virus)
·
Darah: Untuk memeriksa kadar elektrolit dan asam basa
Tabel 2. Medium Kultur Bakteri yang Optimum
Organism
|
Detection Method
|
Microbiologic
Characteristics
|
Aeromonas species
|
Blood agar
|
Oxidase-positive flagellated gram-negative bacillus
(GNB)
|
Campylobacter species
|
Skirrow agar
|
Rapidly motile curved gram-negative rod (GNR); Campylobacter
jejuni 90% and Campylobacter coli 5% of infections
|
C difficile
|
Cycloserine-cefoxitin-fructose-egg (CCFE) agar; enzyme
immunoassay (EIA) for toxin; latex agglutination (LA) for protein
|
Anaerobic spore-forming gram-positive rod (GPR);
toxin-mediated diarrhea; produces pseudomembranous colitis
|
C perfringens
|
None available
|
Anaerobic spore-forming GPR; toxin-mediated diarrhea
|
E coli
|
MacConkey eosin-methylene blue (EMB) or
Sorbitol-MacConkey (SM) agar
|
Lactose-producing GNR
|
Plesiomonas species
|
Blood agar
|
Oxidase-positive GNR
|
Salmonella species
|
Blood, MacConkey EMB, xylose-lysine-deoxycholate (XLD),
or Hektoen enteric (HE) agar
|
Nonlactose non–H2S-producing GNR
|
Shigella species
|
Blood, MacConkey EMB, XLD, or HE agar
|
Nonlactose and H2S-producing GNR; verotoxin
(neurotoxin)
|
Vibrio species
|
Blood or thiosulfate-citrate-bile-salts-sucrose (TCBS)
agar
|
Oxidase-positive motile curved GNB
|
Y enterocolitica
|
Cefsulodin-ingrasan-novobiocin (CIN) agar
|
Nonlactose-producing oval GNR
|
XI. Penatalaksanaan
Karena kebanyakan dari diare ini
adalah penyakit yang self-limiting,
maka dalam pengelolaannya adalah bersifat suportif. Rehidrasi secara oral (OR)
merupakan terapi utama bagi semua anak-anak yang menderita diare, jangan pernah
untuk tidak memberikan OR bahkan bila anak tidak berada di dalam keadaan
dehidrasi, karena pemeliharaan cairan dalam tubuh merupakan hal yang sangat
penting. Neonatus dan bayi berada dalam kelompok risiko tinggi untuk mengalami
komplikasi sekunder seperti dehidrasi berat dan gangguan elektrolit sehingga
memerlukan pengawasan ketat. Jika perlu maka dapat dilakukan rehidrasi cairan
secara intravena bila pemberian cairan secara oral tidak berhasil mengatasi
keadaan. Tetapi sebagai patokan dalam pemberian cairan ini tetap mengacu kepada
rencana terapi A, B, atau C. Cairan yang diberikan untuk rehidrasi idealnya
memiliki osmolaritas yang rendah (210-250 mOsm) dan mengandung natrium sekitar
50-60 mmol/L.
Pemberian obat antimotilitas tidak
memiliki indikasi untuk diare. Terapi antimikroba juga dilakukan jika penyebab
diarenya adalah non-virus, karena mengingat bahwa diare ini adalah penyakit
yang dapat sembuh dengan sendirinya. Berikut tabel dibawah ini akan
memperlihatkan terapi-terapi yang dapat diberikan untuk diare yang non-virus.
Terapi yang digunakan di bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSHS :
Antidiare tidak diberikan dan Antibiotik
digunakan hanya untuk :
·
Diare invasif : Kotrimoksasol 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis selama
hari.
·
Kolera : Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis selama 2-3 hari.
·
Amoeba, Giardia, Kriptosporodium : Metronidazol 30-50 mg/kgBB/hari, dibagi
3 dosis selama 5 hari (10 hari untuk kasus berat)
Diet : Sesuai dengan penyebab diare
·
Intoleransi karbohidrat : susu rendah sampai bebas laktosa
·
Alergi protein susu sapi : susu kedelai
·
Malabsorpsi lemak : susu yang mengandung medium
chain trigliserid (MCT)
·
Apabila dengan terapi dietetik diatas tidak ada
respons, gunakan susu protein hidroksilat.
Penyulit :
·
Dehidrasi
-
Tanpa dehidrasi :
Rencana Terapi A
-
Dehidrasi ringan-sedang : Rencana Terapi B
-
Dehidrasi berat :
Rencana Terapi C
·
Gangguan elektrolit
-
Hiponatremia
Dapat diberikan larutan NaCl hipertonis 3 (13mEq/L)
atau % (855mEq/L). Tetapi untuk mencapai kadar Na yang aman (125 mEq/L) maka Na
yang dibutuhkan menurut rumus sebagai berikut ini : mEq Na = 12 – Na darah x
0.6 x BB(kg) diberikan dalam 4 jam.
-
Hipernatremia
Bila terjadi dehidrasi berat disertai syok/presyok maka
berikan NaCl 0.9% atau RL atau Albumin 5%. Setelah syok teratasi lalu berikan
larutan yang mengandung Na : 75-80 mEq/L, misalnya NaCl-dekstrosa (2A) atau DG
half strength sampai ada diuresis kemudian berikan K 40 mEq/L.
-
Hipokalemia :
Bila kadar K darah < 2.5 mEq/L (dengan atau
tanpa gejala) → larutan KCl
3.75% i.v. dengan dosis 3- mEq/kgBB, maksimal 40 mEq/L.
Bila kadar K 2.5 – 3.5 mEq/L (dengan atau tanpa
gejala), cukup diberikan K : 75 mg/kgBB/hari p.o. dibagi dalam 3 dosis.
-
Hiperkalemia :
Kadar K darah Terapi
< 6 mEq/L Kayeksalat
1 g/kgBB p.o., dilarutkan dalam 2 ml/kgBB larutan sorbitol 70%.
Kayeksalat 1 g/kgBB enema, dilarutkan dalam 10
ml/kgBB larutan sorbitol 70% diberikan melalui kateter folley, diklem selama
30-60 menit.
6-7 mEq/L NaHCO3 7.5% dosis 3 mEq/kgBB
secara i.v. atau 1 unit insulin/5 g glukosa
> 7 mEq/L Ca glukonas 10%, dosis
0.1-0.5 ml/kgBB i.v. dengan kecepatan 2 ml/menit
·
Gangguan keseimbangan asam-basa
-
Asidosis metabolik
Apabila kadar bikarbonat <22mEq/L dan kadar base
excess (BE) tidak diketahui →
larutan bikarbonat 8.4% (1mEq = 1 ml) atau 7.5% (0.9 mEq = 1ml) sebanyak 2-4
mEq/kgBB.
Bila BE diketahui : mEq NaHCO3 = BE x BB x 0.3
-
Alkalosis metabolik
Tergantung derajat dehidrasi berikan NaCl 0.9%,
10-20ml/kgBB dalam 1 jam. Bila telah diuresis, dilanjutkan dengan cairan 0.45
NaCl atau 2,5% dekstrosa (2A) 40-80ml/kgBB + KCl 38 mEq/L dalam 8 jam.
XII.
Penggunaan Probiotik
Probiotik merupakan
istilah yang digunakan untuk bakteri yang hidup di usus. Dalam pemberiannya,
probiotik sering disertai dengan nutrisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan
bakteri tersebut, yang disebut prebiotik. Kompleks karbohidrat, lipid surfaktan
dan glutamin sangat penting untuk pertumbuhan flora probiotik. Salah satu bahan
makanan yang mengandung nutrisi tersebut adalah biji gandum.
Probiotik
sering digunakan dalam pencegahan maupun pengobatan diare akut pada anak serta
infeksi Clostridium difficile, juga
berguna dalam pengobatan ulkus peptikum yang disebabkan oleh Helicobacter pylorii. Bakteri tersebut
(biasanya lactobacillus sp. dan bifidobacterium sp.) akan
bermultiplikasi di dalam saluran pencernaan dan menghambat pertumbuhan bakteri
yang patogen.
Saluran
pencernaan bagian bawah sangat membutuhkan probiotik dalam metabolisme
nutrien-nutrien tertentu, antara lain asam lemak rantai pendek. Probiotik juga
dapat meningkatkan imunitas dan mencegah kerusakan usus akibat bakteri patogen.
Namun
probiotik (lactobacillus sp.) juga
mempunyai efek yang patogenik antara lain dapat menyebabkan karies dentis,
sepsis, rheumatic vascular disease dan endokarditis. Pasien imunodefisiensi
atau pasien yang tua dan mendapatkan terapi antibiotik spektrum yang luas
sangat rentan terhadap komplikasi ini. Namun secara umum efek patogen dari
probiotik cukup rendah.
XIII Prognosis
Baik
di negara maju maupun di negara berkembang, dengan penanganan diare yang baik
maka prognosis akan sangat baik. Kematian biasanya terjadi
akibat dari dehidrasi dan malnutrisi yang terjadi secara sekunder akibat dari
diarenya itu sendiri. Apabila terjadi dehidrasi yang berat maka perlu dilakukan
pemberian cairan secara parenteral. Bila terjadi keadaan malnutrisi akibat
gangguan absorpsi makanan maka pemberian nutrisi secara parenteral pun perlu
dilakukan karena bila terjadi gangguan dari absorpsi makanan (malabsorpsi) maka
kemungkinan untuk jatuh kedalam keadaan dehidrasi yang lebih berat lagi akan
semakin lebih besar.
Daftar Pustaka
- Alfa, Yasmar. Tanpa tahun. Patogenesis dan Patofisiologi Diare. Bandung : SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD/RSHS.
- Alfa, Yasmar,dkk, 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi 3 hal 271-302. SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD/RSHS.
- Depkes, 1999. Buku Ajar Diare. Jakarta
- Frye, Richard E. 2005. Diarrhea. Melalui <http://www.emedicine.com/> [22/12/05].
- Guyton, Arthur.C. & Hall, John E. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan : Irawati Setiawan, dkk. Hal 1013-1049. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Karras,David. 2005. Diarrhea. Melalui <http://www.emedicinehealth.com/articles/5917-10.asp> [22/12/05].
- Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. hal 470-477. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
- Nguyen, David G. 2005. Pediatrics, Rotavirus. Melalui <http://www.emedicine.com/> [22/12/05]
- Shils,Maurice,dkk. 1999. Modern Nutrition In Health and Disease. 9 th Ed. USA: Lippincot William and Wilkins
- Suharyono,dkk. 2003. Gastroenterologi Anak Praktis. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI
- Sunoto. 1991. Penyakit Radang Usus : Infeksi dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI editor A.H. Markum dkk. Hal 448-466. Jakarta : FKUI.
5 komentar:
share ttg ARDS dong dok.. skalian sm daftar pustakanya.. ;)
http://www.scribd.com/doc/45904255/makalah-ARDS
saya nda punya datanya.. maaf
makasiy...
mau dikasih semangat dong dok biar saya belajarnya jd semangat juga.. :)
jalanin aje.... yang namanye pendidikan pasti nda ada yang enaknye, tp itu proses buat keindahan.....
hahahahahahahahha
okeh deyh dok.. yg penting tetep senyumlah yey.. ;-)
Posting Komentar