Gawat Janin
Penggunaan
terminologi yang standar dan spesifik untuk mengklasifikasi gawat janin
diperlukan sehingga data dapat diinterpretasi lebih tepat1.
Definisi
Definisi
gawat janin bervariasi, diantaranya: gawat janin adalah bradikardia janin
persisten yang bila tidak dikoreksi dapat mengakibatkan dekompensasi respon
fisiologis dan menyebabkan kerusakan permanen SSP sampai kematian atau hipoksia
janin tanpa mekanisme kompensasi terhadap keadaan hipoksia tersebut, umumnya
disertai asidosis metabolik.2 Gawat janin merupakan istilah yang
digunakan untuk menyatakan bahwa janin dalam keadaan bahaya, akibat hipoksia
janin intrauterin. Atau dapat dikatakan sebagai diagnosis klinis suatu hipoksia
intrapatum.
Gawat
janin juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan fisiologi janin yang
sangat terganggu sehingga dapat menyebabkan kematian atau jejas permanen dalam
jangka waktu yang relatif singkat.3
Asfiksia
Asfiksia
adalah suatu keadaan dimana terjadi suatu kondisi penurunan kadar oksigen, penurunan
pH dan peningkatan kadar karbondioksida. Pemaparan minimal terhadap hipoksia
untuk menimbulkan cedera otak adalah 12-14 menit, dan pemaparan selama 25-30
menit akan menyebabkan nekrosis dan edema jaringan. 4
Menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG) tahun 2005, penggunaan istilah asfiksia
neonatus saat persalinan tidak lagi dipergunakan dan merupakan suatu diagnosis
yang nonspesifik. Komite ACOG merumuskan istilah Kejadian Hipoksik Intrapartum
Akut sebagai pengganti istilah asfiksia neonatus, dengan kriteria sebagai
berikut : 5
Kriteria esensial ( harus
mencakup keempat komponen ) :
1.
Hasil
analisa gas darah arteri umbilikal menunjukkan adanya asidosis metabolik ( pH
< 7 dan defisit basa 12 mmol/L )
2.
Kejadian
ensefalopati neonatus berat atau sedang pada bayi dengan usia gestasi >
34 minggu
3.
Cerebral
palsy tipe quadriplegik spastik atau diskinetik
4.
Eksklusi
etiologi lain, seperti trauma, gangguan koagulasi, infeksi dan kelainan genetik
Kriteria nonspesifik
terhadap kejadian asfiksia
1.
Suatu
sinyal kejadian hipoksia sesaat sebelum dan selama persalinan
2.
Bradikardia
janin yang terjadi tiba-tiba, atau hilangnya variabilitas denyut jantung janin,
dan adanya deselerasi variabel menetap atau deselerasi lambat
3.
Nilai
skor Apgar 5 menit 0-3
4.
Kejadian
kelainan multiorgan dalam 72 jam kelahiran
5.
Adanya
pencitraan yang menunjukkan abnormalitas serebral nonfokal
Etiologi 2
Etiologi
fetal distress- Ibu
·
Penurunan kemampuan membawa oksigen ibu
·
Anemia yang signifikan
·
Penurunan aliran darah uterin
·
Posisi supine atau hipotensi lain, preeklampsia
·
Kondisi ibu yang kronis
·
Hipertensi
Faktor
Uteroplasental
·
Kontraksi Uterus
·
Hiperstimulasi, Solusio Plasenta
·
Disfungsi Uteroplasental
·
Infark Plasental
·
Korioamnionitis
·
Disfungsi plasental ditandai oleh IUGR, oligohidramnion
Sirkulasi
Janin Intra Uterin
Sirkulasi arus
darah janin-ibu merupakan suatu sistem yang kompleks. Arus darah janin yang
cenderung kurang oksigen menuju plasenta melalui dua arteri umbilikalis.
Setelah memasuki plasenta, arteri tersebut akan bercabang sampai membentuk
jaringan kapiler. Darah yang mengandung kadar oksigen yang lebih tinggi akan
kembali ke janin melalui vena umbilikalis tunggal. 6
Fisiologi
sirkulasi maternal plasental dimulai dengan masuknya darah ibu kedalam daerah
basal plasenta dan mencapai dasar korion melalui mekanisme tekanan arterial
maternal. Kemudian terjadi pertukaran antara darah kaya oksigen dengan darah
dari arteri umbilikalis janin melalui villi-villi. Kontraksi uterus berpengaruh
terhadap aliran darah maternal-plasental. Selama kontraksi, terjadi penurunan
rerata arus darah, namun volume darah yang ada dalam sirkulasi masih dalam
jumlah yang adekuat. Faktor yang
mempengaruhi pengaturan arus darah daerah intervillus adalah tekanan darah
arterial, tekanan intrauterin, dan pola kontraksi uterus.7 Karakteristik
transport pada plasenta mengatur keseimbangan konsentrasi gas respirasi dan
berbagai larutan antara darah pada area intervilli maternal yang berasal dari
arus darah uterus dengan darah kapiler janin yang berasal dari arus darah
umbilikal, sehingga arus darah pada kedua sirkulasi merupakan determinan utama
dalam penyediaan oksigen dan nutrisi bagi janin.6
Arus
darah uterina selama kehamilan memberikan suplai kepada miometrium, endometrium
dan plasenta, dan saat kehamilan mendekati masa aterm, 90% dari total arus
darah uterina diterima oleh plasenta. Selama kehamilan, arus darah uterina
meningkat sampai dengan 50 kali lipat dibandingkan keadaan tidak hamil. Faktor
utama yang mempengaruhi peningkatan ini adalah pertumbuhan plasenta dan
vasodilatasi arteri maternal. Pada kehamilan aterm, efek ini mengakibatkan
peningkatan arus darah minimal 750 ml/menit atau 10-15% dari total output
jantung ibu. Arus darah umbilikal meningkat sejalan dengan pertumbuhan janin
pada kehamilan trimester ketiga. Perubahan arus darah umbilikus diatur oleh
adanya tekanan perfusi, dimana peningkatan tekanan vena umbilikalis secara
proporsional akan menurunkan arus darah umbilikus.6
Pertukaran
gas-gas respirasi utama, yaitu oksigen dan karbondioksida sangat tergantung
dari arus darah yang terjadi. Keadaan yang menyebabkan pertukaran gas plasenta
adalah adanya perbedaan gradien tekanan parsial antara sirkulasi maternal dan
fetal. Kapasitas difusi plasenta mampu mengatur kadar oksigen dan karbondioksida
secara seimbang.6 Plasenta mensuplai sekitar 8ml oksigen / menit / kilogram
berat janin, dan karena penyimpanan oksigen darah janin hanya cukup untuk 1
sampai 2 menit, maka suplai oksigen ini berlangsung secara kontinu. Rerata
saturasi oksigen darah intervillus adalah berkisar 65 sampai 75 persen, dengan
tekanan parsial oksigen berkisar 30 sampai 35 mmHg. Saturasi oksigen pada darah
vena umbilikalis hampir sama, namun mempunyai tekanan parsial yang lebih
rendah. Transfer karbondioksida dilakukan secara difusi. Plasenta sangat
permeabel terhadap karbondioksida, sehingga dapat melewati villi korionik lebih
cepat daripada oksigen. Darah janin memiliki afinitas yang lebih lemah terhadap
karbondioksida dibandingkan darah maternal, sehingga membantu perpindahan
karbondioksida dari janin ke ibu, yang dibantu oleh keadaan hiperventilasi pada
ibu hamil.7
Patofisiologi
Pada
gawat janin, hendaknya dianalisa kondisi janin dan ibu, kemudian direncanakan pemeriksan khusus untuk
membuktikan kebenaran analisa tersebut. Kondisi klinik yang berkaitan dengan
hipoksia ialah:8
1
Kelainan pasokan plasenta : solutio
plasenta, plasenta previa, postterm, prolapsus tali pusat, lilitan tali pusat,
pertumbuhan janin terhambat, isufisiensi plasenta
2
Kelainan arus darah plasenta : hipotensi
ibu, hipertensi, kontraksi hipertonik
3
Saturasi oksigen ibu berkurang
:hipoventilasi, hipoksia, penyakit jantung. Bila pasokan oksigen dan nutrisi
berkurang , maka janin akan mengalami retardasi organ bahkan risiko asidosis
dan kematian.
Upaya redistribusi aliran darah diutamakan pada
organ penting seperti otak dan jantung dengan mengorbankan visera (hepar dan
ginjal). Hal ini tampak dari volume cairan amnion yang berkurang
(oligohidramnion). Bradikardia yang terjadi merupakan mekanisme jantung dalam
bereaksi dari baroreseptor akibat tekanan (misalnya hipertensi pada kompresi
tali pusat) atau reaksi kemoreseptor akibat asidemia.8
Gambar 3. Skema
Patofisiologi Hipoksia dan Asidosis Janin8
Bila asfiksia berlanjut dan mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan oksigenisasi organ vital gagal, maka otak akan mengalami
edema otak dan iskemia multifokal. Kondisi ini dikenal sebagai ensefalopati
hipoksik iskemik (EHI). Apabila iskemia berlanjut maka akan timbul nekrosis dan
tekanan intrakranial meninggi. Kemudian bagian nekrosis akan menjadi daaerah
ulegyria (kerusakan pada white matter)
atau timbul porensefali (kistik). Di bagian grey
matter mungkin timbul parut fokal atau difus. Pada daerah visera awalnya
akan terjadi kekurangan darah, terjadi disfungsi berupa kegagalan paru, necrotizing enterocilitis, dan tubular necrosis.8
Hipoksia pada fetus dapat
merangsang kontraksi kolon sehingga menyebabkan keluarnya mekonium ke dalam
cairan amnion. Kadang hal ini diikuti oleh fetal
gasping karena kekurangan oksigen yang mengakibatkan aspirasi mekoneum ke
dalam paru-paru yang dapat mengakibatkan obstruksi bronkus pneumonitis kimia
dan pengobatan harus dilakukan selama persalinan, karena bila tidak dikeluarkan
secara adekuat, obstruksi oleh mekoneum dapat mengakibatkan hipoksia lebih
lanjut. Derajat aspirasi mekoneum dan lamanya pemaparan terhadap mekoneum
menentukan parahnya hipoksia yang diderita fetus. Pewarnaan mekoneum pada tali
pusat, kulit, atau kuku bayi menggambarkan pemaparan mekoneum 3 sampai 6 jam
dalam uterus sebelum persalinan.14
Diagnosis
Gawat
janin bermanifestasi sebagai perubahan kecepatan, irama dan kualitas denyut
jantung janin serta perubahan biokimiawi lain. Identifikasi gawat janin
berdasarkan pola denyut jantung janin kurang tepat dan kontroversial.
Ayres-de-Campos and colleagues (1999) meneliti persetujuan inter-observer pada
interpretasi pola denyut jantung janin dan menemukan adanya perbedaan
interpretasi senagai normal, suspicious, atau pathologis. Berkus dkk (1999) menganalisis secara
retrospektif pola denyut jantung janin dalam 30 menit terakhir persalinan pada
1859 kehamilan aterm. Pola denyut jantung janin normal didapatkan pada 26 %
kasus. Kombinasi pola denyut jantung
janin yang berupa tidak adanya akselerasi disertai deslerasi variabel berat
atau deselerasi lambat, atau bradikardi atau takikardi yang memanjang
berhubungan dengan peningkatan insidens luaran bayi yang buruk.
Sebagai
kesimpulan, beberapa kombinasi karakteristik denyut jangtung janin dapat
digunakan untuk mengidentifikasi janin normal dan abnrmal. Gambaran gawat janin
yang sesungguhnya yaitu berupa variabilitas yang nol dengan deselerasi berat
atau perubahan frekuensi dasar yang menetap atau keduanya. Pada kepustakaan
lain dikatakan Untuk mendiagnosis suatu gawat janin, harus ada minimal satu
dari hal-hal berikut yaitu deselerasi variabel yang menetap, deselerasi lambat
yang menetap dan tidak dapat diatasi, dan bradikardi berat yang menetap.9
Diagnosis
gawat janin dapat ditunjang dengan pemeriksaan pH darah kapiler kulit kepala
janin. Kadar pH darah kapiler kulit kepala janin biasanya lebih rendah dari
pada darah vena umbilikalis.dan mendekati kadarnya di arteri umbulikalis. Zalar
dan Quilligan (1979) merekomendasikan protokol berikut untuk mengkonfirmasi
suatu gawat janin: jika pH lebih dari 7.25, dilakukan observasi persalinan.
Jika pH antara 7.20 dan 7.25, pengukuran pH diulang dalam 30 menit. Jika pH
kurang dari 7.20, segera ambil sampel darah kulit kepala lagi dan ibu
dipersiapkan untuk operasi. Operasi dilakukan segera jika dipastikan adanya pH
yang rendah. Jika tidak, proses persalinan dapat dilanjutkan dan pemeriksaan pH
darah kulit kepala diulang secara periodik.9
Umumnya
deteksi gawat janin dilakukan dengan pengukuran denyut jantung baik secara
fetoskop atau kardiotokografi. Namun terbukti bahwa pengawasan kontinyu hampir
tak berbeda dengan pengawasan secara intermiten.1 Cara mendiagnosis hipoksia
janin adalah dengan auskultasi denyut jantung janin, berkurangnya gerakan
janin, terdapatnya mekoneum dalam cairan amnion, kardiotokografi, dan melalui
ultrasonografi dengan melihat profil biofisik janin, cairan amnion, plasenta
dan tali pusat, dan doppler.1
Pemantauan
denyut jantung fetus adalah modalitas untuk menentukan apakah fetus tersebut
mendapat oksigenasi yang baik. Dapat dilakukan pemantauan secara internal dan
eksternal. Pemantauan denyut jantung janin secara eksternal dapat dilakukan
dengan menggunakan doppler, sementara pemantauan denyut jantung janin secara
internal dilakukan dengan menggunakan elektroda fetus yang ditempatkan langsung
pada kulit kepala bayi atau bagian lainnya.
Tes Penilaian Janin Antepartum
Tes yang
paling sering dipakai adalah NST dan profil biofisik, dimana NST merupakan
indikator awal kesejahteraan janin, dan pengukuran jumlah air ketuban
merefleksikan adekuasi dari fungsi plasenta.10
Non Stress Test
(NST)
Saat
ini, NST digunakan secara kombinasi dengan ultrasonografi untuk observasi
aktivitas janin dan volume cairan ketuban. Kombinasi ini dinamakan sebagai
profil biofisik.
Monitoring
elektronik janin intrapartum dinyatakan memiliki prediksi luaran janin yang
baik dengan adanya akselerasi denyut jantung janin. Munculnya pola denyut
jantung janin ditentukan oleh jalur konduksi elektrik, reseptor-reseptor
neurohormon miokardial, jalur refleks simpatis dan parasimpatis, dan
kontraktilitas miokardium. 11
Suatu
NST dikatakan reaktif atau reassuring dengan adanya frekuensi dasar denyut
jantung bayi yang normal, yaitu 110-160 denyut per menit, dan memiliki minimal
2 akselerasi denyut jantung janin dalam periode waktu 10 menit, dimana keduanya
memiliki puncak amplitudo > 15 denyut permenit di atas frekuensi dasar dan
berlangsung minimal 15 detik dan kurang dari 2 menit.
Suatu
pola denyut jantung janin yang abnormal atau nonreassuring adalah bila terdapat
frekuensi dasar takikardia, yaitu lebih dari 160 denyut per menit atau
bradikardia, dengan frekuensi kurang dari 110 denyut per menit, serta adanya
deselerasi. Suatu deselerasi awal didefinisikan sebagai suatu penurunan gradual
denyut jantung janin dan kembali ke frekuensi dasar sesuai dengan adanya
kontraksi uterus. Onset, titik nadir dan kembalinya deselerasi awal membentuk
gambaran cermin dengan awal, puncak dan akhir kontraksi uterus. Deselerasi
variabel didefinisikan sebagai penurunan tiba-tiba denyut jantung janin dengan
waktu onset deselerasi ke titik nadir kurang dari 30 detik. Deselerasi tipe ini
minimal 15 denyut per menit dibawah frekuensi dasar, berlangsung minimal 15
detik tetapi kurang dari 2 menit. Deselerasi variabel biasa timbul sebagai
respon terhadap kompresi tali pusat dan merupakan tipe deselerasi yang paling
banyak terjadi dalam persalinan. Deselerasi variabel yang abnormal atau atipik
bila terjadi sampai dengan 70 denyut per menit selama lebih dari 60 detik,
hilangnya variabilitas frekuensi dasar, terjadi deselerasi bifasik, atau adanya
takikardia janin. Deselerasi lambat didefinisikan sebagai suatu penurunan
gradual denyut jantung janin dan kembali ke frekuensi dasar dengan waktu onset
deselerasi sampai ke nadir lebih dari 30 detik. Onset, titik nadir dan kembali
ke frekuensi dasar terjadi setelah awal, puncak dan akhir kontraksi. 12
Tes
Profil Biofisik
Tes
profil biofisik ini adalah skor penilaian yang dilakukan dalam waktu berkisar
30 menit yang melakukan penilaian terhadap keadaan janin, berupa pemantauan
gerakan janin, gerakan nafas, tonus dan jumlah air ketuban. Berkurangnya jumlah
air ketuban merupakan suatu penanda tidak langsung terhadap adanya penurunan
fungsi filtrasi glomerular, sebagai respon dari terjadinya hipoksia kronis.
Penilaian 0 atau 2 diberikan pada masing-masing 4 variabel, dengan didapatkan
skor maksimal 8 tanpa pemeriksaan NST dan skor 10 dengan NST. Setelah
didapatkan skor, akan ditentukan lebih lanjut manajemen dan tatalaksana
selanjutnya. Data dari studi berbasis bukti menunjukkan bahwa tes profil
biofisik menurunkan angka mortalitas dan morbiditas perinatal. 13
Tabel 1. Kriteria penilaian Tes Profil Biofisik 13
Variabel
biofisik
|
Normal
(nilai 2)
|
Abnormal
(nilai 0)
|
Gerakan
nafas janin
|
> 1 episode minimal 30 detik dalam
interval 30 menit
|
< 30
detik gerakan nafas janin dalam interval 30 menit
|
Gerakan
janin
|
> 3 gerakan dalam 30 menit
|
< 3
gerakan dalam 30 menit
|
Tonus
otot janin
|
> 1 episode ekstensi aktif pada
ekstremitas
|
ekstensi
lambat, atau tidak ada gerakan janin
|
Volume
air ketuban
|
1
kantong ketuban terdalam > 2 cm
|
1
kantong ketuban terdalam < 2 cm
|
NST
|
> 2 akselerasi > 15dpm dlm
20-40m
|
0-1
akselerasi dalam 20-40 menit
|
Tes Velosimetri Doppler
Pemeriksaan
USG Doppler adalah suatu pemeriksaan non invasif yang bertujuan untuk melakukan
pengukuran velositas arus dari pembuluh darah. Velositas arus darah tergantung
pada volume dan kecepatan arus darah relatif terhadap diameter pembuluh darah.
Nilai rasio SDAU lebih besar dari 3 dinilai sebagai abnormal pada kehamilan
diatas 30 minggu dan berhubungan dengan kejadian pertumbuhan janin terhambat
(PJT). Suatu arus absent end diastolic pada arteri umbilikalis merupakan suatu
penanda adanya hipoksia janin yang berat
dan secara patologi berhubungan dengan obliterasi dari pembuluh darah kapiler
pada villi plasenta. Suatu arus reversed end diastolic memiliki prognosis yang
sangat buruk dan merupakan penanda terjadinya ancaman kematian janin.
Penilaian
Doppler arteri umbilikalis tidak dilakukan untuk pemantauan janin pada populasi
umum. Saat ini pemeriksaan Doppler arteri umbilikalis berperan banyak pada
kehamilan dengan komplikasi pertumbuhan terhambat ataupun hipertensi dan
preeklamsia.
Tes Fungsi Dinamik Janin Plasenta
Penilaian
pada tes ini didapatkan dari pemeriksaan ultrasonografi dan kardiotokografi.
Tes FDJP ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik untuk mendiagnosis
asfiksia janin, dan telah dilakukan penelaahan variabel yang berhubungan dengan
kejadian asidosis.4
Variabel-variabel
dalam tes FDJP didapatkan dengan melakukan pencarian hubungan masing-masing
variabel dengan kejadian asidosis (pH < 7,14) dan hipoksemia (pO2 < 14,3
mmHg), dan dilakukan suatu analisa regresi logistik dimana didapatkan variabel
yang menentukan, yaitu reaktifitas janin, akselerasi setelah stimulasi, rasio
SDAU, gerakan nafas dan tonus, serta penambahan variabel cairan amnion dan
deselerasi. Tonus janin tidak dimasukkan dalam skema karena menghilang pada
keadaan asidosis berat. Cairan ketuban diukur dengan Indeks Cairan Amnion
(ICA), yaitu pengukuran kantong ketuban pada keempat kuadran uterus dengan
umbilikus sebagai pusatnya. Prosedur tes FDJP ini adalah perekaman
kardiotokografi secara spontan selama 20 menit, dilanjutkan dengan perekaman 20
menit setelah stimulasi vibroakustik dengan bel agar dapat menghindarkan
interpretasi rekaman pada janin yang tidur. 4
Tabel 2.
Skor penilaian Fungsi Dinamik Janin Plasenta 4
Skor
|
2
|
0
|
Reaktifitas DJJ
|
>= 2
|
<2
|
Akselerasi stimulasi
|
>= 2
|
<2
|
Rasio SDAU
|
< 3
|
>=3
|
Gerak nafas stimulasi
|
>= 2 episode
|
< 2 episode
|
Indeks Cairan Amnion
|
>= 10 cm
|
< 10cm
|
Kurangi 2 nilai pada PJT dan
deselerasi
Janin dengan skor FDJP < 5
kemungkinan besar untuk menderita asidosis, sehingga dianjurkan untuk
dilahirkan dengan seksio sesarea, dan dengan FDJP >= 5 dilahirkan
pervaginam.
Penatalaksanaan
Saat Kehamilan9
1. Untuk gawat janin kronis,
penanganannya sama dengan penanganan PJT.
2. Untuk gawat janin akut, karena hampir
selalu berhubungan dengan suatu kedaruratan obstetri, penanganannya sesuai
dengan penanganan kedaruratan tersebut.
Saat Persalinan9
Ketika
diagnosis gawat janin ditegakkan dengan kardiotokografik kontinyu disertai
pemeriksaan pH darah kulit kepala janin, maka janin harus segera dilahirkan
dengan cara teraman baik per vaginam maupun perabdominam. Pada tempat yang
tidak memiliki fasilitas monitoring denyut jantung janin yang terus menerus,
perburukan pola denyut jantung janin dan adanya ketuban yang terwarnai mekoneum
mengharuskan pelahiran yang segera. Pada periode ini, lakukan hal-hal berikut:
§ Untuk meningkatkan aliran darah
uterus:
-
posisikan
ibu pada posisi miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta; frekuensi
kontraksi uterus seringkali berkurang.
-
Hentikan
drip oksitosin, jika sedang digunakan.
-
Atasi
hipotensi metrnal (pada analgesi epidural) dengan infus kristaloid 1 liter
segera.
§ Untuk meningkatkan aliran darah
umbilikalis
- dengan perubahan posisi ibu
- elevasi vertek
§
Berikan oksigen pada ibu dengan
kecepatan 6-8 l/mnt. Jika terdapat perbaikan pola denyut jantung janin dengan
pemberian oksigen, memastikan keperluan untuk melahirkan bayi dengan segera.
§
Lakukan pemeriksaan untuk memastikan ada
tidaknya prolap tali pusat
§
Pilihan persalinan:
§ jika pembukaan lengkap dan kepala
bayi tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau puncak kepala bayi pada
station 0, lahirkan dengan ekstraksi vakum atau forsep
§ jika pembukaan belum lengkap atau
kepala bayi lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau puncak kepala bayi di
atas station 0, lahirkan dengan SC.
-
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dastur AE. Intrapartum Fetal Distress. J Obstet Gynecol
India 2005; 55:115-117
2.
ALARM
3. Scoot
JR, Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF. Danforth’s Obstetric and Gynecology. 9th
ed. 2003
4.
Wiknjosastro G. Penilaian Fungsi Dinamik Janin
Plasenta untuk Menentukan Asidosis Janin pada Preeklamsia-Eklamsia
[Disertasi]. Jakarta: Bagian Obstetri Ginekologi FKUI/RSCM; 1992.
5.
Anonim. Inappropriate use of the terms fetal
distress and birth asphyxia. ACOG Committee Opinion No. 326. American
College of Obstetricians and Gynecologists. Obstet Gynecol. 2005;106:1469-70.
6.
Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Placental and Fetal
Physiology. Obstetrics: Normal and
Problem Pregnancies. 4 ed. Pennsylvania: Churchill Livingstone; 2002.
7.
Cunningham FG, Leveno KJ, Gilstrap L, et al. Implantation,
Embryogenesis and Placental Development. Williams Obstetrics. 22 ed. New York:
McGraw-Hill Co.Inc; 2005.
8. Michiels
C. Physiological and Oathological Responses to Hypoxia. American Journal of Pathology 2004; 164:1875-80
9.
Cunningham FG, Leveno KJ, Gilstrap L, et al. Antepartum
Assessment. Williams Obstetrics. 22
ed. New York: McGraw-Hill Co.Inc; 2005.
10.
Miller DA, Rabello YA, Paul RH. The modified
biophysical profile: Antepartum testing in the 1990s. Am J Obstet Gynecol.
1996;174(3 ):812-7.
11.
Devoe LD, Jones CR. Nonstress Test: Evidence-Based
Use in High-Risk Pregnancy. Clin
Obstet Gynecol: Lippincott Williams & Wilkins, Inc.; 2002. p. 986-92.
12.
Liston R, Crane J. Fetal Health Surveillance In
Labour. SOGC Clinical Practice Guidelines. J Obstet Gynaecol Can.
2002;24(3):250-62.
13.
Davies GA. Antenatal Fetal Assessment. SOGC
Clinical Practice Guidelines. J Soc Obstet Gynaecol Can. 2000;22(6):456-62.
14.
Spilsbury MA, Rojas DM, Garcia DV, Burnes JM, Orozco H,
Necoechea RR, Mayagoitia AL, Trujillo ME. Perinatal asphyxia pathophysiology in
pig and human: A review. Animal Reproduction Science 90 (2005) 1–30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar