DEFINISI
Preeklampsia – termasuk eklampsia – adalah penyakit
hipertensi yang khas dalam kehamilan dengan gejala utama adalah hipertensi akut
pada ibu hamil dan dalam masa nifas. Disamping hipertensi akut, proteinuria
juga merupakan gejala penting dan diagnosa preeklampsia akan sulit ditegakkan
jika gejala ini tidak ditemukan ().
ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab dari pre eklamsia dan eklamsia
belum diketahui telah banyak teori tetapi belum dapat memberikan penjelasan
yang memuaskan. Teori yang berkembang dewasa ini yang dikemukakan sebagai sebab
pre eklamsia dan eklamsia ialah iskemia plasenta. Teori ini belum dapat
menjelaskan semua hal yang berhubungan dengan pre eklamsia dan eklamsia karena
dalam penyakit ini sukar menentukan hubungan sebab dan akibatnya.
INSIDENSI DAN FAKTOR RISIKO
Insidensi preeklampsia
secara umum dinyatakan sekitar 5% meskipun terdapat beberapa laporan yang
bervariasi. Tingkat insidensi ini sangat dipengaruhi oleh paritas dan
berhubungan dengan ras, etnis, predisposisi genetik serta faktor lingkungan.
Sekitar 7,6% dari ibu nullipara ditemukan menderita preeklampsia dan 3,3% dari
kelompok tersebut berkembang menjadi preeklampsia berat (Hauth dkk, 2000).
Insidensi ini lebih besar daripada ibu multipara.
Faktor lain yang bisa
meningkatkan resiko terjadinya preeklmpsia adalah; kehamilan multipel, riwayat
hipertensi kronik, usia diatas 35 tahun, dan berat badan yang berlebihan selama
kehamilan, serta ibu dengan kehamilan kembar (Conde-Agudelao dan Belizan, 2000;
Sibai dkk, 1997, 2000; Walker, 2000). Suatu hal yang menjadi ironi adalah
penurunan resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan pada ibu hamil yang
merokok meskipun rokok diketahui banyak dihubungkan dengan gangguan pada
kehamilan (Zhang dkk, 1999). Plasenta previa juga dinyatakan dapat menurunkan
resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan (Anath dkk, 1997).
PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Preeklampsia merupakan
sindroma penurunan perfusi darah organ akibat dari vasospasme dan aktivasi
endotelial yang spesifik ditemukan pada masa kehamilan.
Walaupun etiologinya
belum jelas, banyak para ahli sepakat bahwa vasopasme merupakan proses awal
dari terjadinya penyakit ini. Gambaran patologis pada fungsi beberapa organ dan
sistem, yang kemungkinan disebabkan oleh vasospasme dan iskemia, telah
ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia dan eklampsia berat.
Vasospasme bisa merupakan
akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh
darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya
kerusakan/jejas endotel yang kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan
antara kadar vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan
lain-lain) dengan vasodilatator (nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain).
Selain itu, jejas endotel juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah
akibat kebocoran endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan
fibrinogen.
Vasokontriksi yang meluas
akan menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi normal berbagai macam organ
dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas efek terhadap ibu dan janin, namun pada
dasarnya keduanya berlangsung secara simultan. Gangguan ibu secara garis besar
didasarkan pada analisis terhadap perubahan pada sistem kardiovaskular,
hematologi, endokrin dan metabolisme, serta aliran darah regional. Sedangkan
gangguan pada janin terjadi karena penurunan perfusi uteroplasenta.
Kardiovaskular
Gangguan berat pada
fungsi kardiovaskular sering ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia atau
eklampsia. Gangguan tersebut pada dasarnya berhubungan dengan peningkatan
afterload yang diakibatkan oleh hipertensi dan aktivasi endotelial berupa
ekstravasasi cairan ke ruang ekstraselular terutama di paru-paru.
Hemodinamik
Dibandingkan dengan ibu
hamil normal, penderita preeklampsia atau eklampsia memiliki peningkatan curah
jantung yang signifikan pada fase preklinik, namun tidak ada perbedaan pada
tahanan perifer total. Sedangkan pada stadium klinik, pada kasus preeklampsia
atau eklampsia terjadi penurunan tingkat curah jantung dan peningkatan tahanan
perifer total yang signifikan dibandingkan dengan kasus normal.
Volume darah
Hemokonsentrasi adalah
pertanda penting bagi terjadinya preeklampsia dan eklampsia yang berat.
Pitchard dkk (1984) melaporkan bahwa pada ibu hamil dengan eklampsia tidak
terjadi hipervolemia seperti yang diharapkan. Pada seorang wanita dengan usia
rata-rata, biasanya terjadi peningkatan volume darah dari ± 3500 mL saat tidak
hamil menjadi ± 5000 mL beberapa minggu terakhir kehamilan. Dalam kasus
eklampsia, peningkatan volume ± 1500 mL ini tidak ditemukan. Keadaan ini
kemungkinan berhubungan dengan vasokonstriksi luas yang diperburuk oleh
peningkatan permeabilitas vaskular.
Hematologi
Abnormalitas hematologi
ditemukan pada beberapa kasus hipertensi dalam kehamilan. Diantara abnormalitas
tersebut bisa timbul trombositopenia, yang pada suatu waktu bisa menjadi sangat
berat sehingga dapat menyebabkan kematian. Penyebab terjadinya trombositopenia
kemungkinan adalah peningkatan produksi trombosit yang diiringi oleh peningkatan
aktivasi dan pemggunaan platelet. Kadar trombopoeitin, suatu sitokin yang
merangsang proliferasi platelet, ditemukan meningkat pada kasus preeklampsia
dengan trombositopenia (Frolich dkk, 1998). Namun, aggregasi platelet pada
kasus preeklampsia lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal (Baker dan
Cunningham, 1999). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh “kelelahan” platelet
akibat aktivasi in vivo. Selain itu, juga ditemukan penurunan dari
faktor-faktor pembekuan plasma dan kerusakan eritrosit sehingga berbentuk
bizzare dan mudah mengalami hemolisis akibat vasospasme berat.
Gambaran klinis
preeklampsia dengan trombositopenia ini akan semakin buruk bila juga ditemukan
gejala peningkatan enzim hepar. Gangguan ini dikenal dengan HELLP syndrome, yang terdiri dari hemolysis (H), elevated liver enzymes (EL), dan low platelet (LP).
Endokrin Dan Metabolisme
Kadar renin, angiotensin,
dan aldosteron plasma meningkat pada kehamilan normal. Namun pada kasus
hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan dari kadar ini dibandingkan dengan
kehamilan normal (Weir dkk, 1983).
Renal
Pada kasus preeklampsia,
terjadi penurunan aliran darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi
glomerolus dibandingkan dengan kehamilan normal. Pada ginjal juga terjadi
perubahan anatomis berupa pembesaran glomerolus sebesar 20% (Sheehan, 1950).
Otak
Secara patologi anatomi,
pada kasus preeklampsia maupun eklampsia, manifestasi sistem saraf pusat yang terjadi disebabkan oleh lesi pada
otak berupa edema, hiperemia, dan perdarahan. Sheehan (1950) meneliti otak
postmortem 48 orang ibu hamil yang meninggal dengan eklampsia dan ditemukan
perdarahan mulai dari perdarahan ptekie sampai masif pada 56% kasus. Keadaan
yang selalu ditemukan pada kasus preeklampsia maupun eklampsia dengan manifestasi
neurologis adalah perubahan fibrinoid pada dinding pembuluh darah otak.
Perfusi Uteroplasenta
Gangguan perfusi
uteroplasenta akibat vasospasme hampir dapat dipastikan merupakan penyebab
tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada kasus preeklampsia. Brosens dkk
(1972) melaporkan bahwa diameter rata-rata arteriol spiral miometrium dari 50
ibu dengan kehamilan normal adalah 500 µm. Dengan pemeriksaan yang sama pada 36
ibu dengan preeklampsia ditemukan diameter rata-ratanya adalah 200 µm.
KLASIFIKAS PREEKLAMSIA:
Kriteria minimum;
- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu
- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 dipstick
Kriteria yang meningkatkan derajat kepastian terjadinya
preeklampsia;
- Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
- Proteinuria 2000 mg/24 jam atau ≥ +2 dipstick
- Kreatinin serum ≥ 1,2 mg/dL kecuali sudah diketahui sudah meningkat sebelum kehamilan
- Trombosit > 100.000/mm3
- Hemolisis mikroangiopati (penigkatan LDH)
- Penigkatan ALT atau AST
- Nyeri kepala, gangguan serebral dan visus yang persisten
- Nyeri epigastrium yang persisten
Bila pada kasus
preeklampsia sudah ditemukan kejang dan atau koma, maka penyakit ini disebut
dengan eklampsia yang pada dasarnya sama dengan preeklampsia hanya saja
memiliki tingkatan keparahan yang lebih berat.
Hipertensi Gestasional
Diagnosa hipertensi
gestasional ditegakkan pada ibu hamil yang memiliki tekanan darah 140/90 mmHg
atau lebih untuk pertama kalinya pada masa kehamilan namun tidak ditemukan
proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi transient bila tidak
berkembang menjadi preeklampsia dan tekanan darah kembali normal setelah 12
minggu post-partum.
Klasifikasi Hipertensi
Gestasional:
- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang ditemukan untuk pertama kalinya pada saat kehamilan
- Tidak ditemukan proteinuria
- Tekanan darah kembali normal < 12 minggu post-partum
- Diagnosa akhir hanya bisa ditegakkan pada masa post-partum
- Kemungkinan ditemukan gejala-gejala yang menyerupai preekalmpsia, seperti; nyeri epigastrium atau trombositopenia
Hipertensi Kronis
Semua gangguan hipertensi
kronis apapun penyebabnya merupakan predisposisi terhadap timbulnya
preeklampsia maupun eklampsia. Diagnosa dari hipertensi kronik didapatkan dari;
- Hipertensi antesendens pada kehamilan
- Hipertensi yang terdeteksi sebelum kehamilan 20 minggu
- Hipertensi yang persisten dalam waktu yang lama setelah melahirkan
KRITERIA DIAGNOSIS
Terdapat 2 tanda dari trias tanda
utama : hipertensi, edema, proteinuria.
Hipertensi dapat
ditegakkan dengan kenaikan tekanan sistolik 30 mmhg diatas tekanan yang biasa
atau ditemukan tekanan mencapai 140 mmhg atau lebih, kenaikan tekanan diastolik
naik 15 mmhg dari tekanan yang biasa atau ditemukan tekanan mencapai 90 mmhg
atau lebih.
Edema:
penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh.
Proteinuri
berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/liter dalam
pemeriksaan urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau lebih
urin sewaktu.
PENATALAKSANAAN
Tujuan dasar dari
penatalaksanaan dari komplikasi kehamilan dari preeklampsia adalah:
·
Mencegah
terjadinya eklampsia
·
Kelahiran
anak dengan kemungkinan hidup yang besar
·
Persalinan
dengan trauma yang seminimal mungkin dengan upaya menghindari kesulitan untuk
persalinan berikutnya
·
Mencegah
hipertensi yang menetap
Prenatal Care
Pada tingkat permulaan,
preeklampsia tidak menunjukkan gejala-gejala sehingga dibutuhkan deteksi dini
melalui prenatal care yang baik.
Penentuan pemeriksaan prenatal hendaknya dilakukan setiap 4 minggu sampai
minggu ke-28, kemudian dilanjutkan setiap 2 minggu sampai minggu ke-36, dan
selanjutnya setiap minggu pada bulan-bulan akhir kehamilan. Pada pemeriksaan
kehamilan hendaknya ditentukan tekanan darah, penambahan berat badan, adanya
edema, dan proteinuria. Perhatian harus ditujukan pada ibu hamil yang memiliki
faktor predisposisi terhadap preeklampsia, diantranya;
- Nuliparitas
- Riwayat keluarga preeklampsia dan eklampsia
- Kehamilan ganda
- Diabetes mellitus
- Hipertensi kronis
- Mola hidatidosa
- Hidrops fetalis
Studi group WHO pada
tahun 1987, telah mengumpulkan pelbagai faktor predisposisi tersebutr dalam
suatu technical report series no 758, yaitu :
- Umur < 18 tahun atau ≥ 35 tahun
- Paritas
- Suku bangsa
- Keluarga
- Genetik :
-
Golongan darah
-
Konsanguitas
-
Jenis
kelamin janin
- Nutrisi
-
Kalori
dan protein
-
Vitamin,
mineral
-
Berat
badan
- Lingkungan
-
Masa
perang, kelaparan dan musim kering
-
Iklim
dan cuaca
-
Ketinggian
-
Perkotaan
dan pedesaan
- Kebiasaan dan sosio ekonomi
-
Merokok
-
Kegiatan
fisik
-
Sosio-ekonomi
- Hiper plasentosis
-
Kehamilan ganda
-
hidropsfetalis
-
Diabetes
Melitus
-
Mola
hidatidosa
Ibu hamil juga harus
mengetahui tanda-tanda bahaya, yaitu sakit kepala, gangguan penglihatan, dan
bengkak pada kaki dan tangan. Jika tanda-tanda ini muncul hendaknya segera
datang untuk memeriksakan diri tanpa harus menunggu jadwal rutin. Beberapa cara
pencegahan dapat dilakukan dengan perbaikan nutrisi dan intervensi farmakologis
seperti obat anti hipertensi, asam salisilat, heparin, diuretikum, dan
lain-lain.
TERAPI
Preeklamsi ringan
1.
Rawat inap. Istirahat (tirah baring/
tidur miring kekiri). Rawat jalan dilakukan apabila pasien menolak rawat inap. Dilakukan
pemantauan tekanan darah dan protein urine setiap hari.
2.
Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan
proteinuri setiap hari.
3.
Dapat dipertimbangkan pemberian
suplementasi obat-obatan antioksidan atau anti agregasi trombosit
4.
Roboransia
5.
Diberikan kortikosteroid pada kehamilan
24-34.
6.
Berikan Methyl Dopa 3 x 250 mg apabila
tekanan diastol diantara 100-110 mmHg.
7.
Dilakukan pemantauan kesejahteraan janin
dengan pemeriksaan USG (Doppler)
dan CTG.
8.
Jika tekanan diastol turun sampai
normal, pasien dipulangkan dengan nasihat untuk istirahat dan diberi penjelasan
mengenai tanda-tanda preeklamsi berat. Kontrol 2 kali seminggu. Bila
tekanan diastol naik lagi, pasien
dirawat kembali.
9.
Jika tekanan diastol naik dan disertai
dengan tanda-tanda preeklamsi berat, pasien dikelola sebagai preeklamsi berat.
10. Bila umur
kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan.
11. Persalinan dapat dilakukan secara
spontan.
Preeklamsi Berat
Rawat bersama
dengan Bagian yang terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf, Mata,
Anestesi,dll).
A. Perawatan aktif
a. Indikasi
Bila didapatkan satu/lebih
keadaan di bawah ini :
i. Ibu :
1. kehamilan > 37 minggu
2. adanya gejala impending eklamsi
ii. Janin :
1. adanya tanda-tanda gawat janin
2. adanya tanda-tanda IUGR
iii. Laboratorik :
adanya HELLP syndrome
b. Pengobatan medisinal
- Infus larutan ringer laktat
- Pemberian obat : MgSO4
Cara pemberian MgSO4 :
1.
Pemberian melalui intravena secara
kontinyu (infus dengan infusion pump):
a. Dosis awal :
2 gram (10 cc MgSO4 20 %) dilarutkan
kedalam 100 cc ringer lactat, diberikan selama 10-15 menit.
b. Dosis pemeliharaan:
6 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam ( 30
tetes per menit)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium
glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit.
2. Refleks patella (+) kuat
3. Frekuensi pernafasan > 16 kali per
menit
4. Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam
sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
1. Ada tanda-tanda intoksikasi
2. Setelah 24 jam pasca salin
3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi
perbaikan tekanan darah
(normotensif)
3. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada
a. edema paru
b. payah jantung kongestif
c. edema anasarka
4. Antihipertensi diberikan bila :
1. Tekanan darah :
- Sistolik > 180 mmHg
- Diastolik > 110 mmHg
2. Obat-obat antihipertensi yang
diberikan :
Ø
Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi
setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan
darah.
Ø
Hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v. pelan-pelan selama
5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai
tercapai tekanan darah yang diinginkan.
Ø
Labetalol 10 mg i.v. Apabila belum
terjadi penurunan tekanan darah, maka dapat diulangi pemberian 20 mg setelah 10
menit, 40 mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit
kemudian, dan sampai 80 mg pada 10 menit berikutnya.
Ø
Bila tidak tersedia, maka dapat
diberikan : Klonidin 1 ampul
dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikan
mula-mula 5cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit. Lima menit kemudian tekanan
darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v.
selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc dextrose 5% atau
Martos 10. Jumlah tetesan dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang
diinginkan, yaitu penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit
sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai
tekanan darah stabil.
5. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada : tanda-tanda payah
jantung. Jenis kardiotonika yang diberikan
: Cedilanid-D
Perawatan dilakukan bersama dengan Sub
Bagian Penyakit Jantung
6. Lain-lain
1. Obat-obat antipiretik
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 0 C
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol
2. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
3. Antinyeri
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan petidin HCl
50-75 mg sekali saja.
c. Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan
Belum inpartu :
1. Induksi persalinan :
amniotomi + tetes oksitosin
dengan syarat skor Bishop > 6
2. Seksio sesarea bila ;
a. Syarat
tetes oksitosin tidak dipenuhi
atau adanya kontra indikasi tetes oksitosin
b. 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif
c. Fase laten lama atau memanjang.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio
sesarea.
Sudah inpartu :
Kala I
Fase laten :
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6.
Seksio sesarea bila Primigravida dan syarat bishop < 6
Fase aktif :
1. Amniotomi
2. Bila his tidak adekuat, diberikan
tetes oksitosin.
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum
terjadi pembukaan lengkap,
pertimbangkan seksio sesarea.
Catatan
: amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15 menit setelah
pemberian pengobatan medisinal
Kala II :
Pada persalinan pervaginam, maka
kala II diselesaikan dengan partus buatan.
B. Pengelolaan konservatif
a. Indikasi :
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklamsi dengan keadaan janin baik
b. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal
MgSO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja.(MgSO4 40%, 8 gram i.m.). Pemberian
MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi ringan,
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
c. Pengelolaan obstetrik
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi
dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa
kontraksi dan USG untuk memantau
kesejahteraan janin
2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan
maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus
diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.
KOMPLIKASI
Solutio plasenta
Hipofibrinogenemia
Hemolisis
Perdarahan otak
Kelainan Mata
Edema paru
Nekrosis hati
Sindrom HELLP (haemolisis elevated liver
enzymes dan low platelet)
Weinstein
1982 yang mula-mula menggunakan istilah Hellp syndrome untuk kumpulan gejala Hemolysis,
Elevated Liver enzym, dan Low Platelets yang
merupakan gejala utama dari sindroma
ini.
Diagnosis laboratorium :
·
Hemolisis
:
- adanya sel-sel spherocytes,
schistocytes, triangular dan sel burr pada hapus darah perifer
- kadar bilirubin total > 1,2 mg%
·
Kenaikan
kadar enzim hati :
- kadar SGOT > 70 IU/l
- kadar LDH >600 IU/l
·
Trombositopeni
:
- kadar trombosit < 100 x 103/mm3
Klasifikasi berdasarkan pada
beratnya trombositopeni (Mississippi) :
1. Kelas 1 : kadar trombosit < 50x103/mm3
2. Kelas 2 : kadar trombosit 50-100 x 103/mm3
3. Kelas 3 : kadar trombosit > 100 x
103/mm3
Klasifikasi berdasarkan lengkap/ tidaknya gejala (Memphis):
- Complete Hellp:
-
Anemia
hemolitik mikroangiopatik pada PEB
-
LDH
> 600 IU/L
-
SGOT
> 70 IU/L
-
Trombositopenia
< 100.000/mm3
- Partial Hellp :
-
Bila ditemukan satu atau dua gejala
diatas.
Kelainan ginjal
Prematuritas, dismaturitas dan kematian
janin intra-uterin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar