SINUSITIS
Pendahuluan
Sinusitis merupakan penyakit yang telah dikenal luas oleh orang awam
dan merupakan penyakit yang sering dikeluhkan. Keberhasilan terapi pada
sinusitis tergantung dari berbagai faktor. Hal ini memerlukan manajemen
penatalaksanaaan yang teliti,agar penyakit ini tidak berlanjut menimbulkan
komplikasi. Anamnesis yang teliti, pemeriksaaan fisik, pemeriksaan penunjang
yang memadai, pengetahuan tentang mikrobiologi sinus dan pengenalan terhadap
faktor predisposisi merupakan hal yang penting.
Anatomi
Sinus paranasalis berkembang sebagai suatu rongga berisi udara di
sekitar rongga hidung yang dibatasi oleh tulang wajah dan kranial. Terdapat 8
sinus paranasalis yaitu 4 disebelah
kanan dan 4 disebelah kiri, yaitu sinus frontalis, sinus etmoidalis anterior
dan posterior, sinus maksilaris serta sinus spheinodalis.
A.Sinus Maksila
Merupakan
sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, hingga mencapai maksimal 15 ml
saat dewasa. Sinus maksila berbentuk segitiga. Ostium sinus maksila berada di
sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infudibulum ethmoid.
Dari
segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :
1.
Dasar
dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring
dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2.
Sinusitis
maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
3.
Ostium
sinus maksila terletak lebih tinggi dari
dasar sinus, sehingga drainase kurang baik, lagi pula drainase juga harus
melalui infidibulum yang sempit.
Infidibulum adalah bagian dari
sinus ethmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi dapat
menghalangi drainase sinus maksila, selanjutnya menyebabkan sinusitis.
B. Sinus Frontal
Sinus
frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari yang
lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Sinus frontal
biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran
septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan
adanya infeksi sinus.
Sinus
frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fossa serebri
anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.
C. Sinus Ethmoid
Dianggap
paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
Sinus ethmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat dalam massa bagian lateral os ethmoid, yang terletak
diantara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus
ethmoid dibagi menjadi sinus ethmoid anterior yang bermuara di meatus medius
dan sinus ethmoid posterior yang bermuara di meatus superior.
Di bagian terdepan sinus ethmoid anterior ada
bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus
frontal. Sel ethmoid yang terbesar disebut bula ethmoid. Di daerah ethmoid
anterior ada sebuah penyempitan yang disebut infidibulum, tempat bermuaranya
ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan
sinusitis frontal dan pembengkakan di infidibulum dapat menyebabkan sinusitis
maksila.
D. Sinus Sphenoid
Sinus
sphenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersphenoid. Batas-batasnya ialah, sebelah
superior terdapat fossa serebri media dan kelenjar hipofisis, sebelah
inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus
dan arteri karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fossa
serebri posterior di daerah pons.
Fisiologi
Sinus paranasalis merupakan rongga berisi udara yang dilapisi mukosa
epithelium pseudostratified bersilia diselingi sel-sel goblet. Silia tersebut
menyapu cairan mukus ke arah ostia. Penyumbatan ostia sinus akan mengakibatkan
penimbunan mukus sehingga terjadi penurunan oksigenase sinus dan tekanan udara
sinus. Penurunan oksigenase sinus akan menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob.
Tekanan pada rongga sinus yang menurun akan menimbulkan rasa nyeri di daerah
sinus terutama sinus frontal dan sinus maksilaris.
Fungsi sinus paranasal :
-
Menghasilkan
dan membuang mukus
-
Mengatur
tekanan intranasal
-
Resonansi
suara
-
Memanaskan
dan melembabkan udara inspirasi
-
Bertindak
sebagai shock absorben kepala untuk melindungi organ-organ yang sensori.
-
Membantu
pertumbuhan dan bentuk muka
-
Mempertahankan
keseimbangan kepala.
Definisi
Sinusitis adalah suatu inflamasi mukosa
satu atau lebih sinus paranasalis. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila,
sinusitis ethmoid, sinusistis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis.Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis
maksila dan ethmoid.
Klasifikasi sinusitis dibuat
berdasarkan :
1. Gejala kliniknya ( akut, subakut, kronik )
2. Lokasi anatomi yang terkena.
3. Organisme yang bertanggung jawab ( virus,
bakteri, jamur )
4. Ekstra sinus yang terkena
5. Faktor yang memperberat/penyebab
spesifik, misal : atopi, imunosupresi, atau obstruksi osteomeatal.
Menurut
Spector dan Benstein (1998) klasifikasi sinusitis adalah :
1. Sinusitis Akut : Gejala
berlangsung selama 3-4 minggu, gejala yang ditimbulkan meliputi infeksi saluran
pernafasan atas yang menetap, adanya rhinorea yang purulen, post nasal drip,
anosmia, sumbatan hidung, nyeri fasial, sakit kepala, demam dan batuk.
2. Sinusistis Kronik : Gejala timbul lebih
dari 4 minggu. Beberapa penderita tidak memberikan gejala yang khas sehingga
umumnya ditemukan kelainan CT atau MRI.
3. Sinusitis Rekuren : Bila episode sinusitis
akut berulang hingga 3-4 kali dalam satu tahun dan kemungkinan disebabkan oleh
infeksi yang berbeda pada setiap episodenya.
Faktor Predisposisi
A. Lokal maupun regional
-
Kegagalan
transpor mukosilier karena udara yang dingin atau kering, serta beberapa
obat-obatan.
-
Infeksi
gigi terutama bagian apikal, merupakan penyakit regional yang paling sering
menyebabkan sinusitis yang supuratif.
-
Adanya
gangguan di hidung atau trauma wajah ( mid – face )
-
Kelainan
septum yang berat, akan menyebabkan obstruksi mekanik.
-
Khoanal
atresia akan menyebabkan drainase hidung terganggu.
-
Edema
karena infeksi traktus respiratorius bagian atas yang akan menyebabkan
obstruksi ostium sinus dan menyebabkan bakteri masuk ke sinus sehingga
menghasilkan sinusitis yang supuratif
-
Barotrauma
atau perubahan tekanan akibat perjalanan di udara, berenang atau menyelam,
dapat menyebabkan edema ostium sinus. Juga saat berenang, bakteri dapat masuk
melalui air ke hidung dan sinus.
-
Polip
hidung, benda asing maupun tampon hidung dapat menyebabkan gangguan ventilasi
sinus.
-
Tumor
hidung.
-
Sindroma
imotil atau diskinesia silia.
B. Sistemik
-
Malnutrisi,
terapi steroid jangka panjang, diabetes melitus yang tidak terkontrol,
diskrasia darah, kemoterapi, dan faktor lain yang menyebabkan penurunan status
metabolik.
-
Infeksi
nosokomial.
-
Defesiensi
imun yang berat.
Patofisiologi
Sinus
paranasalis yang merupakan bagian dari saluran pernapasan bagian atas, langsung
berhubungan dengan nasopharynx. Sinus-sinus ini normalnya steril dari mikroba.
Karena pada nasopharynx banyak terdapat flora normal, sehingga bila terjadi
obstruksi dapat menyebabkan infeksi bakteri pada sinus.
Penyakit-penyakit
yang mengobstruksi drainase dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sinus
paranasalis untuk berfungsi normal. Ostia sinus akan tersumbat, dan menyebabkan
kongesti mukosa. Sistem transport mukosiliaris menjadi rusak, sehingga terjadi
stagnasi dari sekresi dan kerusakan epitel, yang diikuti dengan menurunnya
tekanan oksigen dan pertumbuhan bakteri yang cepat.
Jadi,
patofisiologi dari sinusitis berhubungan dengan tiga faktor yaitu patensi dari
ostia sinus, fungsi silia, kualitas dari sekresi nasal. Berikut tabel yang
memperlihatkan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan patologi sinusitis :
Ostial patency
|
Cilliary funstion
|
Mucus |
Edema:
Allergens
Infection (viral/bacterial)
Polyps:
Atopy
Cystic fibrosis
Chronic infection
Structural
factors:
Septal deviation
Hallers cell
Concha bulosa
Nasal packs
Nasal tube
|
Decreased
cilliary beat frequency
Cilliotoxins ( viral / bacterial )
Cold air
Loss
of metachronous coordination
Scarring
Synecchia
Loss
of cilliated cell
Airway irritant/pollutant
Increased intranasal airflow
Inflammatory mediators
Viral / bacterial - mediated cell death
surgical
|
Changes in quantity
Allergens
Airway irritant / pollutant
Goblet cell metaplasia
Changes
in quality
Abnormal water -electrolyte transport
Dehydration
Cystic fibrosis
|
Manifestasi Klinik
1. Sinusitis Akut : nyeri yang berhubungan dengan lokasi sinus
yang terkena, nasal obstruksi, nasal discharge dapat berupa mukopurulen
berwarna kuning kehijauan, gejala sistemik seperti panas, malaise, lethargi.
2. Sinusitis Kronik : nasal discharge yang
mukopurulen, nasal obstruksi yang jelas, nyeri dan gejala sistemik jarang ada.
Sinusitis di sphenoid dan ethmoid, dapat menyebabkan gejala nyeri di verteks,
occipital atau parietal, juga nyeri di nasal atau retrobulbar serta dapat
menjalar ke leher dan bahu. Infeksi dapat menyebar ke sinus lain karena ostium
dari semua sinus terletak dalam daerah sempit meatus media pada kompleks
osteomeatal. Proses inflamasi yang melibatkan semua sinus disebut pansinusitis.
Pemeriksaan
fisik yang perlu diperhatikan :
-
Edema
mukosa dan eritema
-
Tampak
mukopurulen discharge
-
Nyeri
palpasi di lokasi sinus yang terkena seperti di pipi atau muka
-
Periorbital
edema
-
Pada
anak-anak, adakah nafas berbau
-
Nasofaring
: obstruksi adenoid, tumor, khoanal atresia, post nasal discharge
-
Telinga, hidung dan tenggorokan : otitis media atau otitis media
serosa
-
Gigi : karies
Pemeriksaan Penunjang
-
Transiluminasi,
untuk sinus maksilaris dan frontalis. Bila pada pemeriksaan transiluminasi
tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau
mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.
-
Nasal
endoskopi dapat melihat sinus dan mencari faktor predisposisi lokal.
-
Sinoskopi
dengan kultur, biposi ataupun lavage dapat dilihat melalui anterior maxila
puncture.
-
Radiologi,
posisi yang rutin dipakai adalah posisi Waters (untuk melihat adanya kelainan
di sinus maksila, frontal, dan ethmoid), P-A (untuk menilai sinus frontal), dan
posisi lateral (untuk menilai sinus frontal, sfenoid, dan ethmoid). Tampak
penebalan mukosa dan air fluid level
Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa:
-
Antibiotika
minimal 10 hari, biasanya dapat sampai 3 minggu atau lebih.
-
Dekongestan
topikal dan sistemik, untuk oksigenase dan drainase pus sinus dengan cara
mengurangi edema mukosa.
-
Antihistamin,
tidak dianjurkan pada pasien tanpa predisposisi alergi.
-
Analgeik
-
Humidifikasi, dapat berupa uap hangat atau dingin.
-
Mukolitik
atau ekspektoran, untuk sekresi yang banyak.
-
Irigasi
nasal dengan saline seperti prosedur proetz.
2. Terapi pembedahan
Untuk drainase sinus. Irigasi sinus
terutama untuk sinus maksilaris, dilakukan bila tampak mukopurulen pada pasien
imunosupresi, sinusitis akut yang tidak sembuh dengan terapi antibiotika.
Diagnosis Banding
·
Headache, Cluster
·
Headache, Migrain
·
Headache, Tension
·
Otitis
Media
Komplikasi
·
Komplikasi akut
Orbital :
-
Preseptal
selulitis
-
Orbital
selulitis tanpa abses
-
Orbital
selulitis dengan sub atau ekstraperiosteal abses
-
Orbital
selulitis dengan intraperiosteal abses
-
Trombosis sinus kavernosus
Intrakranial :
-
Abses
ekstradural, subdural, intraserebral
-
Meningitis
-
Ensefalitis
-
Trombosis
sinus kavernosus atau sinus sagitalis
Tulang :
-
Osteitis
/ osteomielitis (Pott’s Puffy Tumour)
·
Komplikasi Kronik
Mococele/pyocele
Prognosis
Sinusitis biasanya memberikan prognosis
yang baik bila sudah diberikan pengobatan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
·
MD,
Kennedy, Elicia . Email Colleague CME / CE . University of Arkansas for
Medical Sciences . 2005
·
Adams, et al. 1997. Boies :
Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. Jakarta : EGC. 206-10,218-22
·
Soepardi, Efiaty Arsyad et al.
2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi kelima. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 107-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar