05/01/13

Saya menyukai kopi hangat di kala dini hari. Sebagai teman menyenangkan saat gelap menyerang. Dan sunyi adalah satu-satunya suara yang terdengar di keheningan malam yang sepi seperti ini.
Saya senang menyesap aroma kopi hitam hingga ke tenggorokan. Membauinya dalam-dalam. Rasanya menenangkan sekaligus menghayutkan. Seolah saya merasa tak ada lagi hal yang akan disesali di dalam hidup ini jika harus mati setelahnya nanti.
Tetapi akhir-akhir ini, berminggu-minggu, saya seringkali membiarkan secangkir kopi hitam yang telah diseduh mendingin dan terabaikan hingga pagi menjelang. Ini tak disengaja. Tetapi terjadi berulang-ulang berkali-kali tanpa disadari. Seolah cukup menyeduhnya saja tanpa perlu meminumnya. Atau mungkin saja saya terlupa bagaimana cara menikmati rasa pahitnya, atau pun karena saya sudah mulai lupa pula bagaimana cara menikmati kepahitan yang terjadi di dalam kehidupan ini.
Atau kah memang tak ingin lagi dan lelah dalam menikmati rasa pahit dalam hidup?
Secangkir kopi hangat terlupakan berhari-hari hingga membasi di sudut kamar, di atas meja, di lantai, di lemari kaca, di samping ranjang tua yang rapuh itu. Menjadi secangkir kopi basi yang tak ingin disentuh lagi, berganti  secangkir demi secangkir. Yang setiap pagi terjaga selalu membuat saya menatapnya  sambil merenung dan bertanya, “Ada apa dengan saya? Mengapa bisa kamu kembali terlupakan?”
Dan seketika secangkir kopi basi menyadarkan bahwa tak selamanya kepahitan itu harus dinikmati seperti saat telah terbiasa oleh rasa pahitnya, tetapi ada saatnya perlu diabaikan dan bahkan tak perlu dirasa sedikit pun. Bukan kah hidup tak melulu harus tentang yang pahit-pahit?

Tidak ada komentar: