27/11/13

Anemia lengkap

ANEMIA DEFISIENSI BESI

PENDAHULUAN
            Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah total eritrosit dalam sirkulasi darah atau penurunan kualitas maupun kuantitas hemoglobin.
Secara umum, anemia disebabkan oleh :
1.      gangguan dalam produksi eritrosit
2.      kehilangan darah (akut atau kronik)
3.      peningkatan destruksi eritrosit
            Anemia diklasifikasikan menurut etiologi dan morfologinya. Berdasarkan morfologinya anemia dibagi atas :
1.      anemia makrositik-normokromik
2.      anemia mikrositik-hipokromik
3.      anemia normositik-normokromik
Berdasarkan morfologinya, anemia defisiensi besi termasuk ke dalam anemia mikrositik-hipokromik. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

EPIDEMIOLOGI
            Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang paling umum terdapat di dunia. Hampir seperlima dari populasi di dunia menderita anemia defisiensi besi. Di Amerika  Serikat, wanita lebih banyak menderita anemia defisiensi besi dibanding pria, dimana tingkat insidensinya tertinggi pada usia reproduktif dan menurun setelah menopause. Di negara berkembang, penyebab anemia defisiensi besi terbanyak adalah kehamilan dan perdarahan kronik. Kehilangan darah 2-4 ml/ hari cukup untuk dapat menyebabkan defisiensi besi. Pada wanita, penyebab terbanyak anemia defisiensi besi adalah menoragi.

ETIOLOGI
            Penyebab dari anemia defisiensi besi secara umum disebabkan karena adanya keseimbangan negatif Fe yang dapat dibagi atas :
1.      Berkurangnya asupan Fe
-          Diet tidak adekuat (malnutrisi)
-          Gangguan absorpsi : operasi lambung, aklorhidria, penyakit celiac
2.      Kehilangan Fe
-          Perdarahan traktus gastrointestinal
-          Perdarahan traktus urogenitalis
-          Hemoglobinuria
-          Hemosiderosis pulmonari idiopatik
-          Teleangiektasia hemoragik herediter
-          Gangguan hemostasis
-          Gagal ginjal kronik dan hemodialisa
3.      Meningkatnya kebutuhan Fe
-          Anak-anak
-          Kehamilan
-          Laktasi

PATOFISIOLOGI
Zat Besi
Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan. Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang nonesensial.
Fe esensial ini terdapat pada :
1.      Hemoglobin 66 %
2.      Mioglobin 3 %
3.      Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom oksidase, suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5% 
4.      Pada transferin 0,1 %.
Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25 %, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.
Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan. Sedangkan nonheme-iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal. Susu dan produk susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-2 mg zat besi per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan  nonheme-iron merupakan sumber utama zat besi.

Metabolisme Zat Besi
Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk ferri ( Fe3+ ). Kemudian akan direduksi oleh HCl lambung dan vitamin C dalam makanan menjadi ferro    (Fe2+ ), dan masuk ke usus halus. Zat besi berupa ferro diabsorbsi terutama didalam duedunum makin ke distal absorbsinya makin berkurang.
Besi diserap oleh epitel usus dengan bantuan protein transpor yang dikenal dengan DMT 1 ( Divalen Metal Transporter ). DMT 1 juga memfasilitasi absorbsi logam lain seperti Mg, Co, Zn dan Cd. Besi akan dibawa dari luminal ke bagian mukosa epitel usus.
Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1.      Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron
2.      Ferro lebih mudah diserap daripada ferri
3.      Asam lambung akan membantu penyerapan besi
4.      absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat
5.      Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses pertumbuhan
6.      Absorbsi akan diperbesar oleh protein
7.      Asam askorbat dan asam organik tertentu
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.
Serum besi normal dalam plasma sekitar 11-30 μmol/L, terdapat ritme diurnal sehingga meninggi pada pagi hari. Besi yang dilepaskan dari sel mukosa akan masuk ke dalam sistem darah porta dalam bentuk ferro. Setelah diabsorbsi Fe dalam darah akan diikat oleh transferin ( β-globulin ) yang disintesis oleh hepar. Tiap molekul transferin akan mengikat dua atom besi. Pengeluaran besi dari sel mukosa akan dipermudah oleh derajat kejenuhan transferin dengan besi yang masih rendah. Besi yang terikat oleh transferin segera diambil oleh sumsum tulang untuk proses eritropoesis. Hanya retikulosit dan normoblast yang mampu menggunakan ferri yang terikat pada transferin. 
            Transferin kemudian akan berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada di dalam membran sel eritroblas yang terdapat di dalam sumsum tulang. Selanjutnya dalam keadaan masih terikat besi, transferin akan dicerna oleh eritroblas dengan cara endositosis.
Besi di dalam tubuh penting untuk pembentukan hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu protein konjugasi dengan berat molekul 64.500 dalton. Molekul hemoglobin terdiri dari 4 subunit heme dan satu protein yang dinamakan globin. Satu heme mampu mengangkut empat molekul oksigen ( delapan atom oksigen). Pembentukan heme terjadi secara bertahap dimulai dari pembentukan kerangka porfirin yang berasal dari ikatan suksinil-koA dengan glisin membentuk molekul pirol. Empat pirol bergabung membentuk protoporfirin IX, yang kemudian akan berikatan dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya setiap molekul heme akan bergabung dengan rantai polipeptida yang panjang yang disebut globin, yang disintesis ribosom membentuk hemoglobin. 

Kelebihan besi di dalam darah disimpan dalam seluruh sel tubuh, terutama di hepatosit hati dan sedikit di sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang. Dalam sitoplasma sel, sebagian besar besi bergabung dengan suatu protein, yakni apoferitin, untuk membentuk feritin. Besi yang disimpan sebagai feritin disebut besi cadangan.
            Feritin tersimpan terutama didalam sel-sel retikuloendotelial seperti hati, limpa dan sumsum tulang. Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis. Selain disimpan dalam bentuk feritin, ada sedikit besi yang disimpan dalam bentuk yang sama sekali tidak larut disebut hemosiderin. Hal ini terjadi bila jumlah total besi dalam tubuh melebihi yang ditampung oleh tempat penyimpanan apoferitin. Hemosiderin membentuk kelompok besar dalam sel. Akibatnya dapat diwarnai dan dilihat secara mikroskopis sebagai partikel besar dalam irisan jaringan dengan teknik histologis.
Jumlah besi yang dieksresikan setiap hari adalah minimal, karena itu absorbsi besi harus diatur sedemikian rupa untuk meghindari penumpukan besi yang berlebihan dalam tubuh. Jumlah ekskresi besi dalam sehari adalah sebesar 0,5-1 mg/hari. Ekskresi berlangsung melalui epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas. Selain itu eksresi juga melalui keringat, urin, feses, serta rambut yang dipotong. Bila sampai terjadi perdarahan jumlah besi yang hilang lebih banyak lagi.
            Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen besi melampaui kecepatan asimilasinya. Defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang berlangsung lama

Terdapat tiga stadium defisiensi Fe, yaitu:
1.      Defisiensi Fe pre laten / deplesi Fe
Berkurangnya cadangan Fe tanpa disertai berkurangnya kadar serum Fe.
2.      Defisiensi Fe laten
Cadangan Fe habis, tetapi kadar Hb masih di atas batas terendah kadar normal.
3.      Anemia defisiensi Fe
Kadar Hb di bawah batas terendah kadar normal.

Stadium perkembangan defisiensi Fe dapat diukur dengan 4 pengukuran yang berbeda:
·         Serum feritin, untuk mengukur cadangan Fe
·         Saturasi transferin, mengukur suplai Fe ke jaringan.
·         Pengukuran hemoglobin dan hematokrit, pengukuran ini mengindikasikan anemia.
·         Rasio dari mineral Zn protoporphyrin (erythrocyte protoporphyrin) dengan Fe. Pengukuran ini merupakan indikator yang sensitive untuk mengetahui suplai zat besi dalam pembentukan sel darah merah. Ketika suplai besi tidak mencukupi untuk berikatan dengan porphyrin, maka ikatan besi akan disubstitusi dengan zinc. Meskipun ikatan porphyrin-zinc dapat berkombinasi dengan globin dan masuk ke sirkulasi, molekul ini tidak dapat mengikat oksigen.

Gambaran laboratorium stadium perkembangan defisiensi besi

Pre Laten
Laten
Anemia Defisiensi Fe
Dini
Lanjut
Fe sumsum tulang
-
-
-
Serum feritin
< 12
< 12
< 12
Saturasi transferin
N
< 16%
< 16%
< 16%
FEP
N
↑↑
↑↑
Hb
N
N
8-14
< 8
MCV
N
N
N atau
FEP : Free Erytrocyte Protoporphyrin

MANIFESTASI KLINIS
            Gejala klinis anemia sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan keluarga, yang ringan diagnosa ditegakan hanya dari laboratorium. Gejala yang umum adalah pucat. Pada Anemia defisiensi besi dengan kadar 6-10 g/dl terjadi kompensasi kompensasi yang efektif sehingga gejalanya hanya ringan. Bila kadar Hb>5 g/dl gejala iritabel dan dan anoreksia akan tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut akan terjadi takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik, keluhan umum anemia, lemah badan, mata berkunang-kunang, timbul secara perlahan-lahan dan menahun, berdebar, riwayat perdarahan dan keluhan gagal jantung.
            Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi seperti:
  • Anemia
  • Gangguan fungsi/struktur jaringan epitel: kulit kering, rambut kering tipis, mudah dicabut, papil atrofi, glositis, stomatitis angular, fisura, disfagia (sideropenik disfagia, sindroma Paterson-Kelly, sindroma Plummer-Vinson), kuku tipis, kusam, koilonychia/spoon nail, Web, striktur pada mukosa antar hipofaring dan esofagus, atropi lambung, aklorhidria
  • Gangguan neuromuskular: gangguan fungsi otot, gangguan tingkah laku, gangguan kemampuan, mempertahankan suhu tubuh di udara dingin, neuralgia, gangguan vasomotor, peningkatan tekanan intrakranial, papiledema, pseudotumor serebri
  • Gangguan imunitas seluler dan peningkatan kepekaan terhadap infeksi

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Seseorang dikatakan mengalami anemia defisiensi zat besi bila hasil pemeriksam laboratoriumnya menunjukan data sebagai berikut:
1. Apus darah tepi:
Eritrosit     : hipokrom mikrositer
Leukosit    : jumlahnya normal, granulositopenia ringan dan terdapat  mielosit
Trombosit  : biasanya meningkat sampai dua kali trombosit normal
2. Apus sumsum tulang :
hyperplasia eritropoiesis dengan kelompok-kelompok normoblas basofil. Bentuk pronormoblas, normoblas kecil-kecil dengan sitoplasma ireguler, sideroblas negatif.
3. Nilai absolute menurun
4. Retikulosit menurun
5.  Fe serum rendah
6. TIBC (Total Iron Binding Capasity) meningkat
7. Feritin menurun
  
Morfologi Hipokrom Mikrositer

DIAGNOSIS
Dari manifestasi klinik dan pemeriksaan laboratorium di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat berdasarkan pada:
  1. Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan.
  2. Laboratorium : anemia hipokrom mikrositer, Fe serum rendah, TIBC tinggi, nilai absolut menurun, saturasi transferin menurun  serta pada sediaan apus darah tepi terdapat pencil cell dan juga target cell.
  3. Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang ( sideroblast negatif ).
  4. Adanya respon yang baik terhadap pemberian Fe.

TERAPI
            Pada dasarnya terapi anemia ini ditujukan untuk menentukan penyebab dari defisiensi Fe, kemudian mengeliminasi penyebab defisiensi Fe tersebut baru setelah itu terapi Fe.
1. Terapi Oral
    Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral tablet sulfat ferosus, fero fumarat atau fero glukonat, dengan dosis harian 200 mg Fe / hari. Penyerapan akan lebih baik jika lambung kosong, tetapi ini akan menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan rasa terbakar, nausea dan diare. Oleh karena itu pemberian besi bisa saat makan atau segera setelah makan, meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%.
2. Terapi parental
    Pemberian besi secara IM menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Kemampuan untuk meningkatkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral.
Indikasi parenteral:
-          Tidak dapat mentoleransi Fe oral
-          Kehilangan Fe (darah) yang cepat sehingga tidak dapat dikompensasi dengan Fe oral.
-          Gangguan traktus gastrointestinal yang dapat memburuk dengan pemberian Fe oral (colitis ulserativa).
-          Tidak dapat mengabsorpsi Fe melalui traktus gastrointestinal.
-          Tidak dapat mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa
Preparat yang sering diberikan adalah dekstrsan besi, larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan
Dosis besi (mg)= 15 - Hb penderita x BB(kg) x  3 (mg) , maksimum 100 mg/hari
3. Respon Terapi
    Respon hematologis yang paling dini adalah peningkatan retikulosit yang mencapai maksimal (5-10%) pada hari ke 5-10 setelah terapi. Pada hari ke 18 pengobatan, peningkatan hemoglobin diharapkan mencapai setengah antara kadar hemoglobin awal dan hemoglobin normal. Setelah 3 minggu pengobatan, peningkatan kadar hemoglobin harus mencapai 59%.
4. Lama Terapi
    Terapi Fe diteruskan sampai 4-6 bulan setelah hemoglobin normal untuk mengisi cadangan Fe.
  
PROGNOSIS
            Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.


ANEMIA APLASTIK

DEFINISI
Anemia aplastik adalah anemia dengan karakteristik adanya pansitopenia disertai hipoplasia/aplasia sumsum tulang tanpa adanya penyakit primer yang mensupresi atau menginfiltrasi jaringan hematopoietik.
            Selain istilah anemia aplastik, masih ada istilah-istilah lain seperti anemia hipoplastik, anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika, panmieloftisis, dan anemia paralitik toksik.
            Anemia aplastik dapat diwariskan atau didapat. Perbedaan antara keduanya bukan pada usia pasien, melainkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium. Oleh karena itu, pasien dewasa mungkin membawa kelainan herediter yang muncul di usia dewasa.

EPIDEMIOLOGI
            Insidensi anemia aplastik didapat berkisar antara 2 – 6 kasus per 1 juta penduduk per tahun. Penyakit ini lebih banyak ditemukan di belahan Timur dunia daripada belahan Barat.
            Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15 – 25 tahun, puncak insidensi yang lebih jarang muncul setelah usia 60 tahun. Insidensi sesuai jenis kelamin bervariasi secara geografis. Perjalanan penyakit pada pria lebih berat daripada wanita. Perbedaan umur dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh risiko pekerjaan, sedangkan perbedaan geografis mungkin disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

KLASIFIKASI
            Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat dapat dibagi menjadi anemia aplastik tidak berat, berat, atau sangat berat. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi.

  • Anemia aplastik tidak berat
Sumsum tulang hiposelular namun sitopenia tidak memenuhi kriteria berat
  • Anemia aplastik berat
-     Selularitas sumsum tulang <25%
-     Sitopenia sedikitnya 2 dari 3 seri sel darah:
      hitung neutrofil <500/mL
      hitung trombosit < 20.000/mL
      hitung retikulosit absolut < 60.000/mL
  • Anemia aplastik sangat berat
Anemia aplastik berat dengan hitung neutrofil < 200/mL
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Anemia Aplastik. Jilid II. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006

Kriteria Anemia Aplastik Berat (International Aplastic Anemia Study Group)
  • Darah tepi       : - Netrofil <500/mm3
  - Trombosit <20.000/mm3
                                      - Retikulosit < 1% (setelah koreksi)
  • Sumsum tulang: -  hiposelularitas berat (selularitas <25%
                                       -  hiposelularitas sedang (selularitas <50%) dengan sel hematopoietik <30%
  • Anemi aplastik berat   : 2 atau 3 kriteria darah tepi dan 1 kriteria sumsum tulang diatas

ETIOLOGI
1.   Didapat
      a.   Zat kimia dan fisika
Ø  Zat yang selalu menyebabkan aplasia pada dosis tertentu: radiasi, bensen, arsen, sulfur, nitrogen mustard, antimetabolit, antimitotik (kolkisin, daunorubisin, adriamisin)
Ø  Zat yang kadang-kadang menyebabkan hipoplasia: kloramfenikol, kuinakrin, metilfenilhidantoin, trimetadion, fenilbutazon, senyawa emas.
b.   Infeksi virus: hepatitis, epstein-barr, HIV, dengue
c.   Infeksi mikobakterium: tuberkulosis milier
d.   Idiopatik
2.   Familial
Sindroma Fanconi

PATOFISIOLOGI
            Kegagalan produksi eritrosit, lekosit, dan trombosit merupakan kelainan dasar pada anemia aplastik yang dapat disebabkan oleh:
1.         Defek kualitatif populasi stem cell
2.         Defek microenvironment sumsum tulang
3.         Gangguan produksi/efektivitas hematopoietik growth factors atau supresi imun

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
  • Riwayat penyakit
-          Adanya riwayat terpapar zat kimia, obat-obatan, radiasi atau infeksi yang mungkin menyebabkan aplasia.
-          Gejala anemia seperti pusing, lemah badan, pandangan berkunang-kunag, berdebar, pucat, sesak nafas
-          Gejala infeksi seperti demam, sakit kepala dan batuk, yang terjadi akibat leukopeni
-          Gejala perdarahan yang terjadi akibat trombositopeni, adanya gejala mudah memar atau perdarahan yang dapat terjadi di semua organ
-          Asimtomatik



  • Tanda dan gejala klinik
-          Tanda-tanda anemia: pucat pada  konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, jaringan di bawah kuku
-          Tanda-tanda infeksi: demam
-          Tanda-tanda perdarahan: pada kulit, gusi, mata, hidung, saluran cerna, vagina
-          Tidak ada pembesaran organ/infiltrasi. Kadang ditemukan hepatomegali, tetapi sangat jarang. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.
  • Diagnosis
a.         Laboratorium
Ø  Darah tepi :
-          anemia normokrom normositer, kadang ditemukan makrositosis, ansiositosis, dan poikilositosis. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda  menandakan bukan anemia aplastik
-          pansitopenia perifer, pada awal penyakit tidak selalu ditemukan. Limfositosis relatif terdapat pada >75% kasus. Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah
Ø  Laju endap darah: selalu meningkat, sebagian besar > 100 mm/jam pertama
Ø  Waktu perdarahan: memanjang, retraksi bekuan buruk, faal hemostasis lainnya normal
Ø  Sumsum tulang: aplasia atau hipoplasia dengan infiltrasi sel lemak
Ø  Ham’s test: perlu dilakukan karena PNH dapat memperlihatkan pansitopenia perifer dengan sumsum tulang yang hipoplastik
Ø  Lain-lain: defisiensi imun, pemeriksaan kromosom
           
b.         Radiologis
Ø  Nuclear Magnetic Resonance Imaging
Ø  Radionuclide Bone Marrow Imaging
Untuk mengetahui luasnya kelainan yang mengenai sumsum tulang.



DIAGNOSIS BANDING
  • Penyakit yang menginfiltrasi sumsum tulang:
Aleukemik leukemia, mieloma multipel, metastase karsinoma, limfoma, mielofibrosis
  • Penyakit yang mengenai limpa:
Splenomegali kongestif, limfoma
  • Defisiensi B12 atau folat
  • Lupus Eritematosus Sistemik
  • Paroksisimal Nokturnal Hemoglobinuria

PENATALAKSANAAN
a.         Menghindari kontak dengan toksin/obat penyebab
b.         Menghindari kontak dengan penderita infeksi
c.         Transfusi:
            -     PRC
-     Trombosit: profilaksis pada penderita dengan trombosit <10.000-20.000/mm3, bila didapatkan adanya infeksi, perdarahan, demam.
-     Granulosit: tidak bermanfaat sebagai profilaksis. Dapat dipertimbangkan pemberian 1 x 1010 netrofil selama 4-7 hari pada infeksi bakterial yang tidak berespon dengan pemberian antibiotik
d.         Penanganan infeksi
e.         Transplantasi sumsum tulang
Merupakan terapi terpilih untuk penderita usia muda (<40 tahun) dengan anemia aplastik berat.
f.          Imunosupresif
            -     ATG (anti thymocyte globulin)
Dosis: 10-20 mg/kgBB/hari, diberikan selama 4-6 hari. Untuk mencegah serum sickness, diberi Prednison 40 mg/m2/hari selama 2 minggu, kemudian tappering.
            -     Cyclosporin A
Dosis: 3-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, penyesuaian dosis dilakukan setiap minggu untuk mempertahankan kadar dalam darah 400-800 mg/ml.
Pengobatan diberikan minimal selama 3 bulan, bila ada respon, diteruskan sampai respon maksimal, kemudian dosis diturunkan dalam beberapa bulan.
            -     Kombinasi ATG dan Cyclosporin A
g.         Stimulasi hematopoiesis dan regenerasi sumsum tulang
                  -     Recombinant human granulocyte – macrophage colony stimulating factor
-     Androgen: testosteron/ metil testosteron, 1-2 mg/kgBB/hari per oral, selama 3- 6 bulan
-     Kortikosteroid: prednison 1-2 mg/kgBB/hari per oral, diberikan maksimum 3 bulan
           
PROGNOSIS
            Prognosis pada penderita anemia aplastik tergantung pada tingkat hipoplasia sumsum tulang, makin berat hipoplasia makin buruk prognosis.
            Perjalanan penyakit bervariasi, 25% penderita bertahan hidup selama 4 bulan, 25% selama 4-12 bulan, 35% selama >1 tahun, 10-20% penderita mengalami perbaikan spontan (pardial/komplit). Dengan transplantasi sumsum tulang, kelangsungan hidup 6 tahun mencapai 72%, sedangkan dengan terapi imunosupresif mencapai 45%.


ANEMIA HEMOLITIK

DEFINISI
Anemia hemolisis adalah anemia yang disebabkan adanya peningkatan destruksi eritrosit yang melebihi kemampuan kompensasi eritropoiesis sumsum tulang.

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi kerana :
1)         Defek molekular:        hemoglobinopati atau enzimopati
2)         Abnormalitas struktur dan fungsi membran-membran
3)         Faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi
            Berdasarkan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi :

Anemia hemolisis herediter
Hemolisis sel eritrosit yang termasuk kelompok ini adalah :
-          Defek enzim/enzimopati
-     Defek jalur Embden Meyerhof
- Defisiensi piruvat kinase
- Defisiensi glukosa fosfat isomerase
- Defisiensi fosfogliserat kinase
-          Hemoglobinopati
- Talasemia
- Anemia sickle cell
- Hemoglobinopati lain
-          Defek membran (membranopati): sferositosis herediter

Anemia hemolisis didapat
Hemolisis sel eritrosit yang  termasuk kelompok ini adalah :
- Anemia hemolisis imun, misalnya :idiopatik, keganasan, obat-obatan, kelainan 
  autoimun, infeksi dan tranfusi.
- Mikroangiopati, misalnya: Trombotik Trombositopenia Purpura Diseminata  
  (KID)/Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), preeklampsia, eklampsia,
  hipertensi maligna, katup prostetik
- Infeksi, misalnya: infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi Clostridium

Anemia hemolisis imun
Hemolisis terjadi kerana keterlibatan antibodi yang biasanya IgG atau IgM yang spesifik untuk antigen eritrosit pasien(selalu disebut autoantibodi)

Anemia hemolisis non imun
Hemolisis terjadi tanpa keterlibatan immunoglobulin tetapi kerana faktor defek molekular, abnormalitas struktur membran, faktor lingkungan yang bukan autoantibodi seperti hipersplenisme, kerusakan mekanik eritrosit kerana mikroangiopati atau infeksi yang mengakibatkan kerusakan eritrosit tanpa mengikutsertakan mekanisme imunologi seperti malaria, babesiosis, dan klotridium.

PATOFISIOLOGI
            Pada stimulasi maksimal, sumsum tulang dapat mengalami hiperplasia sampai 6-8 kali. Apabila terjadi peningkatan destruksi eritrosit yang melebihi kemampuan maksimal kompensasi eritropoiesis sumsum tulang, barulah terjadi anemia.
            Hemolisis dapat terjadi intravaskular dan ekstravaskular. Hal ini tergantung pada patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravaskular, destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen dan aktivasi sel permukaan atau infeksi yang langsung mendegradasi dan mendestruksi membran sel eritrosit. Hemolisis intravaskular jarang terjadi.
            Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskular. Pada hemolisis ekstravaskular destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem retikuloendotelial kerana sel eritrosit yang telah mengalami perubahan membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga digagositosis dan dihancukan oleh makrofag.
            Hemolisis dapat disebabkan oleh :
-          Defek protein membran sel (ketidakstabilan sitoskleton eritrosit) yang terjadi pada Paroksismal nocturnal hemoglobinuria.
-          Abnormalitas membrane surface area eritrosit pada anemi bulan sabit.
-          Perlekatan kompleks antigen antibodi pada permukaan eritrosit yang dihancurkan di sistem retikuloendothelial atau melalui aktivasi komplemen pada anemia hemolitik autoimun.
-          Abnormalitas glikolisis eritrosit yang mengakibatkan gangguan fungsi membran eritrosit pada defisiensi piruvate kinase.
-          Abnormalitas pada jalur HMP (Hexose monophosphate) eritrosit yang mengakibatkan kerentanan eritrosit terhadap oksidan berkurang pada defisiensi G6PD.
-          Deformitas membran yang mengakibatkan peningkatan fragilitas eritrosit seperti pada struktural hemoglobinopati.
-          Defek sintesis rantai hemoglobin yang mengakibatkan presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, kerusakan membrane sel eritrosit pada penderita talasemia.
-          Invasi organisme pada eritrosit pada malaria.
-          Toksin terhadap membran lipid eritrosit pada penyakit klostridium.
-          Efek langsung panas terhadap eritrosit yang mengakibatkan denaturasi protein sitoskeletal, deformabilitas seluler dan penurunan elastisitas eritrosit.

RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat penyakit anemia hemolitik dapat asimptomatik maupun akut dan berat. Keluhan yang sering didapatkan pada keadaan akut dan berat pada umumnya berupa:
-          Mendadak mual-mual, panas bdan, muntah, menggigil, nyeri perut, pinggang dan ekstrimitas, lemah badan, sesak nafas dan pucat.
-          gangguan kardiovaskuler
-          Buang air kecil yang berwarna merah atau gelap.

Pada penderita dengan penyakit kronis, keluhan yang sering ditemukan adalah keluhan lemah badan yang berlangsung dalam periode beberapa minggu sampai bulan.

MANIFESTASI KLINIS
            Pada pemeriksaan fisis penderita anemia hemolitik sering ditemukan :
1.      Bentuk asimptomatik tanpa gejala
2.      Bentuk sedang berat dengan tanda dan gejala klinik disertai dengan kulit yang pucat dan adanya ikterus ringan (subikterik).
3.      Splenomegali
4.      Petekhie, purpura yang dapat ditemukan pada sindroma Evan's
5.      Hemolisis kongenital di mana dapat ditemukan Tower skull (tengkorak bentuk menara),chipmunk face(facies rodent),pertumbuhan badan yang terganggu, ulkus tungkai, kardiomegali, bising sistolik dan edema.
6.      Serta gejala komplikasi seperti kolelitiasis / kolesistitis, hepatitis pasca transfusi, dan hemokromatosis.

            Selain hal-hal umum yang dapat ditemukan pada anemia hemolisis di atas, perlu dicari saat anamnesis dan pemeriksaan fisik hal-hal yang bersifat khusus untuk anemia hemolisis tertentu. Misalnya, ditemukannya ulkus tungkai pada anemia sickle cell.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Retokulositosis merupakan indikator terjadinya hemolisis. Retikulositosis mencerminkan adanya hiperplasia eritropoiesis di sumsum tulang teteapi biopsi sumsum tulang tidak selalu diperlukan. Retikulositosis dapat diamati segera, 3-5 hari setelah penurunan hemoglobin. Diagnosa banding retikulositosis adalah pendarahan aktif, mielofisis dan perbaikan supresi eritropoesis.
            Anemia pada hemolisis biasanya normositik, meskipun retikulositosis meningkatkan ukuran mean corpuscular volume. Pada sediaan apus darah tepi akan ditemukan anisositosis, polikromasi dengan normoblast, lekosit bergeser ke kiri. Morfologi eritrosit dapat menunjukkan adanya hemolisis dan penyebabnya. Misalnya sferosit pada sferositosis herediter, anemia hemolitik autoimun; sel target pada thalasemia, hemoglobinopati, penyakit hati; schistosit pada mikroangiopati, prostesis intravaskular dan lain-lain.
             Jika tidak ada kerusakan jaringan organ lain, peningkatan laktat dehidrogenase (LD) terutama LDH 2, dan SGOT dapat menjadi bukti adanya percepatan destruksi eritrosit.
            Baik hemolisis intravaskular maupun ekstravaskular meningkatkan katabolisme heme dan pembentukan bilirubin tidak terkonjugasi. Hemoglobin bebas hasil hemolisis terikat dengan haptoglobin. Hemoglobin-haptoglobin ini segera dibersihkan oleh hati hingga kadar haptoglobin menjadi rendah sampai tidak terdeteksi. Pada hemolisis intravaskular kadar hemoglobin bebas dapat melebihi kadar haptoglobin sehingga hemoglobin bebas difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorbsi oleh tubulus proksimal dan mengalami metabolisme. Hasil metabolisme di ginjal ini menghasilkan ikatan antara besi heme dengan simpanan protein (feritin dan hemosiderin). Selanjutnya hemosiderin dikeluarkan ke urin dan terdeteksi sebagai hemosiderinuria. Pada hemolisis intravaskular yang masif, ambang kapasitas absorbsi hemoglobin oleh tubulus proksimal terlewati, sehingga hemoglobin dikeluarkan ke urin dalam bentuk hemoglobinuria.
            Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk mengetahui etiologi adalah:
  1. Coomb's test untuk hemolitik autoimun
  2. Ham's test untuk PNH
  3. G6PD untuk defisiensi G6PD
  4. Piruvat kinase untuk defisiensi piruvat kinase
  5. Hb elektroforesa untuk talasemia
  6. Test fragilitas osmotik untuk sferositosis herediter

DIAGNOSIS BANDING
            Diagnosis banding yang sering dikaitkan dengan anemia hemolitik adalah :
-          Anemia pernisiosa
-          Anemia defisiensi Fe stadium awal
-          Anemia pasca pendarahan masif
-          Eritrolekemi
-          Anemia aplastik (pada krisis aplastik dari anemia hemolitik)
-          Myelofibrosis

TERAPI
            Terapi buat penderita hemolitik anemia bergantung kepada etiologinya yang tersendiri.
a)         Anemia Hemolitik autoimun:
-     Glukokortikoid
Prednison 40mg/m2 luas permukaan tubuh (LPT)/ hari respon biasanya terlihat setelah 7 hari, retikulosit meningkat, Hb meningkat 2-3gr%/minggu. Bila Hb sudah mencapai 10gr%, dosis steroid dapat diturunkan dalam 4-6 minggu sampai 20 mg/m2 LPT/hari ; kemudian diturnkan selama 3-4 bulan. Beberapa kasus memerlukan prednison dosis pemeliharaan 5-10mg selang sehari.
            -     Splenektomi
Dilakukan buat kasus yang tidak berespon dengan pemberian glukokortikoid.
            -     Imunosupresif      
Pada kasus gagal steroid dan tidak memungkinkan splenektomi. Azatioprin :80mg/m2/hari atau Siklofosfamid 60-75mg/m2/hari. Obat imunosupresif diberikan selama 6 bulan, kemudian tappering off, biasanya dikombinasikan dengan Prednison 40mg/ m2LPT/ hari. Dosis prednison diturunkan bertahap dalam waktu 3 bulan.
            -     Immunoglobulin intravena
Dosis 0.4gr/kgBB/hari sampai 1gr/kgBB/hari selama 5 hari.
            -     Danazol
Dosis 600-800mg/hari, bila ada respon, dosis diturunkan menjadi 200-400mg/ hari. Diberikan dengan prednison.
b)         Obati penyakit dasar : SLE,infeksi,malaria, keganasan.
c)         Memberhentikan obat-obat yang diduga menjadi penyebab.
d)         Kelainan Kongenital
            Talasemia :
-          Transfusi berkala, pertahankan Hb 10gr%
-          Desferal (deferoxamine) untuk mencegah penumpukan besi.
      -     Diberikan bila serum feritin mencapai 1000ug / dL biasanya setelah labu ke 12-15
            -     Dosis inisial : 20mg/kgBB, diberikan 8-12jam infus sub kutan di dinding anterior abdomen, selama 5 hari/ minggu.
            -     Diberikan bersama dengan 100-200mg vit C peroral untuk meningkatkan ekskresi Fe.
            -     Pada keadaan penumpukanFe berat , terutama disertai komplikasi jantung dan endokrin , deferoxamine diberikan 50 mg/kg BB secara infus kontinu intravena.
           Sferositosis Herediter:
-  Splenektomi , umur optimal 6-7 tahun , kontraindikasi : limfopeni, hipogamaglobulinemi.
e)         Bila perlu transfusi darah : washed red cell ( pada hemolitik autoimmune), packed red cell
f)         Pada hemolisis kronik, diberikan Asam folat 0.15-0.3mg/ hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
g)         HUS (Hemolytic Uremic Syndrome):
            Adanya triad: hemolitik mikroangiopati, trombositopeni, gagal ginjal akut.
                  -     terapi suportif, perhatikan balans cairan, transfusi (pertahankan Hb 9gr%) jangan beri suspensi trombosit.
            -     dialisis
h)         TTP (Thrombocytopenic Purpura)
Adanya tanda : gangguan neurologik, anemia hemolitik, trombositopenia, gangguan fungsi ginjal, demam.
-     terapi : kortikosteroid, prednisone 200mg/hari atau metil prednisolon 0.75mg/kg IV tiap 12 jam, bila tidak ada respon, dilakukan plasmapheresis dengan FFP 3 - 4L/hari.

PROGNOSIS
Tergantung penyakit dasar, dapat mengalami krisis aplastik, krisis hemolitik dan krisis megaloblastik, yang ditandai penurunan kadar hemoglobin secara cepat dan dramatis.
1. Krisis aplastik:
            Merupakan krisis yang paling sering terjadi, disebabkan kegagalan sementara produksi eritrosit. Pada sebagian besar kasus hal ini disebabkan infeksi B19 human parvovirus (HPV). Terjadi penurunan kadar hemoglobin disertai penurunan retikulosit (biasnya<1%)
2. Krisis hemolitik:
            Terjadi penurunan kadar hemoglobin kerana peningkatan destruksi eritrosit yang kemungkinan disebabkan peningkatan aktivitas limpa. Pada keadaan ini terdapat peningkatan retikulosit, ikterik bertambah dan lien membesar.
3. Krisis megaloblastik:
            Terjadi sebagai komplikasi defisiensi folat, onset biasanya lebih lambat dari krisis apalstik dan krisis hemolisis dan tidak berhubungan dengan infeksi.
-     Anemia hemolitik autoimun idiopatik (warm antibodi): Perjalanan penyakit bervariasi, mengalami remisi dan relaps, mortilitas mencapai 46%. Kelangsungan hidup 10 tahun sebesar 73%.
-     Cold-aglutinin disease: Pada yang idiopatik prognosis relatif baik, dapat bertahan hidup sampai beberapa tahun. Pada post infeksi biasanya self limited, penyembuhan terjadi dalam beberapa minggu.
-     Paroxysmal cold hemoglobinuria : Pada post infeksi biasanya mengalami penyembuhan spontan dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada kasus idiopatik, penderita dapat bertahan idup selama bertahun-tahun disertai hemolisis paroksismal.
-     Hemolisis imun kerana obat biasanya ringan, prognosis baik, kadang-kadang dapat terjadi hemolisis berat dengan gagal ginjal.
-     Talasemia : Transfusi adekuat dan terapi chelation desferoxamine memperbaiki prognosis penderita B-talasemia mayor.


ANEMIA MEGALOBLASTIK

DEFINISI
Anemia  megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoiesis dengan karakteristik dismaturasi nukleus dan sitoplasme sel mieloid dan eritroid, sebagai akibat gangguan sintesis DNA.

ETIOLOGI
1.      Defisiensi Asam Folat:
a.      Asupan kurang :
ù Gangguan nutrisi : alkoholisme, bayi prematur, orang tua, hemodialisis, anoreksia nervosa
ù Malabsorpsi : alkoholisme, celiac dan tropical sprue, gastrektomi parsial, reseksi usus halus, penyakit Chron’s, skleroderma, obat antikonvulsan (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazin, kolestiramine, limfoma intestinal, hipotiroidisme
b.      Peningkatan kebutuhan : kehamilan, anemia hemolitik, keganasan, hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropiesis yang tidak efektif (anemia pernisiosa, anemia sideroblastik, leukemia, anemia hemolitik, mielofibrosis)
c.      Gangguan metabolisme folat : alkoholisme, antagonis folat (metotreksat, pirimetamin, trimetoprim), defisiensi enzim
d.     Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkoholik, hepatoma

2.      Defisiensi vitamin B12:
a.      Asupan kurang : vegetarian
b.      Malabsorpsi :
ù Dewasa : anemia pernisiosa, gastrektomi parsial / total, gastritis atrofikan, tropical sprue, blind loop syndrome (operasi striktur, divertikel, reseksi ileum), penyakit Chron’s, parasit (Diphyllobothrium latum), limfoma usus halus, skleroderma, obat-obat (asam paraaminosalisilat, kolsisin, neomisin, etanol, KCl)
ù Anak-anak : anemia pernisiosa, gangguan sekresi faktor intrinsik lambung, gangguan fungsi faktor intrinsik lambung, Imerslund-Grasbeck syndrome (gangguan reseptor kobalamin di ileum)
c.      Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas protein pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan nitrit oksida yang berlangsung lama

EPIDEMIOLOGI
Di USA, karena etiologi dari anemia megaloblastik beragam, maka menentukan perkiraan frekuensi anemia megaloblastik menjadi sulit. Frekuensi anemia pernisiosa dikatakan tinggi di Swedia, Denmark, dan United Kingdom (100 – 130 kasus per 100.000 populasi). Frekuensi anemia megaloblastik lebih tinggi pada negara-negara yang mengalami malnutrisi dan suplementasi vitamin untuk orang-orang tua dan wanita hamil tidak tersedia.  
Literatur lama menyebutkan bahwa anemia pernisiosa terutama mengenai orang kulit putih dan keturunan Skandinavia dan Eropa Utara. Anemia pernisiosa biasanya mengenai individu yang berumur lebih dari 40 tahun.

PATOFISIOLOGI
Anemia megaloblastik adalah gangguan yang disebabkan oleh sintesis DNA yang terganggu. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relatif mempunyai sifat perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoietik dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel terjadi lambat, tetapi perkembangan sitioplasmik normal, sehingga sel-sel megaloblastik cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Sel-sel awal / pendahulu eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan di dalam sumsum tulang. Selularitas sumsum tulang sering meningkat, tetapi produksi sel darah merah berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut sebagai eritropoiesis yang tidak efektif (ineffective erythropoiesis).   
Kebanyakan anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi asam folat (pteroylmonoglutamic acid) dan vitamin B12. Keduanya berperan dalam metabolisme intraselular.
Asam folat
Penyakit pada usus halus dapat mengganggu absorpsi asam folat dari makanan dan resirkulasi folat lewat siklus enterohepatik. Pada alkoholisme akut atau kronik, asupan harian folat dalam makanan akan terhambat, dan siklus enterohepatik akan terganggu oleh efek toksik dari alkohol pada sel parenkim hati. Ini yang menjadi penyebab utama defisiensi folat yang menimbulkan eritropoiesis megaloblastik.
Obat-obat yang menghambat dihidrofolat reduktase (mis: metotreksat, trimetoprim) atau yang mengganggu absorpsi dan penyimpanan folat dalam tubuh (antikonvulsan tertentu, kontrasepsioral), mampu mengakibatkan penurunan kadar folat plasma, sehingga timbulk anemia megaloblastik.  Hal ini dikarenakan adanya gangguan maturasi yang disebabkan oleh defek inti sel.

Folat dalam plasma ditemukan dalam bentuk dari N5-metiltetrahidrofolat, suatu monoglutamat, yang ditranspor ke dalam sel-sel oleh zat pengangkut khusus, yaitu dalam bentuk tetrahidro dari vitamin. Setelah di dalam sel, gugus N5-metil dilepas ke dalam reaksi kobalamin yang diperlukan, dan folat diubah menjadi bentuk poliglutamat. Konjugasi pada poliglutamat mungkin bermanfaat untuk penyimpanan folat di dalam sel.
Fungsi utama senyawa folat adalah memindahkan “1-karbon moieties” seperti gugus-gugus metil dan formil ke berbagai senyawa organik. Sumber dari “1-karbon moieties” biasanya adalah serin, yang bereaksi dengan tetrahidrofolat menghasilkan glisin dan N5-10-metilentetrahidrofolat. Sumber pilihan lain adalah asam formiminoglutamat, suatu lanjutan dalam metabolisme histidin, yang menyampaikan gugus formiminotetrahidrofolat dan asam glutamat. Senyawa-senyawa penerima yang sesuai, membentuk lanjutan metabolik dengan mengubah pembentukan blok-blok yang digunakan untuk sintesis makromolekul. Bentuk aktif folat adalah tetrahidrofolat (THF).
Yang sangat penting dalam pembentukan blok-blok tersebut adalah:
·      Purin
·      Deoksitimidilat monofosfat (tDMP)
·      Metionin, dibentuk oleh peralihan dari gugus metil dari N5-metiltetrahidrofolat ke homosistein

Vitamin B12
Kobalamin adalah vitamin yang memiliki susunan komponen organometalik yang kompleks, dimana atom cobalt terletak dalam inti cincin, struktur yang mirip porfirin darimana heme terbentuk. Tidak seperti heme, kobalamin tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus dipenuhi dari makanan. Sumber utama hanya dari daging dan susu. Kebutuhan sehari minimal untuk kobalamin ±2,5mg.
Selama pencernaan dalam lambung, kobalamin dalam makanan dikeluarkan dalam bentuk-bentuk kompleks, yang stabil dengan pengikat gaster R. Saat memasuki duodenum, ikatan kompleks kobalamin-R dicerna, dan menghasilkan kobalamin, yang kemudian terikat pada faktor intrinsik (FI), suatu glikoprotein dengan berat 50-kDa yang dihasilkan oleh sel-sel parietal dari lambung. Sekresi dari faktor intrinsik umumnya sejalan dengan asam lambung.
Ikatan kompleks kobalamin-FI dapat melawan proteolitik dan terus menuju ileum distal, dimana reseptor spesifik terdapat pada fili mukosa dan menyerap kompleks tersebut. Reseptor pengikat kompleks kobalamin-FI akan dibawa masuk ke sel mukosa ileum, dimana FI kemudian dimusnahkan dan kobalamin dipindahkan ke protein pengangkut lain, yaitu transkobalamin (TC) II. Kompleks kobalamin-TC II lalu masuk ke dalam sirkulasi, menuju hati, sumsum tulang, dan sel-sel lain.    

Normalnya ± 2 mg kobalamin disimpan dalam hati, dan 2 mg lagi disimpan dalam jaringan seluruh tubuh. Kurang lebih dibutuhkan 3-6 tahun bagi individu normal untuk menjadi kekurangan kobalamin bila absorpsi dihentikan secara tiba-tiba.
Metilkobalamin adalah bentuk yang diperlukan untuk metionin sintase, yang bertindak sebagai katalisator dalam perubahan homosistein menjadi metionin. Bila reaksi tersebut terganggu, metabolisme folat akan menjadi kacau dan timbul kerusakan DNA.
Pada defisiensi kobalamin, maka N5-metiltetrahidrofolat yang tak terkonjugasi, yang baru diambil dari aliran darah, tidak dapat diubah menjadi bentuk lain dari tetrahidrofolat oleh transfer metil. Ini yang disebut hipotesis folat trap. Karena N5-metiltetrahidrofolat adalah substrat yang tak baik untuk enzim konjugasi, ia akan tetap dalam bentuk tak terkonjugasi dan dengan perlahan keluar dari sel, sehingga defisiensi folat di jaringan terjadi, dan menimbulkan hematopoiesis megaloblastik. Hipotesis ini menerangkan mengapa dengan pemberian folat yang besar dapat menghasilkan remisi hematologik parsial pada pasien dengan defisiensi kobalamin. 

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Anamnesis
Biasanya pasien datang berobat dengan keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare, dan bukan oleh keluhan anemianya. Penyakit biasanya berjalan secara perlahan. Keluhan lain biasanya rambut cepat memutih, lemah badan, penurunan berat badan. Pada defisiensi vitamin B12, diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan dari onset gejala, biasanya didapatkan triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai gangguan berjalan.   



Pemeriksaan Fisik
            Umumnya terjadi pada usia  pertengahan dan usia tua.
a.   Pada defisiensi B12, terdapat tiga manifestasi utama:
1.      Anemia megaloblastik
2.      Glositis
3.      Neuropati
Gangguan neurologis terutama mengenai substantia alba kolumna dorsalis dan lateral medulla spinalis, korteks serebri, dan degenerasi saraf perifer sehingga disebut subacute combine degeneration / combined system disease.

Klasifikasi
Gejala
Pemeriksaan Fisik
Lesi
Ringan

Parestesi

Normal atau terdapat gangguan rasa raba dan suhu

Saraf perifer, kolumna dorsalis


Sedang
Kelemahan, unsteady gait, clumsiness
Gangguan rasa vibrasi dan posisi
Kolumna dorsalis

Berat

Kelemahan berat, spastisitas
Hiperrefleksia, klonus, refleks Babinski
Kolumna dorsalis dan lateralis













Pada defisiensi vitamin B12 dapat ditemukan gangguan mental, depresi, gangguan memori, gangguan kesadaran, delusi, halusinasi, paranoid, skizopren. Gejala beurologis lainnya adalah: oftalmoplegia, atoni kandung kemih, impotensi, hipotensi ortostatik (neuropati otonom), dan neuritis retrobulbar.


b.   Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama:
1.      Anemia megaloblastik
2.      Glositis
Pada anemia megaloblastik kadang-kadang ditemukan subikterus, petekie, perdarahan retina, hepatomegali, dan splenomegali.

Pemeriksaan Laboratorium
    Anemia makrositer dengan peningkatan MCV
    Neutropenia dengan neutrofil berukuran besar dan mengalami hipersegmentasi dengan granula kasar (giant stab-cell)
    Trombositopenia ringan ( rata-rata 100-150 x 103 /mm3 )
    Sumsum tulang hiperseluler dengan gambaran megaloblastik
    Pada defisiensi B12 :
-          serum cobalamin rendah (100 pg/ml)
-          serum folat normal / tinggi
-          antibodi faktor intrinsik
-          Schilling test : radiolabeled B12 absorption test akan menunjukkan absorpsi cobalamin yang rendah yang menjadi normal dengan pemberian faktor intrinsik lambung
-          Cairan lambung : sekresi berkurang, rata-rata 15 ml/jam (kira-kira 10% normal), aklorhidira, pH>6
-          Masa hidup eritrosit berkurang, rata-rata 20 - 75 hari
-          LDH meningkat karena peningkatan destruksi eritrosit akibat eritropoiesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang
-          MCV : pada anemia berkisar antara 100-110 fl, pada anemia berat berkisar antara 110-130 fl
    Pada defisiensi asam folat :
-          penurunan kadar folat serum (3 – 5 ng/ml)
-          biopsi jejunum

DIAGNOSIS BANDING
-          Leukemia Akut
-          Anemia hemolitik (pada krisis hemolitik)
-          Anemia aplastik
-          Eritremik mielosis / eritroleukemia
-          Penyakit hati yang berat
-          Hipotiroidisme
-          Nefritis kronis



PENATALAKSANAAN
1.   Suportif
-          transfusi bila ada hipoksia
-          suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa
2.   Defisiensi B12
Terdapat 2 bentuk vitamin B12 :
-              Sianokobalamin
Dosis : 100 mg IM / hari selama 6-7 hari. bila ada perbaikan klinis dan ada respon retikulosit dalam 1 minggu, dosis diturunkan 100 mg IM selang sehari sebanyak 7 dosis, kemudian tiap 3 - 4 hari selama 2 – 3 minggu (dosis total 1,8 – 2 mg B12 dalam 5 – 6 minggu). Pada saat ini kelainan hematologis harus mencapai normal. Setelah kelainan hematologis normal, pada anemia pernisiosa diberikan sianokobalamin 100 mg IM / bulan seumur hidup
-          Hidroksokobalamin
Diretensi dalam tubuh lebih baik daripada sianokobalamin. 28 hari setelah injeksi, hidroksokobalamin diretensi 3 kali lebih banyak daripada sianokobalamin.
Preparat : 100 mg /ml atau 1000 mg/ml
Dosis : 1000 mg IM setiap 5 minggu
atau
1000 mg setiap hari IM selama 1 – 2 minggu, lalu tiap 3 bulan

Respon terapi terhadap vitamin B12 dan folat
            Gejala klinis membaik sebelum didapatkan perubahan hematologis. Respon awal adalah peningkatan retikulosit pada hari 2 – 3 dan maksimum pada hari ke 5 – 8. Dapat ditemukan normoblast pada SADT. Peningkatan hematokrit terjadi setelah 5 – 7 hari terapi. Pada anemia tanpa komplikasi, hematokrit terjadi normal dalam 4- 8 minggu. Hipersegmentasi leukosit berkurang secara bertahap dan menghilang dalam 14 hari. Trombosit normal dalam waktu 1 minggu. Pada sumsum tulang, eritropoiesis membaik dalam 24 jam terapi. Setelah 6 – 10 jam terapi, megaloblast berkurang dan dalam 24 – 48 jam maturasi eritrosit menjadi normoblastik.

3.      Defisiensi asam folat
Untuk mengisi cadangan folat dalam tubuh, diperlukan dosis 1 mg / hari selama 2-3 minggu, kemudian dosis pemeliharaan 0,25 – 0,5 mg / hari. Kontraindikasi pemberian asam folat adalah adanya defisiensi vitamin B12 yang tidak diterapi, karena akan memperburuk gejala neurologis.
4.      Terapi penyakit dasar
5.      Menghentikan obat-obat penyebab anemia megaloblastik

PROGNOSIS
Baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskuler atau infeksi yang berat. Sebelum adanya terapi yang efektif, anemia pernisiosa biasanya fatal dengan mortalitas 53% dalam bulan pertama. Setelah terapi, relaps dapat terjadi bervariasi antara 21 – 213 bulan. Remisi didapatkan pada 86% penderita, beberapa penderita bertahan hidup selama 14 – 20 tahun. Komplikasi jangka panjang anemia pernisiosa adalah karsinoma lambung. Peningkatan resiko terjadinya karsinoma kolorektal juga didapatkan pada penderita anemia pernisiosa.
Progresi kelainan neurologis dapat dihambat dengan terapi vitamin B12. Semakin singkat gejala neurologis berlangsung, semakin besar kemungkinan untuk mengalami perbaikan. Gejala neurologis yang berlangsung kurang dari 3 bulan biasanya revesibel. Perbaikan gejala neurologis berlangsung lambat, dan perlu wakktu 6 bulan atau lebih untuk mendapatkan respon maksimal. 


DAFTAR PUSTAKA

Supandiman I., Sumantri, R., Fadjari, TN., Firanza, PI., Oehadian, A.,  2003. Pedoman Diagnosis dan Terapi HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK. Bandung : Q-Communication

Sudoyo , AW., et al. 2006. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI

McCance, KL., Huether, SE., 2006. PATHOPHYSIOLOGY The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 5th edition. USA : Elsevier Mosby

Schick, P., 2007. Megaloblastic Anemia. Thomas Jefferson University Medical College. Available at www.emedicine.com

O’Connor, S., Kaplan, S., Final Diagnosis – Anemia. Available at path.upmc.edu

Virologi Down Under. 2005. Megaloblastic Anemia. Available at www.uq.edu.au/vdu/HDUAnaemiaMegaloblastic.htm