24/11/13

tonsilitis

TONSILITIS

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual. Tonsil palatina yang biasa disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Tonsil dibatasi oleh pilar anterior yang berisi m. Palatoglossus, pilar posterior yang berisi m. Palatopharingeus dan bagian lateral dibatasi oleh m. Constrictor pharingeus superior.
  
I.             Anatomi Tonsil
            Tonsil berbentuk oval, tipis terletak pada bagian samping belakang orofaring dalam fossa tonsilaris atau sinus tonsilaris. Bagian atas fossa tonsilaris kosong dinamakan fossa supratonsiler yang merupakan jaringan ikat longgar. Berat tonsil pada laki-laki berkurang dengan bertambahnya umur, sedangkan pada wanita berat bertambah pada masa pubertas dan kemudian menyusut kembali.
Permukaan lateral tonsil meletak pada fascia faring yang sering juga disebut capsula tonsil. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel squamous yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Kripta pada tonsil palatina lebih besar, bercabang dan berlekuk-lekuk dibandingkan dengan sistem limfoid lainnya, sehingga tonsil palatina lebih sering terkena penyakit. Selama peradangan akut, kripta dapat terisi dengan koagulum yang menyebabkan gambaran folikuler yang khas pada permukaan tonsil.
                    
II.          Peredaran Darah Tonsil
Tonsil mendapatkan peredaran darah dari arteri tonsilaris yang merupakan cabang dari arteri maksilaris eksterna dan arteri palatina asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor faringeus superior. Arteri palatina asenden masuk tonsil melewati pinggir atas atas m. konstriktor faringeus. Tonsil juga mendapatkan peredaran darah dari arteri lingualis dorsalis dan arteri palatina desenden.

III.       Persarafan Tonsil
Persarafan tonsil berasal dari saraf trigeminus dan saraf  glossopharingeus.
 Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sphenopaltina yaitu n. palatina. Bagian bawah tonsil dipersarafi n. glossopharingeus.

TONSILITIS

1. Tonsilitis Akut
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri pathogen dalam kripta. Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan oleh stretokokus beta hemolitikus grup A. Meskipun pneumokokus, stafilokokus dan Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat dilibatkan. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus atau streptokokus viridans, ditemukan pada biakan, biasanya pada kasus-kasus berat.
Infeksi bakteri pada lapisan  epitel jaringan  tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu (Pseudomembran) yang menutupi tonsil.
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lelu, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih melalui n Glosofaringeus. Seringkali disertai adenopati servikalis disertai nyeri tekan.  Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.
Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral efektif untuk mengurangi nyeri. Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin masih merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat resistensi atau penderita sensitive terhadap penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh hari. Jika  hasil biakan didapatkan streptokokus beta hemolitikusterapi yang adekuat dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supurativa seperti nefritis dan jantung rematik.
2. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat. Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes. Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada infeksi.

3.1 Patogenesa
Pada umumnya tonsilitis kronis memiliki dua gambaran, yaitu terjadi pembesaran tonsil dan pembentukan jaringan parut. Terlihat gambaran pembesaran kripta pada beberapa kasus tonsilitis kronis. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil dalam waktu lama akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya sel limfosit dan basofil sehingga timbul detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis, detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Bercak detritus ini, dapat melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Dari hasil biakan tonsil, pada tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan virulensi rendah dan jarang ditemukan Streptococcus beta hemolitikus.

3.2 Gejala dan Tanda
            Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut , demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri alih (referred pain) melalui n. Glossopharingeus (n.IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengak dan nyeri tekan.

3.3 Terapi
            Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
Indikasi Absolut Tonsilektomi :
1.Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penuruna berat badan   penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan atau limfoma
5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan  sekitarnya.

3.4 Komplikasi
            Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

3. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab tonsillitis difteri adalah Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas yaitu hidung faring dan laring.
Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal, dan gejala akibat eksotoksin.
Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu. Membrane ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,laring, trakea, dan bronkus yang dat menyumbat saluran nafas. Membrane semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga BurgemeesterS hals.
Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan  kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis samapi decompensasio cordis, mengenai saraf cranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.
Diagnosa tonsillitis difteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan  bawah membrane semu dan didapatkan kuman coryne bacterium diphteriae.

IV. TONSILEKTOMI
Tonsilektomi dilakukan jika terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta curiga adanya keganasan.
Indikasi tonsilektomi;
1.                                        sumbatan
· hyperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas
· sleep apnea
· gangguan menalan
· gangguan bicara
2.      infeksi
·         infeksi telinga tengah berulang
·         rhinitis dan sinusitis yang kronis
·         peritonsiler abses
·         abses kelenjar limfe leher berulang.
·         Tonsillitis kronis dengan nsafas bau
·         Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ lain
·         Tonsillitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok berulang.
3. kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ashae, R. 2005. http://www.kidsource.com/ASHA/otitis.html. What is Tonsilitis?

2. Gates, G.A. 2005. http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/otitism.asp. Journal of Tonsilitis.
3. Ramsey, D.D. 2003. http://www.illionisuniv.com/infection/Midear.html. Tonsilitis
4. Djaafar, Z. 2001. Kelainan Telingan Tengah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: 49-62
5. Wikipedia. 2005. http://en.wikipedia.org/wiki/Ear. Wikipedia Ecyclopedia

6. Robertson, J.S. 2004. http://www.emedicine.com/emerg/topic351.htm. Journal of Tonsilitis.

Tidak ada komentar: