10/07/13

gawat janin



Gawat Janin

Penggunaan terminologi yang standar dan spesifik untuk mengklasifikasi gawat janin diperlukan sehingga data dapat diinterpretasi lebih tepat1.
Definisi
Definisi gawat janin bervariasi, diantaranya: gawat janin adalah bradikardia janin persisten yang bila tidak dikoreksi dapat mengakibatkan dekompensasi respon fisiologis dan menyebabkan kerusakan permanen SSP sampai kematian atau hipoksia janin tanpa mekanisme kompensasi terhadap keadaan hipoksia tersebut, umumnya disertai asidosis metabolik.2 Gawat janin merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan bahwa janin dalam keadaan bahaya, akibat hipoksia janin intrauterin. Atau dapat dikatakan sebagai diagnosis klinis suatu hipoksia intrapatum.
Gawat janin juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan fisiologi janin yang sangat terganggu sehingga dapat menyebabkan kematian atau jejas permanen dalam jangka waktu yang relatif singkat.3

Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan dimana terjadi suatu kondisi penurunan kadar oksigen, penurunan pH dan peningkatan kadar karbondioksida. Pemaparan minimal terhadap hipoksia untuk menimbulkan cedera otak adalah 12-14 menit, dan pemaparan selama 25-30 menit akan menyebabkan nekrosis dan edema jaringan. 4
            Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) tahun 2005, penggunaan istilah asfiksia neonatus saat persalinan tidak lagi dipergunakan dan merupakan suatu diagnosis yang nonspesifik. Komite ACOG merumuskan istilah Kejadian Hipoksik Intrapartum Akut sebagai pengganti istilah asfiksia neonatus, dengan kriteria sebagai berikut : 5

Kriteria esensial ( harus mencakup keempat komponen ) :
1.                     Hasil analisa gas darah arteri umbilikal menunjukkan adanya asidosis metabolik ( pH < 7 dan defisit basa 12 mmol/L )
2.                     Kejadian ensefalopati neonatus berat atau sedang pada bayi dengan usia gestasi > 34 minggu
3.                     Cerebral palsy tipe quadriplegik spastik atau diskinetik
4.                     Eksklusi etiologi lain, seperti trauma, gangguan koagulasi, infeksi dan kelainan genetik
Kriteria nonspesifik terhadap kejadian asfiksia
1.                     Suatu sinyal kejadian hipoksia sesaat sebelum dan selama persalinan
2.                     Bradikardia janin yang terjadi tiba-tiba, atau hilangnya variabilitas denyut jantung janin, dan adanya deselerasi variabel menetap atau deselerasi lambat
3.                     Nilai skor Apgar 5 menit 0-3
4.                     Kejadian kelainan multiorgan dalam 72 jam kelahiran
5.                     Adanya pencitraan yang menunjukkan abnormalitas serebral nonfokal

Etiologi 2
Etiologi fetal distress- Ibu
·                     Penurunan kemampuan membawa oksigen ibu
·                     Anemia yang signifikan
·                     Penurunan aliran darah uterin
·                     Posisi supine atau hipotensi lain, preeklampsia
·                     Kondisi ibu yang kronis
·                     Hipertensi

Faktor  Uteroplasental
·                     Kontraksi Uterus
·                     Hiperstimulasi, Solusio Plasenta
·                     Disfungsi Uteroplasental
·                     Infark Plasental
·                     Korioamnionitis
·                     Disfungsi plasental ditandai oleh IUGR, oligohidramnion

Sirkulasi Janin Intra Uterin
            Sirkulasi arus darah janin-ibu merupakan suatu sistem yang kompleks. Arus darah janin yang cenderung kurang oksigen menuju plasenta melalui dua arteri umbilikalis. Setelah memasuki plasenta, arteri tersebut akan bercabang sampai membentuk jaringan kapiler. Darah yang mengandung kadar oksigen yang lebih tinggi akan kembali ke janin melalui vena umbilikalis tunggal. 6
Fisiologi sirkulasi maternal plasental dimulai dengan masuknya darah ibu kedalam daerah basal plasenta dan mencapai dasar korion melalui mekanisme tekanan arterial maternal. Kemudian terjadi pertukaran antara darah kaya oksigen dengan darah dari arteri umbilikalis janin melalui villi-villi. Kontraksi uterus berpengaruh terhadap aliran darah maternal-plasental. Selama kontraksi, terjadi penurunan rerata arus darah, namun volume darah yang ada dalam sirkulasi masih dalam jumlah yang adekuat.  Faktor yang mempengaruhi pengaturan arus darah daerah intervillus adalah tekanan darah arterial, tekanan intrauterin, dan pola kontraksi uterus.7 Karakteristik transport pada plasenta mengatur keseimbangan konsentrasi gas respirasi dan berbagai larutan antara darah pada area intervilli maternal yang berasal dari arus darah uterus dengan darah kapiler janin yang berasal dari arus darah umbilikal, sehingga arus darah pada kedua sirkulasi merupakan determinan utama dalam penyediaan oksigen dan nutrisi bagi janin.6
Arus darah uterina selama kehamilan memberikan suplai kepada miometrium, endometrium dan plasenta, dan saat kehamilan mendekati masa aterm, 90% dari total arus darah uterina diterima oleh plasenta. Selama kehamilan, arus darah uterina meningkat sampai dengan 50 kali lipat dibandingkan keadaan tidak hamil. Faktor utama yang mempengaruhi peningkatan ini adalah pertumbuhan plasenta dan vasodilatasi arteri maternal. Pada kehamilan aterm, efek ini mengakibatkan peningkatan arus darah minimal 750 ml/menit atau 10-15% dari total output jantung ibu. Arus darah umbilikal meningkat sejalan dengan pertumbuhan janin pada kehamilan trimester ketiga. Perubahan arus darah umbilikus diatur oleh adanya tekanan perfusi, dimana peningkatan tekanan vena umbilikalis secara proporsional akan menurunkan arus darah umbilikus.6
Pertukaran gas-gas respirasi utama, yaitu oksigen dan karbondioksida sangat tergantung dari arus darah yang terjadi. Keadaan yang menyebabkan pertukaran gas plasenta adalah adanya perbedaan gradien tekanan parsial antara sirkulasi maternal dan fetal. Kapasitas difusi plasenta mampu mengatur kadar oksigen dan karbondioksida secara seimbang.6 Plasenta mensuplai sekitar 8ml oksigen / menit / kilogram berat janin, dan karena penyimpanan oksigen darah janin hanya cukup untuk 1 sampai 2 menit, maka suplai oksigen ini berlangsung secara kontinu. Rerata saturasi oksigen darah intervillus adalah berkisar 65 sampai 75 persen, dengan tekanan parsial oksigen berkisar 30 sampai 35 mmHg. Saturasi oksigen pada darah vena umbilikalis hampir sama, namun mempunyai tekanan parsial yang lebih rendah. Transfer karbondioksida dilakukan secara difusi. Plasenta sangat permeabel terhadap karbondioksida, sehingga dapat melewati villi korionik lebih cepat daripada oksigen. Darah janin memiliki afinitas yang lebih lemah terhadap karbondioksida dibandingkan darah maternal, sehingga membantu perpindahan karbondioksida dari janin ke ibu, yang dibantu oleh keadaan hiperventilasi pada ibu hamil.7

Patofisiologi
Pada gawat janin, hendaknya dianalisa kondisi janin dan ibu,  kemudian direncanakan pemeriksan khusus untuk membuktikan kebenaran analisa tersebut. Kondisi klinik yang berkaitan dengan hipoksia ialah:8
1        Kelainan pasokan plasenta : solutio plasenta, plasenta previa, postterm, prolapsus tali pusat, lilitan tali pusat, pertumbuhan janin terhambat, isufisiensi plasenta
2        Kelainan arus darah plasenta : hipotensi ibu, hipertensi, kontraksi hipertonik
3        Saturasi oksigen ibu berkurang :hipoventilasi, hipoksia, penyakit jantung. Bila pasokan oksigen dan nutrisi berkurang , maka janin akan mengalami retardasi organ bahkan risiko asidosis dan kematian.
Upaya redistribusi aliran darah diutamakan pada organ penting seperti otak dan jantung dengan mengorbankan visera (hepar dan ginjal). Hal ini tampak dari volume cairan amnion yang berkurang (oligohidramnion). Bradikardia yang terjadi merupakan mekanisme jantung dalam bereaksi dari baroreseptor akibat tekanan (misalnya hipertensi pada kompresi tali pusat) atau reaksi kemoreseptor akibat asidemia.8
                       
Gambar 3. Skema Patofisiologi Hipoksia dan Asidosis Janin8

  
Bila asfiksia berlanjut dan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan oksigenisasi organ vital gagal, maka otak akan mengalami edema otak dan iskemia multifokal. Kondisi ini dikenal sebagai ensefalopati hipoksik iskemik (EHI). Apabila iskemia berlanjut maka akan timbul nekrosis dan tekanan intrakranial meninggi. Kemudian bagian nekrosis akan menjadi daaerah ulegyria (kerusakan pada white matter) atau timbul porensefali (kistik). Di bagian grey matter mungkin timbul parut fokal atau difus. Pada daerah visera awalnya akan terjadi kekurangan darah, terjadi disfungsi berupa kegagalan paru, necrotizing enterocilitis, dan tubular necrosis.8
Hipoksia pada fetus dapat merangsang kontraksi kolon sehingga menyebabkan keluarnya mekonium ke dalam cairan amnion. Kadang hal ini diikuti oleh fetal gasping karena kekurangan oksigen yang mengakibatkan aspirasi mekoneum ke dalam paru-paru yang dapat mengakibatkan obstruksi bronkus pneumonitis kimia dan pengobatan harus dilakukan selama persalinan, karena bila tidak dikeluarkan secara adekuat, obstruksi oleh mekoneum dapat mengakibatkan hipoksia lebih lanjut. Derajat aspirasi mekoneum dan lamanya pemaparan terhadap mekoneum menentukan parahnya hipoksia yang diderita fetus. Pewarnaan mekoneum pada tali pusat, kulit, atau kuku bayi menggambarkan pemaparan mekoneum 3 sampai 6 jam dalam uterus sebelum persalinan.14

Diagnosis
Gawat janin bermanifestasi sebagai perubahan kecepatan, irama dan kualitas denyut jantung janin serta perubahan biokimiawi lain. Identifikasi gawat janin berdasarkan pola denyut jantung janin kurang tepat dan kontroversial. Ayres-de-Campos and colleagues (1999) meneliti persetujuan inter-observer pada interpretasi pola denyut jantung janin dan menemukan adanya perbedaan interpretasi senagai normal, suspicious, atau pathologis.  Berkus dkk (1999) menganalisis secara retrospektif pola denyut jantung janin dalam 30 menit terakhir persalinan pada 1859 kehamilan aterm. Pola denyut jantung janin normal didapatkan pada 26 % kasus. Kombinasi  pola denyut jantung janin yang berupa tidak adanya akselerasi disertai deslerasi variabel berat atau deselerasi lambat, atau bradikardi atau takikardi yang memanjang berhubungan dengan peningkatan insidens luaran bayi yang buruk.
Sebagai kesimpulan, beberapa kombinasi karakteristik denyut jangtung janin dapat digunakan untuk mengidentifikasi janin normal dan abnrmal. Gambaran gawat janin yang sesungguhnya yaitu berupa variabilitas yang nol dengan deselerasi berat atau perubahan frekuensi dasar yang menetap atau keduanya. Pada kepustakaan lain dikatakan Untuk mendiagnosis suatu gawat janin, harus ada minimal satu dari hal-hal berikut yaitu deselerasi variabel yang menetap, deselerasi lambat yang menetap dan tidak dapat diatasi, dan bradikardi berat yang menetap.9
Diagnosis gawat janin dapat ditunjang dengan pemeriksaan pH darah kapiler kulit kepala janin. Kadar pH darah kapiler kulit kepala janin biasanya lebih rendah dari pada darah vena umbilikalis.dan mendekati kadarnya di arteri umbulikalis. Zalar dan Quilligan (1979) merekomendasikan protokol berikut untuk mengkonfirmasi suatu gawat janin: jika pH lebih dari 7.25, dilakukan observasi persalinan. Jika pH antara 7.20 dan 7.25, pengukuran pH diulang dalam 30 menit. Jika pH kurang dari 7.20, segera ambil sampel darah kulit kepala lagi dan ibu dipersiapkan untuk operasi. Operasi dilakukan segera jika dipastikan adanya pH yang rendah. Jika tidak, proses persalinan dapat dilanjutkan dan pemeriksaan pH darah kulit kepala diulang secara periodik.9
Umumnya deteksi gawat janin dilakukan dengan pengukuran denyut jantung baik secara fetoskop atau kardiotokografi. Namun terbukti bahwa pengawasan kontinyu hampir tak berbeda dengan pengawasan secara intermiten.1 Cara mendiagnosis hipoksia janin adalah dengan auskultasi denyut jantung janin, berkurangnya gerakan janin, terdapatnya mekoneum dalam cairan amnion, kardiotokografi, dan melalui ultrasonografi dengan melihat profil biofisik janin, cairan amnion, plasenta dan tali pusat, dan doppler.1
Pemantauan denyut jantung fetus adalah modalitas untuk menentukan apakah fetus tersebut mendapat oksigenasi yang baik. Dapat dilakukan pemantauan secara internal dan eksternal. Pemantauan denyut jantung janin secara eksternal dapat dilakukan dengan menggunakan doppler, sementara pemantauan denyut jantung janin secara internal dilakukan dengan menggunakan elektroda fetus yang ditempatkan langsung pada kulit kepala bayi atau bagian lainnya.

Tes Penilaian Janin Antepartum


Tes yang paling sering dipakai adalah NST dan profil biofisik, dimana NST merupakan indikator awal kesejahteraan janin, dan pengukuran jumlah air ketuban merefleksikan adekuasi dari fungsi plasenta.10

Non Stress Test (NST)
Saat ini, NST digunakan secara kombinasi dengan ultrasonografi untuk observasi aktivitas janin dan volume cairan ketuban. Kombinasi ini dinamakan sebagai profil biofisik.
Monitoring elektronik janin intrapartum dinyatakan memiliki prediksi luaran janin yang baik dengan adanya akselerasi denyut jantung janin. Munculnya pola denyut jantung janin ditentukan oleh jalur konduksi elektrik, reseptor-reseptor neurohormon miokardial, jalur refleks simpatis dan parasimpatis, dan kontraktilitas miokardium. 11
Suatu NST dikatakan reaktif atau reassuring dengan adanya frekuensi dasar denyut jantung bayi yang normal, yaitu 110-160 denyut per menit, dan memiliki minimal 2 akselerasi denyut jantung janin dalam periode waktu 10 menit, dimana keduanya memiliki puncak amplitudo > 15 denyut permenit di atas frekuensi dasar dan berlangsung minimal 15 detik dan kurang dari 2 menit.
Suatu pola denyut jantung janin yang abnormal atau nonreassuring adalah bila terdapat frekuensi dasar takikardia, yaitu lebih dari 160 denyut per menit atau bradikardia, dengan frekuensi kurang dari 110 denyut per menit, serta adanya deselerasi. Suatu deselerasi awal didefinisikan sebagai suatu penurunan gradual denyut jantung janin dan kembali ke frekuensi dasar sesuai dengan adanya kontraksi uterus. Onset, titik nadir dan kembalinya deselerasi awal membentuk gambaran cermin dengan awal, puncak dan akhir kontraksi uterus. Deselerasi variabel didefinisikan sebagai penurunan tiba-tiba denyut jantung janin dengan waktu onset deselerasi ke titik nadir kurang dari 30 detik. Deselerasi tipe ini minimal 15 denyut per menit dibawah frekuensi dasar, berlangsung minimal 15 detik tetapi kurang dari 2 menit. Deselerasi variabel biasa timbul sebagai respon terhadap kompresi tali pusat dan merupakan tipe deselerasi yang paling banyak terjadi dalam persalinan. Deselerasi variabel yang abnormal atau atipik bila terjadi sampai dengan 70 denyut per menit selama lebih dari 60 detik, hilangnya variabilitas frekuensi dasar, terjadi deselerasi bifasik, atau adanya takikardia janin. Deselerasi lambat didefinisikan sebagai suatu penurunan gradual denyut jantung janin dan kembali ke frekuensi dasar dengan waktu onset deselerasi sampai ke nadir lebih dari 30 detik. Onset, titik nadir dan kembali ke frekuensi dasar terjadi setelah awal, puncak dan akhir kontraksi. 12

Tes Profil Biofisik
Tes profil biofisik ini adalah skor penilaian yang dilakukan dalam waktu berkisar 30 menit yang melakukan penilaian terhadap keadaan janin, berupa pemantauan gerakan janin, gerakan nafas, tonus dan jumlah air ketuban. Berkurangnya jumlah air ketuban merupakan suatu penanda tidak langsung terhadap adanya penurunan fungsi filtrasi glomerular, sebagai respon dari terjadinya hipoksia kronis. Penilaian 0 atau 2 diberikan pada masing-masing 4 variabel, dengan didapatkan skor maksimal 8 tanpa pemeriksaan NST dan skor 10 dengan NST. Setelah didapatkan skor, akan ditentukan lebih lanjut manajemen dan tatalaksana selanjutnya. Data dari studi berbasis bukti menunjukkan bahwa tes profil biofisik menurunkan angka mortalitas dan morbiditas perinatal. 13



Tabel 1. Kriteria penilaian Tes Profil Biofisik 13
Variabel biofisik
Normal (nilai 2)
Abnormal (nilai 0)
Gerakan nafas janin
 > 1 episode minimal 30 detik dalam interval 30 menit
< 30 detik gerakan nafas janin dalam interval 30 menit
Gerakan janin
> 3 gerakan dalam 30 menit
< 3 gerakan dalam 30 menit
Tonus otot janin
> 1 episode ekstensi aktif pada ekstremitas
ekstensi lambat, atau tidak ada gerakan janin
Volume air ketuban
1 kantong ketuban terdalam >  2 cm
1 kantong ketuban terdalam < 2 cm
NST
> 2 akselerasi > 15dpm dlm 20-40m
0-1 akselerasi dalam 20-40 menit

Tes Velosimetri Doppler
Pemeriksaan USG Doppler adalah suatu pemeriksaan non invasif yang bertujuan untuk melakukan pengukuran velositas arus dari pembuluh darah. Velositas arus darah tergantung pada volume dan kecepatan arus darah relatif terhadap diameter pembuluh darah. Nilai rasio SDAU lebih besar dari 3 dinilai sebagai abnormal pada kehamilan diatas 30 minggu dan berhubungan dengan kejadian pertumbuhan janin terhambat (PJT). Suatu arus absent end diastolic pada arteri umbilikalis merupakan suatu penanda adanya hipoksia  janin yang berat dan secara patologi berhubungan dengan obliterasi dari pembuluh darah kapiler pada villi plasenta. Suatu arus reversed end diastolic memiliki prognosis yang sangat buruk dan merupakan penanda terjadinya ancaman kematian janin.
Penilaian Doppler arteri umbilikalis tidak dilakukan untuk pemantauan janin pada populasi umum. Saat ini pemeriksaan Doppler arteri umbilikalis berperan banyak pada kehamilan dengan komplikasi pertumbuhan terhambat ataupun hipertensi dan preeklamsia.

 

Tes Fungsi Dinamik Janin Plasenta

Penilaian pada tes ini didapatkan dari pemeriksaan ultrasonografi dan kardiotokografi. Tes FDJP ini memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik untuk mendiagnosis asfiksia janin, dan telah dilakukan penelaahan variabel yang berhubungan dengan kejadian asidosis.4
Variabel-variabel dalam tes FDJP didapatkan dengan melakukan pencarian hubungan masing-masing variabel dengan kejadian asidosis (pH < 7,14) dan hipoksemia (pO2 < 14,3 mmHg), dan dilakukan suatu analisa regresi logistik dimana didapatkan variabel yang menentukan, yaitu reaktifitas janin, akselerasi setelah stimulasi, rasio SDAU, gerakan nafas dan tonus, serta penambahan variabel cairan amnion dan deselerasi. Tonus janin tidak dimasukkan dalam skema karena menghilang pada keadaan asidosis berat. Cairan ketuban diukur dengan Indeks Cairan Amnion (ICA), yaitu pengukuran kantong ketuban pada keempat kuadran uterus dengan umbilikus sebagai pusatnya. Prosedur tes FDJP ini adalah perekaman kardiotokografi secara spontan selama 20 menit, dilanjutkan dengan perekaman 20 menit setelah stimulasi vibroakustik dengan bel agar dapat menghindarkan interpretasi rekaman pada janin yang tidur. 4

Tabel 2. Skor penilaian Fungsi Dinamik Janin Plasenta 4
Skor
2
0
Reaktifitas DJJ
>= 2
<2
Akselerasi stimulasi
>= 2
<2
Rasio SDAU
< 3
>=3
Gerak nafas  stimulasi
>= 2 episode
< 2 episode
Indeks Cairan Amnion
>= 10 cm
< 10cm
Kurangi 2 nilai pada PJT dan deselerasi

Janin dengan skor FDJP < 5 kemungkinan besar untuk menderita asidosis, sehingga dianjurkan untuk dilahirkan dengan seksio sesarea, dan dengan FDJP >= 5 dilahirkan pervaginam.

Penatalaksanaan

Saat Kehamilan9
1.      Untuk gawat janin kronis, penanganannya sama dengan penanganan PJT.
2.      Untuk gawat janin akut, karena hampir selalu berhubungan dengan suatu kedaruratan obstetri, penanganannya sesuai dengan penanganan kedaruratan tersebut.

Saat Persalinan9

Ketika diagnosis gawat janin ditegakkan dengan kardiotokografik kontinyu disertai pemeriksaan pH darah kulit kepala janin, maka janin harus segera dilahirkan dengan cara teraman baik per vaginam maupun perabdominam. Pada tempat yang tidak memiliki fasilitas monitoring denyut jantung janin yang terus menerus, perburukan pola denyut jantung janin dan adanya ketuban yang terwarnai mekoneum mengharuskan pelahiran yang segera. Pada periode ini, lakukan hal-hal berikut:

§  Untuk meningkatkan aliran darah uterus:
-          posisikan ibu pada posisi miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta; frekuensi kontraksi uterus seringkali berkurang.
-          Hentikan drip oksitosin, jika sedang digunakan.
-          Atasi hipotensi metrnal (pada analgesi epidural) dengan infus kristaloid 1 liter segera.
§  Untuk meningkatkan aliran darah umbilikalis
- dengan perubahan posisi ibu
- elevasi vertek
§  Berikan oksigen pada ibu dengan kecepatan 6-8 l/mnt. Jika terdapat perbaikan pola denyut jantung janin dengan pemberian oksigen, memastikan keperluan untuk melahirkan bayi dengan segera.
§  Lakukan pemeriksaan untuk memastikan ada tidaknya prolap tali pusat
§  Pilihan persalinan:
§  jika pembukaan lengkap dan kepala bayi tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau puncak kepala bayi pada station 0, lahirkan dengan ekstraksi vakum atau forsep
§  jika pembukaan belum lengkap atau kepala bayi lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau puncak kepala bayi di atas station 0, lahirkan dengan SC.
-           
DAFTAR PUSTAKA


1.       Dastur AE. Intrapartum Fetal Distress. J Obstet Gynecol India 2005; 55:115-117
2.       ALARM
3.       Scoot JR, Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF. Danforth’s Obstetric and Gynecology. 9th ed. 2003
4.       Wiknjosastro G. Penilaian Fungsi Dinamik Janin Plasenta untuk Menentukan Asidosis Janin pada Preeklamsia-Eklamsia [Disertasi]. Jakarta: Bagian Obstetri Ginekologi FKUI/RSCM; 1992.
5.       Anonim. Inappropriate use of the terms fetal distress and birth asphyxia. ACOG Committee Opinion No. 326. American College of Obstetricians and Gynecologists. Obstet Gynecol. 2005;106:1469-70.
6.       Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Placental and Fetal Physiology.  Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 4 ed. Pennsylvania: Churchill Livingstone; 2002.
7.       Cunningham FG, Leveno KJ, Gilstrap L, et al. Implantation, Embryogenesis and Placental Development.  Williams Obstetrics. 22 ed. New York: McGraw-Hill Co.Inc; 2005.
8.       Michiels C. Physiological and Oathological Responses to Hypoxia. American Journal of Pathology 2004; 164:1875-80
9.       Cunningham FG, Leveno KJ, Gilstrap L, et al. Antepartum Assessment.  Williams Obstetrics. 22 ed. New York: McGraw-Hill Co.Inc; 2005.
10.    Miller DA, Rabello YA, Paul RH. The modified biophysical profile: Antepartum testing in the 1990s. Am J Obstet Gynecol. 1996;174(3 ):812-7.
11.    Devoe LD, Jones CR. Nonstress Test: Evidence-Based Use in High-Risk Pregnancy.  Clin Obstet Gynecol: Lippincott Williams & Wilkins, Inc.; 2002. p. 986-92.
12.    Liston R, Crane J. Fetal Health Surveillance In Labour. SOGC Clinical Practice Guidelines. J Obstet Gynaecol Can. 2002;24(3):250-62.
13.    Davies GA. Antenatal Fetal Assessment. SOGC Clinical Practice Guidelines. J Soc Obstet Gynaecol Can. 2000;22(6):456-62.
14.    Spilsbury MA, Rojas DM, Garcia DV, Burnes JM, Orozco H, Necoechea RR, Mayagoitia AL, Trujillo ME. Perinatal asphyxia pathophysiology in pig and human: A review. Animal Reproduction Science 90 (2005) 1–30.

Tidak ada komentar: